Mubadalah.id – Jika merujuk ulama kontemporer, Abd al-Hakim al-Unais tentang hak anak dalam al-Qur’an, maka ia mencatat setidaknya ada 66 hak anak yang tertulis di dalam al-Qur’an.
Hak-hak ini tidak berurutan sesuai hirarki tertentu. Melainkan, dikeluarkan langsung dari ayat secara tertib, mulai dari al-Baqarah sampai al-Ma’un, sesuai perspektif al-Unais sendiri.
Ada hak terkait kebutuhan yang bersifat materil seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan kepemilikan.
Juga banyak hak terkait hal-hal immateril seperti hidup, nama, nasab, kesetaraan, pengajaran, pendidikan, perlakuan baik, perlindungan, kebebasan, dan lingkungan sosial.
Ayat-ayat yang dirujuk juga, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, memiliki ragam karakter. Ada tentang anak, baik anak dalam makna anak kecil, maupun anak dalam arti garis keturunan.
Banyak juga ayat yang tidak menyebut dan tidak terkait dengan anak sama sekali. Ada ayat tentang aturan, kisah, dan beberapa juga tentang doa-doa.
Metodenya, secara umum, menetapkan terlebih dahulu hak anak, kemudian menyebutkan ayatnya sebagai sumber inspirasi bagi hak tersebut.
Misalnya dalam hak ke-28 yang menyatakan, “Seorang anak berhak agar ayahnya yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan ibunya yang merawatnya secara penuh waktu dan bertanggungjawab atasnya.”
Hak ini merujuk pada QS. an-Nisa: 34 yang dalam tafsir mainstream yang mewajibkan suami mencari nafkah.
Membaca hak ke 28 ini jelas membutuhkan perspektif atau cara pandang. Jika menggunakan Mubadalah, atau Keadilan Hakiki hak itu bisa terbaca bukan dalam kerangka pembakuan peran melainkan soal tanggungjawab yang harus memikulnya secara bersama sesuai kesanggupannnya.
Artinya ayat itu tidak secara eksplisit melarang istri mencari nafkah dan tidak juga mewajibkannya merawat anak secara penuh seorang diri, sekalipun tafsir tradisional menyatakan hal demikian. (Rul)