Mubadalah.id – Kalau kita bertanya mungkinkah laki-laki bisa menjadi feminis, maka pertanyaan ini menjadi secara teoritis bertentangan dengan feminisme itu sendiri.
Alasannya adalah pertama, tujuan feminisme sebagai gerakan peningkatan kesadaran gender untuk menghasilkan sebuah transformasi sosial, tentunya mengandaikan bahwa laki-laki akan tertular ide-ide feminisme.
Kedua, feminisme untuk menjadi kekuatan moral, sosial dan politik, memerlukan dukungan masyarakat, termasuk kaum laki-laki.
Ketiga, dengan menolak laki-laki dalam kategori feminis, justru feminisme mempertahankan suatu pandangan esensialis dengan menentukan bahwa hanya perempuanlah yang bisa menjadi feminis.
Kontroversi tentang feminis laki-laki disandarkan pada dua pandangan yang berbeda, yaitu di satu sisi, laki-laki dapat menyatakan diri feminis sepanjang mereka ikut berjuang bagi kepentingan kaum perempuan.
Di sisi lain, laki-laki tidak dapat menjadi feminis karena mereka tidak mengalami diskriminasi dan penindasan sebagaimana kaum perempuan alami.
Dua pandangan ini di latar belakangi pandangan yang berbeda satu sama lain dalam mendefinisikan feminis sendiri dan adanya perbedaan dalam meletakan posisi pengalaman empirik perempuan di dalam proses pendefinisian feminisme dan feminis.
Definisi Feminisme
Yanti Mukhtar dalam jurnal perempuan mengemukakan adanya tiga pandangan yang cukup signifikan dalam pendefinisian feminisme.
Pertama, feminisme adalah teori-teori yang mempertanyakan pola hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan.
Kedua, seseorang yang menjadi feminis itu bisa melihatnya dari pemikiran dan tindakannya dapat masuk dalam aliran-aliran feminisme, seperti feminisme liberal, marxis, sosialis dan radikal.
Ketiga, adalah pandangan yang berada antara pandangan pertama dan kedua. Dalam pandangan ketiga ini, feminisme adalah sebuah gerakan dan kesadaran tentang penindasan perempuan. Kemudian menindak lanjuti dengan adanya aksi untuk mengatasi penindasan tersebut.
Kesadaran dan aksi menjadi dua komponen penting untuk mendefinisikan feminisme sekaligus feminis.
Seseorang dapat masuk dalam kategori feminis, apabila selama hidupnya ia mempunyai kesadaran akan penindasan perempuan. Lebih lanjut, ia juga melakukan berbagai aksi tertentu untuk mengatasi masalah penindasan tersebut. Terlepas dari apakah ia melakukan analisis hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan atau tidak.*
*Sumber : tulisan karya Septi Gumiandari dalam buku Menelusuri Pemikiran Tokoh-tokoh Islam.