Mubadalah.id – Pada norma dan produk budaya, misalnya ungkapan “konco wingking” bagi perempuan atau istri, sesungguhnya bisa dimaknai agar ia juga berlaku bagi laki-laki atau suami.
Sebagaimana kita ketahui, “konco wingking” adalah bahasa Jawa, yang artinya ‘teman belakang. Artinya, seorang perempuan atau istri diharapkan menjadi teman belakang bagi laki-laki atau suaminya. (Baca juga: Metode Mubadalah Menggunakan Prinsip Dasar yang Menyapa Laki-laki dan Perempuan)
Teman belakang adalah teman di dalam rumah yang menyenangkan, menghibur, dan melayani. Hal yang sama juga berlaku bagi laki-laki, agar menjadi teman bagi istrinya di rumah, yang juga menyenangkan, menghibur, dan melayani.
Sebab, suami dan istri, satu sama lain, adalah mitra dan partner untuk mewujudkan kehidupan bahagia secara bersama. (Baca juga: Prinsip Mubadalah Adalah Prinsip Untuk Kesetaraan dan Kemanusiaan)
Ini dalam konteks relasi domestik. Dalam kehidupan publik, lakilaki dan perempuan, satu sama lain, juga perlu menjadi teman (konco) yang bermitra dan bekerja sama untuk mewujudkan segala kebaikan di dunia.
Bukan untuk saling menjatuhkan, menghegemoni, atau mengeksploitasi tubuh san sisi-sisi seksual.
Ruang publik adalah ruang ekspresi kebaikan, sehingga setiap orang harus kita dorong berpartisipasi dan sekaligus menerima manfaat darinya. Hal ini akan lebih mudah jika satu sama lain menjadi konco yang saling tolong-menolong.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.