• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

9 Alasan Mengapa Perempuan Harus Bekerja

Zahra Amin Zahra Amin
24/03/2020
in Keluarga
0
Alasan Mengapa Perempuan Harus Bekerja

Alasan Mengapa Perempuan Harus Bekerja

135
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu hari, sebelum pandemi virus corona merebak, dan membuat sebagian besar masyarakat harus mematuhi aturan untuk tinggal di rumah saja, saya pernah ngobrol dengan suami. Ia bercerita jika putri teman-temannya, setelah menikah tidak boleh lagi bekerja oleh suaminya.

Dengan nada getir, suamiku menuturkan, padahal para ayah ini luar biasa pengorbanannya, agar anak-anaknya bisa kuliah hingga meraih gelar sarjana kedokteran, dan yang lainnya sarjana farmasi. Besar harapan para ayah itu, agar mereka bisa mengikuti jejak orang tua, mengabdi di dunia kesehatan.

Kisah lain, saya punya sahabat yang sudah lama tidak ada komunikasi. Ia tinggal di sudut jauh pulau ini. Ketika menempuh pendidikan di pesantren, saya lumayan dekat dengannya. Tanpa angin dan hujan, tiba-tiba menghubungiku dan bercerita tentang prahara rumah tangga yang sedang ia hadapi. Meski endingnya, ia meminjam uang untuk bertahan hidup dan meniti kembali jalan ke masa depan.

Dari dua cerita ini, saya termenung cukup lama, betapa perempuan rentan menjadi pihak yang dilemahkan oleh orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah ada ayah yang begitu besar jiwanya, dihadang pada problem rumah tangga anak, karena keputusan para suami yang entah atas dasar apa, tak menghendaki istri bekerja kembali.

Lalu saya teringat dengan catatan kecil, konter dan narasi alternatif yang pernah saya dan Ibu Nur Rofiah, Bil. Uzm diskusikan dalam salah satu workshop yang kami ikuti di Jakarta satu bulan silam. Saat itu saya mengambil tema tentang perempuan bekerja, dan beliau menyetujuinya. Saya mencari narasi yang sudah ada, dan Ibu melengkapi.

Baca Juga:

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

Girls, Jangan Berhenti Bekerja (Dulu)

Rabiah al-Adawiyah: Sufi Perempuan yang Tekun Bekerja

Memahami Feminisme

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi catatan tersebut, alasan mengapa perempuan harus bekerja?

Pertama, refleksi bahwa bekerja itu baik bagi laki-laki dan perempuan. Islam menganjurkan setiap orang untuk bekerja, mencukupkan diri, dan tidak meminta-minta. Sehingga bekerja itu baik untuk perempuan sebagaimana ia baik bagi laki-laki.

Karena keduanya adalah manusia, yang sama-sama memiliki kebutuhan, dan perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mereka juga sama-sama dipanggil Islam dalam ayat dan hadits tentang kerja baik atau amal shalih.

Kedua, ajaran Islam membolehkan perempuan bekerja. Ini tergambar dalam ayat-ayat berikut,

1). Ayat tentang amal shaleh. (QS. An-Nahl 97).

2). Tidak ada satu ayat maupun hadits yang melarang perempuan melakukan aktivitas ekonomi. Bahkan beberapa ayat Al-Qur’an mengisyaratkan kerja-kerja yang dilakukan perempuan.

3). dua putri Nabi Syu’aib yang menggembala kambing. (QS. Al-Qashash, 23 – 28).

4). Ratu Saba yang bekerja di bidang politik dan pemerintahan (QS. An-Naml, 20-24).

5). Perempuan yang bekerja jasa persusuan. (QS. Al-Baqarah, 233).

Ketiga, pernyataan hadits. Dari Jabir bin Abdillah RA; Ia bercerita bahwa bibinya dicerai dan keluar rumah untuk memetik kurma. Di jalan, ia dihardik seseorang karena keluar rumah. Kemudian ia mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian yang menimpanya. “Ya, Anda (boleh keluar) untuk memetik kurmamu itu. Dengan demikian kamu bisa bersedekah atau berbuat baik (kepada orang dengan kurmamu itu?”. (Shahih Muslim, No. Hadits 3794)

Keempat, kisah teladan para sahabat perempuan Nabi yang menafkahi keluarga. Dalam sebuah penggalan hadits, Nabi Muhammad saw bertanya lagi, “Zainab yang mana?”, dijawab “Istri Abdullah.” Nabi Muhammad lalu menjawab, “Ya, dia mendapatkan dua pahala, pahala nafkah pada keluarga dan pahala sedekah.”

Teks hadits ini secara gamblang menceritakan mengenai seorang istri yang justru menopang ekonomi keluarga. Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa pekerjaan Zainab tersebut adalah home industry, membuat kerajinan tertentu di rumah dan menjualnya ke pasar.

Artinya, ia menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap kecukupan ekonomi. Peran ini seperti ditegaskan Nabi Muhammad saw dalam teks hadits tersebut, diapresiasi oleh Islam secara baik. Laki-laki maupun perempuan, sama sekali tidak dihalangi untuk ikut terlibat memastikan keluarga secara ekonomi tercukupi dan mandiri.

Selain itu masih banyak nama-nama perempuan yang tercatat bekerja dan memiliki keahlian tertentu pada masa Nabi Muhammad saw. Dalam berbagai sumber hadits dan sejarah, mereka yang disebutkan antara lain, Zainab binti Jahsyi ra (home industry), Zainab ats-Tsaqafiyah ra (home industry), Qilah al-Anmariyah ra (pedagang umum), Malkah ats-Tsaqafiyah ra (pedagang parfum), Sa’rah al-Asadiyah ra (penenun), Asyifa’ binti Abdullah al Quraisyiyah ra (perawat), dan Ummu Ra’lah al Quraisyiyah ra (perias wajah).

Kelima, Lelaki dan perempuan sebagai khalifah fil ard, yang sama-sama punya tanggung jawab, baik secara individu terhadap diri sendiri maupun sosial.

Keenam, memaknai kalimat Allahu Shomad, bahwa kita sebagai manusia tidak boleh bergantung mutlak selain hanya kepada Allah, sehingga manusia berikhtiar mandiri dengan bekerja, agar tidak menggantungkan nasib diri pada orang lain.

Ketujuh, cara pandang terhadap konsep rizki. Bahwa laki-laki dan perempuan punya peluang untuk mendapatkan rizki yang sama, dan berasal dari sumber dzat yang sama. Arrizqu Minallah.

Kedelapan, rumusan normatif prinsip relasi mu’asyaroh bil ma’ruf, saling berbuat baik antara suami/laki-laki dan istri/perempuan. Prinsip ini membuka fleksibilitas hak dan kewajiban suami istri, sehingga perempuan juga bisa dituntut berkontribusi dalam hal nafkah, sebagaimana laki-laki juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan seks perempuan.

Terakhir kesembilan, ada hal yang paling prinsipil menurut saya mengapa perempuan harus bekerja, dan jawaban ini mungkin yang paling mengena di hati kita. Yakni, pertama tidak semua suami berdaya (sakit parah atau disable). Kedua, tidak semua suami berdaya akan setia. Dan ketiga, tidak semua suami berdaya itu berusia panjang.

Maka sebagai perempuan beriman, kita harus memikirkan segala kemungkinan. Sebagaimana kisah sahabatku itu, yang akhirnya harus rela melepaskan perkawinan, biduk rumah tangga karam dihempas gelombang kehidupan. Meski tak menginginkan begitu, namun garis kehidupan telah membuat hatinya sembilu. Sehingga apapun yang terjadi, dengan segala ikhtiar hidup perempuan harus terus berjalan. []

Tags: Hadits Perempuan Bekerjaperempuan bekerja
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl
  • Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat
  • KB dalam Hadits
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi
  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version