Mubadalah.id – Dalam perspektif Islam manusia adalah makhluk merdeka dan juga hamba-Nya. Manusia adalah makhluk merdeka saat berhadapan dengan sesamanya. Sementara saat berhadapan dengan Allah manusia adalah hamba-Nya.
Hal ini berarti manusia menjadi bebas-merdeka saat berhadapan dengan manusia lain dan menjadi hamba-budak saat berhadapan dengan Allah Yang Maha Esa. Karenanya, manusia menurut Islam tidak bisa dan tidak boleh menjadi budak bagi manusia lain.
Ketika seorang muslim menyatakan, Allahu Akbar, maka saat itulah dia hanya menjadi seorang hamba-budak di hadapan Tuhannya yang Maha Besar, dan di saat bersamaan manusia menjadi bebas-merdeka di hadapan manusia lain.
Dengan begitu, perbudakan atas manusia sama artinya dengan melanggar hak Allah. Manusia yang memperbudak manusia lain sama dengan memposisikan dirinya sebagai Tuhan.
Oleh karena itu, hakikat kemerdekaan manusia pada prinsipnya adalah ekspresi doktrin teologi Islam yang dikenal dengan Tauhid, yang sejatinya juga doktrin dari seluruh agama langit.
Kehadiran agama Tauhid dengan sendirinya bermakna pembebasan sistem perbudakan manusia dari situasi belenggu dan zalim. Lebih jauh, al-Qur’an menyatakan kehadiran Nabi Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, yukbrijuhum min al-Zhulumat ila a-Nur.
Sikap Allah tersebut menunjukkan bahwa tujuan Islam adalah memerdekakan manusia dari situasi kegelapan budaya. Hal ini penyebabnya adalah praktik tirani, dehumanisasi, dan pembodohan. Termasuk menuju situasi pencerahan dan pemanusiaan manusia (humanisasi).
Semua ini sesungguhnya merupakan ajaran paling inti dari setiap agama yang dibawa para Nabi dan para pembawa misi kemanusiaan yang lain.
Dalam persepektif Islam kemerdekaan manusia telah ada sejak manusia lahir. Oleh karena itu, sistem perbudakan tidak benar atas dasar apapun. []