Judul : Ijtihad Kyai Husein
Penulis : KH. Husein Muhammad
Penerbit : Rahima
Tahun : 2010
Tebal : 440
ISBN : 978-602-98059-2-5
Mubadalah.id – Sebentar lagi umat muslim di seluruh dunia akan menyambut momen perayaan Idul Adha. Idul Adha ialah hari raya yang berlangsung bersamaan dengan puncak ritual ibadah haji.
KH. Husein Muhammad atau biasa disapa Buya Husein dalam buku “Ijtihad Kyai Husein” menyebutkan bahwa kata adha berarti hewan kurban. Hal ini dikarenakan pada hari ini hewan-hewan ternak disembelih. Kemudian daging tersebut dibagikan pada para fakir, miskin dan kelompok rentan lainnya.
Kurban secara terminologi Islam dimaknai sebagai ritual (ibadah) dalam bentuk penyembelihan hewan kurban. Ritual ini ditetapkan agama sebagai Upaya menghidupkan kembali sejarah Nabi Ibrahim, saat mendapat perintah untuk menyembelih Nabi Ismail (putranya) yang kemudian Allah ganti dengan domba.
Berangkat dari pemaknaan ini, maka tidak heran jika dalam setiap khutbah Idul Adha kita sering mendengar bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Islmail ialah orang yang sangat mulia dalam Isma. Sehingga sebagai umat muslim kita harus selalu mengingat kedua sosok ini di setiap momen Idul Adha.
Namun, Buya Husein dalam buku “Ijtihad Kyai Husein” mengingatkan kita bahwa selain betapa pentingnya mengingat dua sosok tersebut, kita juga jangan pernah lupa pada perjuangan seorang perempuan mulia dalam momen kurban, yaitu Siti Hajar.
Siti Hajar adalah ibu dari Nabi Ismail. Dalam beberapa catatan sejarah bahkan ayat al-Qur’an menyebutkan bahwa beliau telah berjuang habis-habisan untuk membesarkan Nabi Islmail seorang diri, ketika Nabi Ibrahim meninggalkannya berdua dengan sang putra di gurun pasir yang sangat tandus dan gersang.
Ketika Nabi Ismail menangis karena kehausan, Siti Hajar langsung meninggalkan Ismail dan berlari-lari kecil menuju bukit Shafa dan terus berlari ke bukit Marwah untuk mencari setitik air yang bisa ia berikan pada putranya.
Pandangan Ibnu Katsir
Ibnu Katsir seorang penafsir besar melukiskan peristiwa tersebut sebagai “Adalah Hajar, seorang perempuan yang pulang pergi antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air bagi anaknya. Allah kemudian memberinya pertolongan dengan memancarkan air dari bawah tanah yang disebut tha’am-tha’am (makanan orang yang kelaparan) da syifa’ saqam (obat bagi penyakit)”.
Air yang memancar tersebut kemudian kita sebut dengan air Zamzam. Sebuah sumber mata air yang bersih dan tidak pernah kering sepanjang masa.
Jika melihat perjuangan Siti Hajar tersebut sungguh betapa pentingnya sosok pejuang tersebut untuk kita ingat selalu. Bahkan al-Qur’an pun ikut mengabadikan dan mengapresiasinya. Hal ini tergambar dalam QS. al-Baqarah ayat 158 yang berbunyi:
۞ اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui”. (QS. al-Baqarah:158)
Menurut Buya Husein dalam buku yang sama, meskipun Allah tidak menyebut nama “sang pejalan kaki” itu secara eksplisit. Tetapi para ahli tafsir sepakat bahwa sosok tersebut ialah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim.
Sejarah Sa’i
Di sisi lain, dalam sejarah sa’i juga memperlihatkan dengan jelas pada kita bahwa ada sosok perempuan yang tabah, tidak kenal lelah, penuh ketulusan dan rasa cinta. Sehingga air di dalam peristiwa Siti Hajar ini menjadi simbol sumber kehidupan manusia dan alam. Perjuangan beliau mencari air merefleksikan tentang mempertahankan kehidupan manusia. Melalui Peristiwa sa’i Islam Menegaskan bahwa Perempuan adalah Manusia Utuh
Masih dalam buku yang sama Buya Husein menguraikan bahwa hal penting lainnya dalam rangkaian perayaan Idul Adha ialah pemilihan tokoh perempuan dalam kisah sa’i. Dalam catatan sejarah menyebutkan bahwa Siti Hajar merupakan sosok perempuan dengan beban ganda karena ia membesarkan anak seorang diri tanpa kehadiran suami.
Bahkan Siti Hajar juga menjadi sebagai sosok yang berstatus rendah. Karena ia adalah seorang budak berkulit hitam dari Ethiopia. Namun berkat katabahan dan ketulusan Siti Hajar dalam menjalani hidup mengantarkannya menjadi seorang perempuan yang luar biasa dan mulia. Ia menjadi sebagai sosok perempuan tangguh dan berani untuk terus berjuang demi menyelamatkan kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa ia sangat mencintai kemanusiaan.
Oleh karena itu, jangan pernah lupakan perjuangan Siti Hajar dalam momen Idul Adha. Karena pengorbanan beliau adalah salah satu hal yang mengantarkan pristiwa besar seperti sa’i, kurban dan munculnya air Zamzam terjadi dan menjadi peradaban Islam yang bisa kita jalani saat ini. []