Mubadalah.id – Menengok kembali kehidupan perempuan di zaman Nabi Saw, banyak fakta-fakta tentang keterlibatan perempuan di ruang publik termasuk dalam persoalan ekonomi. Al-Hawla al-Attharah perempuan penjual parfum di kota Madinah pernah mendatangi nabi dan bertanya “wahai nabi, aku adalah seorang pengusaha, sedang suamiku miskin dan anak-anaku tak memiliki pekerjaan, bisakah aku menafkahi mereka?” Nabi menjawab: “kamu akan mendapatkan pahala atas apa yang kamu berikan kepada mereka.
Contoh lain yang sederhana dan masyhur kita ketahui, bisa kita ingat kembali sosok Sayyidah Khadijah, istri Rasulullah yang berprofesi sebagai womenpreneur, harta yang beliau miliki dialokasikan untuk kebutuhan keluarga maupun dakwah agama. Dari sini kita tahu bahwa syari’at Islam tidak melarang perempuan untuk mencari nafkah di dalam keluarga.
Menurut para ulama fiqh, nafkah mengacu pada tanggung jawab seseorang untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Termasuk kebutuhan dasar seperti bahan pokok: roti dan gula. kemudian pakaian, tempat tinggal, dan segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti air, minyak, lampu, dan lain sebagainya.
Pandangan Sayid Sabiq
Menurut Djaman Nur dalam bukunya Fiqh Munakahat, kewajiban ini harus dilakukan oleh individu yang bertanggung jawab memberikan nafkah. Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-Islam menyatakan bahwa nafkah berarti memberikan apa pun yang dibutuhkan oleh istri, termasuk makanan, tempat tinggal, pembantu, dan pengobatan, meskipun istri tersebut kaya.
Kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada istri maupun anaknya, termaktub dalam QS. al-Baqarah ayat 233.
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ…الأية
Artinya “Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya…”
Kewajiban nafkah yang dibebankan terhadap suami seperti di atas, apakah membuat istri tidak boleh ikut berperan dalam mencari nafkah? Jelas tidak. Karena mencari nafkah bisa dilakukan bagi suami maupun istri. Sebagaiamana yang kita ketahui di atas pada kisah perempuan-perempuan yang ada di zaman Nabi Saw.
Subjek Pencari Nafkah Perspektif Trilogi KUPI
Pemahaman ayat tentang nafkah di atas dapat kita tinjau menggunakan perspektif Trilogi KUPI yaitu mubadalah, keadilan hakiki dan makruf.
Pertama, dalam perspektif mubadalah suami dan istri memiliki hak yang sama dalam mencari nafkah. Keduanya dapat saling membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan hal ini bisa menjadi sebuah jalinan relasi yang harmonis dalam rumah tangga. Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam karyanya “Perempuan (bukan) Sumber Fitnah” mengatakan mubadalah adalah relasi antara dua pihak berbasis kesetaraan, kesalingan dan kerjasama.
Kedua, konsep keadilan hakiki. Sebagaimana menurut Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm ketika menyampaikan materi pada forum Akademi Mubadalah Muda 2023, keadilan hakiki memberi perhatian khusus pada subjek atau pihak yang lemah. Artinya, antara suami dan istri ketika salah satu pihak ada yang tidak mampu untuk mencari nafkah. Maka pihak yang mampu dapat menggantikan perannya.
Ketiga, konsep makruf. Dalam bukunya metodologi fatwa KUPI, Kang Faqih menyatakan bahwa makruf itu menemukan kebaikan yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Dari sini kita bisa melihat, ketika suami istri saling membantu dalam mencari nafkah, atau bertukar peran. Termasuk ketika satu pihak tidak dapat melakukannya. Maka ini adalah perbuatan baik dan sesuai dengan perintah al-Qur’an untuk saling mu’asyarah bi al ma’ruf.
Pendekatan Trilogi KUPI
Dengan memahami konsep nafkah melalui pendekatan mubadalah, keadilan hakiki, dan makruf dapat mencegah terjadinya perceraian dengan alasan suami tidak mampu memberikan nafkah. Atau suami harus memberikan nafkah sesuai dengan keinginan istri, yang menetapkan standar nafkah di atas kemampuan suami. Selain itu, hal ini juga agar suami tidak serta merta melarang istri untuk ikut andil dalam mencari nafkah.
Kendati demikian, tidak berarti kewajiban yang menjadi beban suami untuk memberi nafkah kepada istri dan keluarganya. Sebagaimana menurut syari’at Islam, hilang begitu saja. Sebab ini akan berpotensi suami tidak mau memberikan nafkah dengan alasan tidak memiliki kewajiban.
Melalui pemahaman Trilogi KUPI ini, maka konsep nafkah dapat berfungsi sebagai pedoman bagi pasangan suami istri dalam meningkatkan kesejahteraan dan keharmonisan keluarga. Pernyataan ini menunjukan bahwa pedoman tersebut merupakan sebuah kesepakatan antara anggota keluarga untuk saling berkomitmen dalam melakukan hal-hal baik. Maka tujuan mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan di dalam kehidupan berumah tangga. []