• Login
  • Register
Minggu, 18 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Keistimewaan Malam Lailatul Qadar

Keutamaan lain dari Lailatul Qadar, dan ini adalah keutamaannya yang keempat. Keutamaan yang dimaksud adalah, selaras dengan namanya, Lailatul Qadar adalah malam penentuan atau “al-taqdîr”

Roland Gunawan Roland Gunawan
14/05/2020
in Featured, Hukum Syariat
1
Lailatul Qadar

Lailatul Qadar

130
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – BULAN Ramadhan adalah bulan penuh berkah karena banyak pahala yang dibagi-bagikan secara mudah. Banyak momen penting yang terjadi di bulan ini. Di antaranya adalah Lailatul Qadar yang diyakini oleh seluruh umat Muslim sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Di dalam kitab “Murâh Labîd li Kasyf Ma’nâ Qur`ân Majîd” karya Imam Nawawi al-Jawi, dijelaskan bahwa Lailatul Qadar Allah Swt. Adalah malam diturunkannya al-Qur`an dari lawh al-mahfûzh berdasar tulisan para malaikat langit dunia ke Baitul Izzah.

Makna “al-qadr” sendiri sebetulnya adalah “al-taqdîr” (penentuan). Artinya, ia dinamakan Lailatul Qadar karena di dalamnya Allah menentukan segala urusan hingga tahun mendatang, seperti kematian, ajal, rizki, dan lain-lain. untuk kemudian memasrahkannya kepada empat malaikat pengatur (mudabbirât al-umur), yaitu Israfil, Mika`il, Izra`il, dan Jibril as.

Kendati para ulama sepakat bahwa Lailatul Qadar hanya ada di bulan Ramadhan, mereka berbeda pendapat mengenai penentuan kapan malam mulia itu berlangsung. Mayoritas dari mereka mengatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27 Ramadhan berdasarkan pernyataan Ibn Abbas, “Bilangan yang paling disukai Allah adalah bilangan ganjil (al-witr), dan bilangan ganjil yang paling disukai-Nya adalah angka tujuh.”

Kemudian Ibn Abbas menyebutkan tujuh lapisan langit, tujuh lapisan bumi, tujuh hari dalam seminggu, tujuh tingkatan neraka, jumlah tawaf, jumlah sa’i, dan tujuh anggota badan. Semua bilangan ini, menurutnya, menunjukkan bahwa Lailatul Qadar berlangsung pada malam ke-27 Ramadhan. Juga, menurut Ibn Abbas, Lailatul Qadar—dalam bahasa Arabnya—terdiri dari sembilan huruf, dan disebutkan dalam surat al-Qadr sebanyak tiga kali. Sehingga kalau dijumlah menjadi 27.

Baca Juga:

Lailatul Qadar, sebagai Momentum Muhasabah Diri

Spiritualitas Perempuan dan Pencarian Lailatul Qadar: Perspektif Mubadalah

Peluang Wanita Haid dalam Meraih Keutamaan Lailatul Qadar dalam Pandangan Islam

Lailatul Qadar adalah Pesan Pelestarian Lingkungan

Riwayat lain menyebutkan, bahwa Utsman ibn Abi al-Ash mempunyai seorang budak. Budak itu berkata kepadanya, “Tuan, air laut akan menjadi tawar pada suatu malam dari bulan ini (Ramadhan).” Utsman ibn Abi al-Ash berkata kepadanya, “Kalau malam yang kau maksud itu tiba, segera beri tahu aku.” Dan ternyata itu adalah malam ke-27.

Sebagai malam yang sangat diistimewakan, Lailatul Qadar mempunyai banyak keutamaan. Secara garis besar, seperti disebutkan dalam Surat al-Qadr, ada tiga keutamaan Lailatul Qadar, yaitu: pertama, Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan, yaitu 83 tahun 4 bulan.

Artinya, ibadah yang dilakukan di malam itu lebih baik dari ibadah selama seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Diceritakan oleh Imam Mujahid bahwa seorang laki-laki dari Bani Israel rajin bangun malam melakukan shalat hingga pagi. Setelah itu ia bekerja hingga sore hari. Hal itu ia lakukan selama seribu bulan sampai ia meninggal.

Nabi Saw. sendiri merasa takjub mendengar ceritanya. Hingga kemudian Allah memberi kabar gembira untuk umat Nabi Saw. mengenai satu malam di bulan Ramadhan yang nilainya lebih baik dari seribu bulan orang Israel itu. Siapapun dari umat beliau yang berhasil meraih malam mulia tersebut, maka keberkahan dan pahala yang didapatnya lebih baik dari keberkahan dan pahala yang didapat oleh orang Israel tersebut.

Kita tahu bahwa ketaatan yang dilakukan selama seribu bulan lebih berat ketimbang ketaatan yang dikerjakan satu malam. Tetapi, satu pekerjaan terkadang berbeda kondisinya terkait kebaikan dan keburukannya dikarenakan perbedaan tujuan. Misalnya shalat berjamaah yang dianggap lebih utama dari shalat yang dikerjakan sendirian. Padahal shalat berjamaah terkadang terlihat ‘kurang sempurna’ ketika seseorang datang terlambat dan menjadi masbûq sehingga ia ketinggalan satu rakaat.

Contoh lain, kalau kita mengatakan kepada seseorang yang dirajam karena perbuatan zina, “orang ini adalah pezina,” maka ini tidak menjadi persoalan. Tetapi kalau kita katakan kepada orang Nasrani, maka itu adalah fitnah yang wajib dikenakan ta’zîr (hukuman).

Dan kalau kita katakan bagi Aisyah—yang dalam sejarah Islam awal disebutkan pernah diantar pulang oleh Abu Sufyan—, maka itu merupakan sebentuk kekafiran, karena Aisyah adalah salah satu dari ummahât al-mu`minîn yang harus dihormati.

Dengan demikian, kalimat “orang ini adalah pezina” yang oleh sebagian orang dianggap ‘ringan’ pada hakikatnya lebih berat daripada gunung. Di sini menjadi jelas, bahwa setiap perbuatan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terkait pahala dan hukumannya karena perbedaan tujuan. Sehingga tidak mustahil ketaatan yang sedikit menjadi sama pahalanya dengan ketaatan yang banyak.

Kedua, keutamaan lain Lailatul Qadar adalah bahwa pada malam itu para malaikat—mereka adalah para penghuni Sidratul Muntaha—turun ke bumi bersama Jibril as. yang membawa empat panji. Panji pertama ia letakkan di atas kuburan Nabi Saw., panji kedua di atas Baitul Maqdis, panji ketiga di atas Masjidil Haram, dan panji terakhir di atas bukit Sinai.

Dan di malam itu juga, setiap rumah yang di dalamnya terdapat laki-laki atau perempuan beriman, Jibril as. akan memasukinya sembari mengucapkan salam, “Wahai laki-laki atau perempuan yang beriman, Zat Mahadamai menyampaikan salam kepadamu, kecuali kepada para pencandu khamr dan pemutus tali silaturrahim.”

Turunnya mereka ke bumi terkait dengan urusan yang telah ditetapkan Allah Swt. untuk tahun itu dan tahun mendatang. Masing-masing turun untuk urusan yang berbeda-beda. Nabi Saw. mensinyalir bahwa Allah memutuskan ketetapan-ketetapan di malam al-Bara`ah, yaitu malam nisfu Sya’ban.

Kemudian pada malam Lailatul Qadar Dia memasrahkannya kepada para malaikat pengatur (mudabbirât al-umûr) untuk disematkan kepada setiap manusia. Para malaikat itu melihat bermacam-macam ketaatan di bumi yang tidak pernah mereka lihat di alam langit.

Ketiga, termasuk keutamaan Lailatul Qadar adalah bahwa malam itu terbebas dari hembusan angin (riyâh), menyebarnya penyakit (adzâ), hentakan petir (shawâ’iq), dan ancaman setiap marabahaya (ãfah) seperti dikatakan oleh Abu Muslim dan Ibn Abbas.

Sebuah riwayat mengatakan bahwa malam itu terbebas dari segala hal menakutkan (amr mukhawwif) dan segala kejahatan (syurûr). Riwayat lain mengatakan bahwa malam itu terbebas dari perbedaan/ketidaksamaan (tafâwut) dan kekurangan/cacat (nuqshân).

Kedamaian, ketenangan, dan keseimbangan benar-benar menjadi penghias malam mulia nan agung itu. Para malaikat turun dengan berbondong-bondong ke muka bumi dari permulaan malam sampai terbitnya fajar. Mereka mengucapkan salam kepada setiap hamba yang benar-benar taat kepada Allah Swt.

Atas dasar itu, jelaslah bahwa Lailatul Qadar tidak sama dengan malam-malam lain. Di malam itu, setiap muslim dianjurkan mengerjakan ibadah fardhu di sepertiga pertama, ibadah sunnah di pertengahan, dan doa di waktu menjelang terbitnya fajar. Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang terjaga [melakukan shalat] pada Lailatul al-Qadar dengan keimanan dan hanya mengharap balasan dari Allah semata, maka diampuni segala dosanya,” [HR. al-Bukhari].

Sebenarnya, ada keutamaan lain dari Lailatul Qadar, dan ini adalah keutamaannya yang keempat. Keutamaan yang dimaksud adalah, selaras dengan namanya, Lailatul Qadar adalah malam penentuan atau “al-taqdîr”. Hal ini menyiratkan makna, bahwa pada malam itu, selain menentukan urusan kematian, ajal, rizki, dan lain-lain, Allah Swt. juga menentukan siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang termasuk golongan al-‘Â`idîn wa al-Fâ`izîn (orang-orang yang kembali suci karena keberhasilan mereka meraih kemenangan setelah berjuang melawan gempuran hawa nafsu selama bulan Ramadhan), yaitu mereka yang senantiasa berjuang menegakkan kebenaran dan memerangi segala bentuk kebatilan dengan berpedoman kepada al-Qur`an sebagai petunjuk.

Merekalah yang berhak mendapatkan limpahan kasih-sayang (rahmah) dari Allah. Merekalah yang berhak mendapat curahan ampunan (maghfirah) dari-Nya. Dan karena itu, merekalah yang dipastikan terbebas dari siksa api neraka (‘itq min al-nâr). Tiada balasan paling layak bagi mereka kecuali surga Firdaus. []

Tags: Hikmah RamadhanKajian RamadhanLailatul QadarMalam Kemuliaan
Roland Gunawan

Roland Gunawan

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Perjalanan Thudong

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

30 April 2025
Nyai Fatmah Mawardi

Nyai Fatmah Mawardi, Mengurai Jejak Ulama Perempuan Madura

26 April 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version