The World of The Married merupakan drama korea yang terbilang sukses menjadi tontonan fenomenal di tengah merebaknya pandemi corona di seluruh dunia. Tidak mengherankan, karena drama ini disebut-sebut telah berhasil mendapatkan rating tertinggi dalam sejarah pertelevisian Korea.
Di Indonesia sendiri, drama ini menjadi topik perbincangan yang hangat oleh sebagian masyarakat yang saat ini tengah menikmati anjuran pemerintah untuk tetap “stay home”. Bagi sebagian besar masyarakat penikmat drama, The World of The Married memiliki sensasi tersendiri karena berhasil mengaduk-aduk emosi penonton, terlebih ceritanya yang terpusat pada permasalahan rumah tangga.
Tema drama ini sebenarnya sederhana, yakni tentang pengkhianatan seorang suami yang berakibat pada hancurnya kebahagiaan rumah tangga yang telah dibina selama lima belas tahun. Tema sederhana ini kemudian menjadi menarik sebab alur cerita dalam setiap episode dibuat menegangkan sehingga mengundang rasa penasaran penontonnya.
Namun, apabila dipandang lebih dalam lagi dengan pespektif gender, ternyata drama ini merepresentasikan perempuan secara ironis. Hampir seluruh tokoh-tokoh perempuan di dalam The World of The Married dipaksa kalah!
Tokoh Utama Ji Sun-woo digambarkan sebagai perempuan cantik, cerdas, cakap sehingga ia diangkat menjadi direktur muda dari sebuah rumah sakit terkenal di kotanya. Tidak sampai di situ, Ji Sun Woo juga digambarkan sebagai istri dan ibu yang sangat memperhatikan keluarganya.
Di tengah kesibukannya sebagai perempuan pekerja, Sun-woo tetap melaksanakan peran gandanya sebagai ibu rumah tangga. Ia tidak melupakan pekerjaan domestiknya seperti memasak, membereskan rumah dan menyetrika baju.
Sun-woo merupakan sosok ideal dari perempuan urban. Akan tetapi ironisnya, sosok yang digambarkan ideal ini tidak memenangkan pertarungan bahkan sampai di akhir cerita. Pada konflik awal drama ini, Sun-woo dikhianati oleh suaminya, tetapi di episode penutup Sun-woo tetap harus menanggung derita atas keputusan yang ia ambil untuk berpisah dari suaminya yaitu kesepian dan kesendirian.
Bahkan, Sun-woo harus kehilangan anak yang sekian lama ia perjuangkan. Ironi yang sama juga berlaku pada tokoh-tokoh perempuan lainnya seperti Yeo Da-kyung, Go Ye-rim, dan Myung-Sook yang juga digambarkan sebagai orang-orang yang kalah di dalam drama ini.
Da-kyung misalnya, yang digambarkan sebagai perempuan yang sangat terobsesi pada suami Sun-woo. Obsesinya membuat Da kyung melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Yang menjadi ironis di sini adalah bahwa Da-kyung sebenarnya seorang perempuan cantik, kaya dan pintar tetapi ia malah digambarkan jatuh cinta pada lelaki pengangguran, suami orang pula.
Sementara itu, tokoh lainnya, Go Ye-rim digambarkan sebagai perempuan yang sangat patuh pada suami, ibu rumah tangga yang hidupnya ia dedikasikan untuk melayani dan mengurus sang suami. Namun ironisnya dalam drama ini, ia digambarkan tidak memiliki keturunan dan beberapa kali dikhianati oleh suaminya.
Tokoh lainnya yang juga banyak dibicarakan dalam drama ini adalah Hyun-seo, merupakan perempuan yang berulang kali ia mendapat kekerasan dan pemukulan oleh kekasihnya dan Myung-sook, yang digambarkan sebagai dokter ambisius dan telat menikah sehingga beberapa kali sering dicemoohi di beberapa adegan.
Gambaran-gambaran perempuan yang dipaksa kalah pada The World of The Married seolah telah melegalkan beberapa stigma yang melekat pada kaum perempuan di tengah masyarakat patriarki. Misalnya, stigma mengenai “wanita karir” yang tidak akan pernah bisa menyelamatkan rumah tangganya yang terlihat pada penggambaran tokoh Ji Sun-woo yang harus menelan pil pahit, kehilangan keluarganya.
Atau stigma “perawan tua” yang disebabkan terlalu asyik bekerja yang terlihat pada tokoh Myung-sook yang digambarkan sebagai dokter yang ambisius akan jabatan. Stigma “pelakor” juga muncul di tengah masyarakat saat membicarakan tokoh Da-kyung, terlepas dari hubungannya dengan suami orang atas dasar “suka sama suka”. Stigma “mandul” yang berakibat ketidakharmonisan keluarga juga muncul saat melihat tokoh Go Ye-rim.
Tidak ada satu tokoh perempuan pun dalam drakor The World of The Married ini yang digambarkan sebagai subjek utuh, mereka selalu dikaitkan pada posisi relasi gendernya dengan laki-laki. Dan jika mereka mencoba untuk keluar dari itu, mereka akan dipaksa kalah (seperti Ji Sun-woo dan Go Ye-rim) atau dihilangkan dari cerita (Da Kyung dan Hyun Seo).
Sedangkan tokoh laki-laki, meskipun tidak menang, tapi di akhir cerita mereka mampu mengatasi masalah dengan sangat baik. Saya sebagai penonton sedikit kecewa karena efek “jera” tidak dimunculkan oleh drama ini.
Ironis sekali melihat tokoh Le Tae-oh yang akhirnya dimaafkan oleh sang istri, kembali merintis karirnya setelah perbuatan dan kejahatan yang telah ia lakukan. Begitu juga dengan Je – hyuk yang mendapatkan kekasih sesuai keinginannya setelah pengkhianatan yang ia lakukan terhadap Go Ye Rim.
Berbagai ketimpangan yang disajikan drama ini (terutama ending cerita) telah menunjukkan ideologi gender teks yang berat sebelah, yaitu melahirkan stigma-stigma perempuan yang dipaksa kalah dalam tatanan masyarakat partiarki. []