• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina: Pesantren yang Ajarkan Nilai-nilai Keadilan dan Kesetaraan

Di Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, para santri perempuan didorong untuk dapat sama-sama terlibat aktif dengan santri laki-laki. Bahkan di pesantren ini, para santri dibekali ilmu dan perspektif tentang keadilan gender

Siti Miratul Masfufah Siti Miratul Masfufah
26/10/2023
in Personal
0
Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

786
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina di bawah asuhan Abi Marzuki Wahid dan Bunda Nurul Bahrul Ulum menjadi salah salah satu pesantren yang kira sangat langka. Karena di pesantren ini, saya diajarkan tentang banyak hal, terutama soal nilai-nilai keadilan, kesalingan dan kesetaraan gender antara santri laki-laki dan perempuan.

Mungkin bagi sebagian orang, isu soal keadilan, kesalingan dan keseteraan gender masih sangat rentan untuk dibicarakan di pesantren. Bahkan menjadi hal yang sangat tabu. “Santri perempuan ko belajar soal keseteraan gender. Mau melawan kodrat?.” Kira-kira begitu ucapan yang kerap saya dengar.

Terlebih, jika mengutip pandangan M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan, ia mengatakan bahwa perempuan di pesantren tampaknya belum banyak dibicarakan secara lebih khusus.

Bahkan Cliffort Geertz ketika mendeskripsikan pesantren, secara eksplisit hanya menyebutkan “siswa pria muda.”

Oleh sebab itu, hal inilah yang memperlihatkan kepada kita bahwa pada masa awal, pesantren hanya dihuni oleh laki-laki, atau hanya laki-laki saja yang dapat kesempatan belajar di pesantren.

Baca Juga:

#JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Akan tetapi, semakin majunya perkembangan zaman, pesantren kian mengalami perkembangan yang pesat. Hari ini, sudah banyak para perempuan yang belajar di pesantren.

Pesantren Perempuan

Namun, perlu kita ketahui salah satu pencetus berdirinya pesantren khusus perempuan pertama adalah Pesantren Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri, Pesantren Cukir dan Pesantren Seblak di Jombang.

Menurut Zamakhsyari, Pondok Pesantren perempuan telah berdiri sejak tahun 1910-an. Dari hasil penelitiannya di sejumlah pesantren, ia menyatakan bahwa jumlah santri perempuan pada waktu itu sangat besar rata-rata sekitar 60% dari santri laki-laki.

Di Cukir Tebuireng Jombang misalnya jumlah santri putri yang tinggal di komplek Seblak dan Cukir, pada tahun 1978 ada 1100 santri perempuan. Seperti halnya santri-santri laki-laki, santri perempuan juga berasal dari daerah-daerah yang jauh.

Greg Barton mencatat bahwa pada tahun 1917, KH. Bisri Syansuri, kakek Gus Dur dari Ibu adalah kiai yang pertama mengenalkan kelas pertama perempuan ke dunia pesantren.

Meskipun demikian, lagi-lagi fungsi perempuan dan pesantren mengalami pergeseran. Jika kita melihat pada awal berdirinya pesantren perempuan, bahkan angka perempuan yang belajar di pesantren sangat tinggi daripada santri laki-laki. Namun sekarang keberadaan santri perempuan kembali mengalami kemunduruan.

Artinya, pesantren sebagai fungsi masih kerapkali menempatkan para santri perempuan sebagai kelas kedua daripada santri laki-laki. Bahkan tidak memberikan ruang kepada santri perempuan untuk tampil di ruang publik.

Mungkin hal inilah yang kita kenal dengan sangat melekatkanya budaya patriakhi di pesantren. Hingga dampaknya para santri perempuan belum memiliki ruang publik bersama santri laki-laki.

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

Maka dengan berdirinya Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, saya kira menjadi salah satu pesantren yang berani mendobrak budaya patriakhi. Budaya yang melemahkan, dan mendiskriminasi para santri perempuan.

Di Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, para santri perempuan didorong untuk dapat sama-sama terlibat aktif dengan santri laki-laki. Bahkan di pesantren ini, para santri dibekali ilmu dan perspektif tentang keadilan gender dan mubadalah.

Dengan perspektif keadilan gender dan mubadalah ini, saya kira menjadi bekal bagi kami semua untuk menempatkan bahwa santri laki-laki dan santri perempuan itu adalah manusia yang wajib kita hormati, hargai dan muliakan.

Oleh sebab itu, kami sebagai santrinya, kami sama-sama diberikan ruang oleh pengasuh untuk sama-sama aktif, dan terlibat dalam berbagai kegiatan, perlombaan dan banyak hal lainnya.

Sehingga, hal inilah yang menjadi kekuatan bagi saya untuk terus menyuarakan bahwa santri perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dengan santri laki-laki. Dengan begitu, kami akan tumbuh menjadi santri yang memiliki perspektif yang memanusiakan manusia. []

Tags: keadilanKesetaraanLuhur Manhajiy FahminaNilai-Nilaipesantren
Siti Miratul Masfufah

Siti Miratul Masfufah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban
  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID