Mubadalah.id – Terlahir sebagai anak muda dari keluarga yang sangat kental dengan pemahaman agama yang konservatif dan melekat banyaknya kasus fanatisme terhadap golongan dan mudah terprovokasi pemahaman agama yang ekstrim dengan lingkungan patriarki.
Di mana perempuan masih di posisi kedua dalam berbagai peran baik domestik maupun publik dengan laki-laki. Hal ini, membuat saya menjadi kesulitan dalam mengembangkan potensi diri dan bersosialisasi di mana ada keterbatasan di dalamnya.
Dalam lingkungan yang di mana ketidaksetaraan dan tumpang tindih peran yang dilakukan oleh para tokoh di desanya membuat anak muda menjadi diam dan apatis.
Karena setiap keterlibatan anak mudanya dipolitisasi menjadi kepentingan orang dewasa yang melabelkan agama, golongan dan lainnya telah mengkikis rasa kepedulian anak mudanya.
Di Kabupaten Cirebon sendiri sering terjadi kasus intoleransi dan diskriminasi kepada agama, golongan, suku, adat atau kelompok minoritas lainnya baik di sekolah maupun di masyarakat.
Melansir dari Kompas.id, menyebutkan bahwa selama 2015 sampai pertengahan 2021, terdapat 30 pelaku terorisme berasal dari Cirebon. Sejumlah 17 orang di antaranya dari Jamblang.
Selain itu, ada juga yang ditangkap terkait bom Thamrin dan rencana bom bunuh diri di Istana Negara, Jakarta pada 2016, serta terlibat penusukan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada 2019.
Perkembangan Arus Informasi
Di samping arus informasi yang sangat mudah diakses melalui gadget, bukan lagi persoalan gaya hidup melainkan kebutuhan hidup dalam melakukan kegiatan berbasis digitalisasi.
Jika informasi yang di konsumsi mengandung unsur SARA dan ujaran kebencian, maka akan semakin tinggi tingkat intoleransi dan tindakan diskriminasi yang anak muda maupun dewasa lakukan dalam mengimplementasikan perilaku tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.
Langkah pertama yang saya lakukan sejak tahun 2018, tepatnya pada saat saya menempuh studi di salah satu universitas di Cirebon.
Di sana, saya mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan dan organisasi kepelajaran yaitu IPPNU. Saya juga sering terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Fahmina Institute. Di antaranya yaitu SETAMAN, Pelatihan Kepemimpinan, TOT, dan Diskusi Lintas Iman.
Pengalaman dan ilmu yang saya dapat membawa saya ke pertukaran pelajar Di Kenya pada tahun 2020. Di mana di dalam pertukaran pelajar itu saya dan teman-teman dari Indonesia membawa isu toleransi dan keterlibatan dari setiap institusi. Termasuk semua lembaga dalam mencegah kasus intoleransi, kekerasan berbasis gender, diskriminasi, ektrimisme bahkan terorisme yang terjadi di Indonesia.
Mengajak Diskusi Soal Keberagaman
Saya sering melakukan diskusi tentang keberagaman dalam ideologi pancasila yang telah merubah mindset dan perilaku saya untuk lebih berfikir terbuka dan menghargai segala perbedaan yang bersifat kemanusiaan.
Pengalaman dalam beroragnisasi di IPPNU juga membuat saya sering melakukan sosialisai tentang nilai-nilai keberagaman dan toleransi.
Serta sering melibatkan anak muda dari background yang berbeda dengan ikut terlibat dalam pembentukan komunitas yang bernama FORKOLIM REMAJA. Di dalamnya berisi tentang sosialisai antar umat beragama, tradisi dan kebudayaan di setiap agama dari kepercayaan setiap anggotanya. Di mana hal tersebut terdiri dari NU, Muhammadiyyah, Ahmadiyah, Kristen, Katolik, Tionghoa, Sunda Wiwitan dan Budha.
Mengkampanyekan nilai-nilai keberagaman universal yang mengikat. Hal itu membuat kesadaran nyata anak muda dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila dan UUD 1945.
Anak muda yang memiliki sikap individualisme yang sedang marak sedikit banyaknya terkikis ketika ruang dialog terbuka.
Dalam ruang dialog ini setiap anak di buat untuk saling bertanya dan mengemukakan pendapatnya tentang keresahan dan kegelisahan yang di alaminya.
Sehingga terjadi pola komunikasi yang bersifat kooperatif dan efektif. Keraguan atau kegelisahan yang anak muda alami akan berubah menjadi pengalamann dan pengetahuan untuk bersikap dan bersosialaisai.
Pentingnya Keterlibatan Anak Muda
Hal ini juga mendapatkan pembelajaran pentingnya keterlibatan anak muda dalam membangun komunikasi secara terbuka untuk menjaga toleransi dalam keberagaman di dalam masyarakat.
Tujuan dalam melibatkan anak muda menjadi penggerak dalam menjaga dan melestaraikan nilai-nilai toleransi, gotong royong dan kegiatan sosial lainnya. Bahkan untuk merawat keberagaman di lingkungannya itu tidak terlepas dari cita-cita bangsa Indonesia.
Sehingga dari kemajemukan masyarakatnya tetap terjaga persatuan dan kesatuan di dalamnya. Terlebih 30 tahun kedepan bangsa Indonesia akan generasi muda kuasai. Generasi tersebut akan menjadi figure utama dalam menyongsong Indonesia yang lebih baik lagi yang berkeadilan. Serta berperikemanusiaan dalam mencapai cita-cita bangsa Indonesia.
Untuk itu keterlibatan anak muda dalam menjaga toleransi keberagaman di masyarakat sangatlah efektif. Karena hal ini untuk menyiapkan bangsa yang berdaulat adil dan makmur.
Bangsa yang hebat adalah bangsa yang anak mudanya aktif dan produktif. Serta insklusif dalam memandang keberagaman yang penuh dengan keniscayaan dan keindahan. Bahkan memliki komitmen kebangsaan yang kuat dan bijaksana. []