• Login
  • Register
Rabu, 18 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Catatan Budaya Patriarki Bangsa Arab dalam Syair

Penyair Arab perempuan menuangkan pengalamannya dalam syair. Bahitsa menyiratkan diskriminasi dan patriarki terhadap kaum perempuan

Umi Barokah Umi Barokah
04/03/2024
in Pernak-pernik
0
Budaya patriaki Arab dalam Syair

Budaya patriaki Arab dalam Syair

847
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Catatan budaya patriarki bangsa Arab dalam Syair  menjadi salah satu media penyair perempuan menyampaikan baik curahan hati maupun aspirasi golongan perempuan. Karya sastra dengan beragam dan bagaimanapun bentuk maupun jenisnya tidak terlepas dari hasil pengaruh sebuah budaya penulisnya.

Adanya karya sastra merepresentasikan bagaimana masyarakat dan seluruh sistem yang melingkupinya seperti, nilai-nilai, kekuasaan, strata sosial, kepentingan, ekonomi, politik, dsb, menjadi bukti nyata sastra sebagai teks budaya suatu masyarakat. Stuart Hall menyatakan bahwa kebudayaan ialah lingkungan aktual untuk beragam praktik, representasi, bahasa, maupun adat istiadat suatu masyarakat tertentu.

Catatan budaya patriarki bangsa Arab dalam syair sebagaimana jurnal “Perkembangan Kesetaraan Gender Di Negara-Negara Arab”. Annisa Malinda Natasya Hagk and Umi Najihah K Kholilah menyebutkan bahwa adat istiadat serta kebudayaan Bangsa Arab sangat berperan dalam proses memperjuangkan kesetaraan gender.

Konsep gender masih menjadi persoalan yang terus menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan dari masa dahulu hingga sekarang. Penyair perempuan Arab banyak menuangkan pengalaman problematika ini dalam karya.

Para ahli sastra Arab menyebutkan bahwa jenis syair Arab terbagi ke dalam beberapa bagian (aghradl al-syi’ir). Maksudnya adalah terdapat beberapa tema yang berhubungan dengan tujuan pembuatan syair. Tema-tema terebut tentu saja berkaitan erat dengan situasi dan kondisi baik sosiologi maupun budaya bangsa Arab pada masa itu. Para penyair penyair perempuan Arab menggunakan beberapa tema seperti: ghazal, madh, hija’, hamasah, ritsa’, fahkhar, dan washaf

Baca Juga:

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Tauhid sebagai Dasar Kesetaraan

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

#JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Ulayya Binti al-Mahdi, Cinta terputus karena beda status

Catatan budaya patriarki bangsa Arab dalam syair seperti karya  Ulayya binti al-Mahdi. Ulayya binti al-Mahdi bin al-Mansur atau lebih dikenal dengan Ulayya binti al-Mahdi (160 H- 210 H/ 777 M-825 M) merupakan penyair Arab perempuan dari Dinasti Abbasiyah dari keturunan Bani Abbas.

Ayahnya merupakan khalifah ke-tiga Dinasti Abbasiyah, Al-Mahdi Billah yang menduduki jabatannya sejak tahun 775 M dan berakhir saat ia wafat, yakni tahun 785 M. Ibunya merupakan seorang penyair, bernama Maknounah, juga seorang selir raja yang sebelumnya menjadi budak perempuan Marwanites.

Ulayya hidup bersama saudara tirinya, Khalifah Harun Al-Rasyid, yang menjabat pada periode (786-809) setelah kematian ayahnya. Namun posisinya sebagai keturunan khalifah justru menghambat perjalan cintanya. sebagaimana ia tuliskan dalam kutipan syairnya:

ما زلتُ ما دخلتُ القصر في كربٍ # أهذى بذكرك صبا لست أنساك

لاتحسينبي وإن حَجَابُ قصركم # سدوا الحجاب وحالوا دون رؤياك

أني تَغَيَّرْتُ عما كنت ياسكني # أيام كنت إذا ما شئت ألقاك

لكنَّ حُبَّك أبلاني وعذبني # وأنت في راحة طوباك طوباك

Aku belum memasuki istana dalam kesedihan, halusinasiku dengan mengingatmu tentang masa muda, aku tidak akan melupakanmu                                                    

Jangan berbuat baik padaku meski tabir menghalangimu, Mereka menutup hijab (penghalang) dan membatasinya tanpa melihatmu

 aku telah berubah dari tempat tinggal dulu, hari-hari dimana sesukaku menemuimu                                                                   

Tapi cintamu telah membuatku lelah dan menyiksaku, Dan kamu beristirahat dengan tenang, berbahagialah!, berbahagialah!

Kutipan syair di atas merupakan catatan perjalan kisah cintanya. Salah satu peristiwa terkenal yang terjadi pada masa khalifah (Harun al-Rashid) saat Ulayya jatuh cinta terhadap seorang budak. Tetapi para pembesar pemerintahan menentangnya karena perbedaan kelas sosial. Hal tersebut membuat khalifah sangat marah terhadap Ulayya.

Catatan Patriarki Bangsa Arab dalam Syair Bahitsa Binti al-Mustakhfi

Penyair Arab perempuan yang turut membuat catatan patriarki bang Arab yakni Bahitsa. Bahitsa al-Badiyyah lahir pada 25 Desember tahun 1886. Anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan suami istri dari keluarga Mesir kelas menengah. Ayahnya, Hifni Bahitsa, adalah lulusan Azhari dan mahasiswa Jamal al-Din al-Afghani. Di mana ia memiliki hubungan dekat dengan beberapa pembaharu Islam seusianya.

Pada 1907, Bahitsa mulai menulis untuk koran liberal/nasionalis “al-Jarida”, dengan Ahmad Luti al-Sayyid sebagai pimpinan juga salah satu pendiri Partai Umma. Semboyan bagi Luti al-Sayyid dan medianya ialah, “feminisme adalah bagian penting dari nasionalisme sejati”. Kombinasi semangat nasionalis dan feminisme Bahitsa sangat konsisten dan selaras dengan pemikirannya.

أما السفور فحكمه  # في الشرع ليس بمعضل

ذهب الأئمة فيه بي # ن نحرم و محلل

Adapun sufur (cadar), maka hukumilah dalam syariat tanpa mempersulit

Para imam berpendapat (sufur) Antara haram dan halal

Maksud bait tersebut mendeskripsikan bagaimana perempuan menempati kelas kedua. Pengalaman diskriminiasi dari golongan laki-laki seperti tidak ada ruang untuk mengutarakan pendapatnya. Catatan budaya patriarki bangsa Arab dalam syair juga terdapat dalam karya Bahitsa. Ia mengutarakan pandangannya mengenai hukum cadar melalui syairnya. Meskipun ia tidak memaksa perempuan masa tersebut sependapat dengan dirinya untuk melepas cadar.

من بعد أقوال الأئم # ة لا محال لمقولي

لا أبتغي غير الفضي # لة للنساءٌ فأجملي

Tidak ada ruang untuk ucapanku Dari sebagian argumen para imam

Saya tidak berharap selain keutamaan Perempuan, maka percantiklah

Penyair Arab perempuan menuangkan pengalamannya dalam syair. Pada bait ini, Bahitsa menyiratkan terkait adanya diskriminasi dan patriarki terhadap kaum perempuan di masa tersebut. Ia merujuknya dengan kalimat  لا محال لمقولي.

Kalimat tersebut juga membuktikan bahwa masih ada ketimpangan terkait suara perempuan di ranah publik. Bahitsa sebagai pejuang dari kelompok feminis tentu saja mengekspresikan bentuk keprihatinannya kepada golongan perempuan. []

Tags: arabBudaya PatriakiGenderkeadilanKesetaraansyair
Umi Barokah

Umi Barokah

Alumni Magister Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah. Hobi menulis seputar Gender dan Sastra Arab

Terkait Posts

Sister in Islam

Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

18 Juni 2025
Kekerasan dalam

Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

18 Juni 2025
Pemukulan

Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

18 Juni 2025
Hiburan Walimah

Hiburan Walimah yang Meriah, Apakah Membawa Berkah?

17 Juni 2025
Kekerasan Perempuan yang

Nabi Saw Memuliakan dan Menolak Semua Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan

17 Juni 2025
Hajar dan Sarah

Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

16 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Surga Raja Ampat dan Ancaman Pertambangan Nikel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID