Senin, 17 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Generasi Muda dan Karier Buatan Sendiri

Baru di era digital ini keberlimpahan informasi memungkinkan generasi muda terpapar aneka ragam isu

M. Naufal Waliyuddin M. Naufal Waliyuddin
2 Mei 2024
in Buku, Rekomendasi
0
Generasi Muda

Generasi Muda

912
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Isu anak muda belakangan masih hangat sebagai topik ghibah. Baik di media, tongkrongan, debat politik, maupun di bilik akademik yang sepi namun kebak aura jumawa itu. Banyak nama besar lahir karena menelisik kajian ini, salah satunya Steven Threadgold.

Sebagai lektor kepala (associate professor) di Universitas Newcastle, Australia, Threadgold yang juga anak didik Pam Nilan—sarjana kenamaan di bidang serupa—berfokus meneliti sosiologi anak muda dan irisannya dengan kelas, ketidaksetaraan (inequality) dan aspek budaya.

Karya bukunya berjudul Youth, Class and Everyday Struggles (2019) mengupas bagaimana kaum muda di Australia menegosiasikan tantangan sehari-hari lewat beragam cara dan taktik. Salah satunya adalah lewat jalur “kreativitas” dan “DIY-Culture” (Budaya Do It Yourself). Dengan mengambil-kembangkan konsep-konsep praktik sosiologis Bourdieu, Threadgold menyelami kehidupan dan perjuangan sehari-hari kaum muda dalam merintis karier-buatan mereka sendiri (DIY-career)–yang selanjutnya saya terjemahkan sebagai “budaya swakarya”.

Budaya Swakarya: Kreativitas, Identitas dan Kerja Penuh Makna

Pada bagian ketiga di bukunya, Threadgold mengelaborasi DIY Culture (budaya swakarya). Frasa tersebut merangkum sebuah panorama di mana kaum muda bergumul-juang dengan kreativitas, identitas, dan kerja yang penuh makna (meaningful work).

Di bab ini ia masuk mengintai skena musik anak muda sebagai studi kasus. Baginya, musik adalah ranah di mana anak muda memproduksi sekaligus mengonsumsinya dalam kehidupan sehari-hari, sembari menemukan dan merawat identitas mereka.

Skena DIY atau swakarya sendiri di mata Threadgold merupakan sewujud perjuangan kultural dan produksi makna yang ditapaki individu/kelompok. Contoh lapangannya pada buku ini adalah punk—yang bahkan Threadgold posisikan sebagai ‘sinonim’ dari budaya swakarya (DIY) itu sendiri. Banyak anak muda yang bergabung di skena punk sebagai bagian dari proses individualisasi sekaligus wujud aktualisasi perubahan sosial. Bibir orang-orang kerap menyebutnya “pencarian jati diri”.

Skena swakarya, dalam praktiknya, acap kali disangkut-pautkan dengan sosok individu pelaku/kreator an sich. Banyak orang menceraikannya dari konteks di luar itu. Padahal, dalam realitasnya, potret kompleks di balik skena swakarya justru melibatkan multi-aspek yang sifatnya struktural dan jejaring rumit.

Di sini Threadgold membenturkan dengan prospek karier yang makin menipis bagi generasi muda kiwari. Lapangan kerja berkurang, populasi masih bengkak, dan jaminan sosial dari pemerintah justru menuju arah yang tidak supportif.

Kemudian antara peluang untuk menjadi buruh dengan perjuangan berbasis kreativitas, sekat di antara keduanya tampak samar. Posisi ‘alam-antara’ ini lantas menjadi medan di mana pilihan hidup sangat berisiko dan penuh ketidakpastian. Pendeknya: high risk, high return.

Resiko tinggi, tetapi kalau berhasil, gede juga imbalannya. Terlebih di bidang musik; berapa ratus ribu atau berapa juta anak muda yang menggelutinya dan berapa persen yang bisa menjadi Sheila on 7 dan Dewa 19? (sekadar ilustrasi kecil).

Budaya Swakarya sebagai Praktik

Namun begitu, di tengah kerapuhan lintas sektor, kaum muda yang terjun di skena ini memiliki agensi untuk tetap bertahan. Disiplin swakarya bahkan meresap menjadi filosofi hidup mereka. Sebutlah skena musik di Australia, sebagai contoh di buku ini, musik Indie sering kita pandang sebagai alternatif “otentik” atas “selera pasar” komersial arus utama (mainstream). Dan Threadgold mewawancarai sejumlah pemuda pelaku budaya swakarya tersebut. Orang-orang muda eksentrik, yang menempuh jalur di pelipir wajah zaman.

Hasilnya menunjukkan kalau pelabelan, penamaan, atau pengkotak-kotakan genre musik dan budaya swakarya mereka justru membuat mereka “rawan terkooptasi” oleh pasar. Dampaknya tentu sebagaimana berderet dalam sejarah. Di mana celana jins robek milik kaum buruh dan tukang direbut industri fesyen. Musik jazz dan blues dicuri oleh kalangan elite kulit putih; hingga Citayam Fashion Week yang direbut-daftarkan HAKI oleh pesohor selebritas; dan seterusnya.

Di tahap itu, Threadgold berargumen: budaya swakarya sebagai praktik, khususnya praktik afektif yang melibatkan perasaan dan aspirasi personal kaum muda, adalah juga sebentuk perjuangan. Para partisipan dalam risetnya telah melakoni hidup dan menghirup napas di dalam skena tersebut.

Praktik mereka bersifat relasional, bahkan menjadi sikap sekaligus estetika yang bergerak menembus batas-batas bidang musik, kelas sosial, dan latar belakang ras. Ia meresap ke alam sosial (kemasyarakatan), juga afektif (perasaan), dan menjadi ‘halaman’ tempat mereka memproduksi-ulang, menantang, dan mengubah situasi rentan mereka menjadi unsur yang lebih produktif. Produknya bisa lagu, merchandise, dan sejenisnya.

Karier Swakarya: Karier Buatan Sendiri

Dalam diskusi lanjutannya, analisis Threadgold menggiring ke topik yang lebih luas, dan tetap memukau. Ia mendedahkan term DIY-Career, persimpangan antara problem pasar tenaga kerja dan perjuangan jalur kreativitas individu/kelompok.

Berbekal hasil wawancaranya ke para pegiat skena musik tadi, ia menyingkap satu indikasi umum. Kondisi pasar kerja seakan memaksa—jika bukan memfetakompli—kaum muda agar menciptakan karier mereka sendiri demi mencapai hidup penuh makna (meaningful life).

Dengan kata lain, generasi muda yang Threadgold wawancarai justru memilih untuk hidup “kurang mapan”, asalkan terhindar dari jebakan “bullshit jobs” (istilah David Graeber) yang merujuk ke jenis pekerjaan kering makna, monoton dan sangat mekanis.

Ihwal demikian sekaligus mengisyaratkan kalau transisi pemuda dari studi menuju kerja secara formal tidak lagi sekaku dahulu. Dan potret karier-buatan-sendiri ini memang akrab dalam skena anak muda. Namun, ia juga berpotensi mengaburkan garis batas antara formal-informal, jam kerja-waktu luang.

Risikonya, pembeda antara karyawan, semi-karyawan dan non-karyawan menjadi tidak jelas. Kabur. Situasi ini menjadikannya cukup rawan. Ada potensi terjadinya eksploitasi oleh pihak pemberi kerja atas kelompok yang dipekerjakan–sebuah pemandangan yang sudah jamak kita ketahui di sekeliling kita.

Kendati demikian, untuk konteks di Indonesia terkait karier-buatan-sendiri sudah sering kita temukan. Banyak anak muda merintis usaha mereka secara mandiri. Membangun kedai kopi kecil, jualan buku dan baju di ruang niaga daring, jasa tata rias pengantin, suvenir wisuda dan pernikahan, hingga jual-beli followers–karier yang unik dan mungkin pertama kali diprakarsai oleh anak bangsa +62.

***

Sebagai akhiran, Threadgold, sebagai akademisi, ia tidak terjebak pada narasi dominan bernada “defektologi kepemudaan”. Yakni suatu tendensi yang condong memposisikan kaum muda sebagai objek untuk didisiplinkan, bersifat mengatur (governmentality), lewat pernyataan umpamanya “apa yang salah dengan pemuda kita hari ini?” tanpa kesediaan menggali lebih dalam dan kelapangan hati untuk mengerti seperti karib sendiri.

Threadgold tidak keserimpung dan jatuh ke lubang itu. Ia malah menyisir kalau konsep masa depan menjadi kabut pekat bagi generasi muda saat ini. Beragam isu krusial mulai dari pengangguran hingga krisis iklim membuat mereka kalut. Tantangan eksistensial belum pernah seserius ini di zaman mana pun.

Coba kenangkan: belum pernah ada dalam sejarah bangsa dan era kapan pun yang anak mudanya berkumpul dalam suatu tongkrongan membahas mulai dari kopi, puisi, krisis iklim, penggusuran, lapangan kerja, tempat wisata hidden-gems, hits, konflik agraria, krisis pangan, kriminalisasi aktivis lingkungan, kebun sawit, tambang, feminisme, novel Murakami, kejahatan seksual otoritas keagamaan, hingga tasawuf, korupsi dan oligarki elite–hanya dalam satu kali duduk!

Belum pernah ada dalam sejarah. Circle Socrates, Plato, sampai tongkrongan Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantara,  hingga Kartini dan Miss Dja Dardanella saja tak pernah mengalami kondisi perbincangan selebar, serandom, dan seberlompatan itu (dalam sekali duduk).

Baru di era digital ini keberlimpahan informasi memungkinkan generasi muda terpapar aneka ragam isu. Efeknya tentu ganda: memperkaya wawasan, sambil di saat yang sama, membuat kepala retak, cemas dan kalut karena kewalahan (overwhelmed).

Membaca uraian Threadgold dalam bukunya tadi membuat saya–yang juga muda dan remang masa depannya–menjadi merasa terwakili. Dari buku itu, ada dorongan mendesak yang secara implisit ia sodorkan, perlu adanya upaya riset yang terjun langsung menuju pengalaman aktual mengenai ketidakadilan sehari-hari yang anak muda alami.

Apa alasannya? Itu karena penggalian aspirasi otentik dari kaum muda sendiri justru dapat menjadi peluang. Temuannya bisa kita transformasikan menjadi suluh penguat—yang melibatkan ruang dinamika afektif-emosional mereka—sebagai bekal perjuangan hidup sehari-hari yang bisa saja menginspirasi kaum muda lainnya di luar sana. Begitu. []

Tags: Anak MudaBonus DemografiBudayaGenerasi MilenialGenerasi SandwichGenerasi ZkarierkreativitasmusikpemudaPeran Anak Muda
M. Naufal Waliyuddin

M. Naufal Waliyuddin

Redaktur metafor.id. Peneliti swadaya seputar generasi muda dan sosial keagamaan. Alumni Tasawuf Psikoterapi dan Interdisciplinary Islamic Studies. Pegiat literasi dan seni yang kerap menulis dengan nama pena Madno Wanakuncoro.

Terkait Posts

Membaca Buku
Publik

Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

18 Oktober 2025
Hukum dan Budaya
Keluarga

Membaca Ulang Hukum dan Budaya dengan Kacamata Mubadalah

3 Oktober 2025
Konteks Sosial yang
Hikmah

Batas Aurat Ditentukan oleh Konteks Sosial dan Budaya

22 September 2025
Bissu
Publik

Bissu dan Identitas Gender: Melampaui Konsep Gender Biner Barat

15 September 2025
Stigma Patriarki
Publik

Perempuan Juga Layak Memimpin: Membongkar Stigma Patriarki dalam Budaya

9 September 2025
Panggung Maulid
Pernak-pernik

Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

7 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban
  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri
  • Tangis di Ujung Sajadah
  • Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”
  • Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID