• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Penanganan Covid-19 Belum Sensitif Gender

Nurdiani Latifah Nurdiani Latifah
06/08/2020
in Aktual, Publik, Rekomendasi
0
Ilustrasi NBU

Ilustrasi NBU

171
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hampir empat bulan Indonesia mengalami pandemic covid-19. Pemerintah sudah memutar anggaran untuk melakukan pananggulangan dan pencegahan covid-19. Di saat yang bersamaan, masyarakat sipil saling membantu satu dengan lainnya. Misalkan Gusdurian membuka donasi untuk bisa disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Lalu, bagaimana gerakan yang dikelola oleh gerakan perempuan?

Cukup banyak gerakan yang dilakukan oleh masyarakat sipil ini. Misalnya yang sudah dilakukan oleh masyarakat sipil kelompok perempuan dari Sulteng, mereka fokus dalam masyarakat yang terdampak di Hunian Sementara (Huntara), yaitu Libu Perempuan. Paska gempa Palu, ada banyak perempuan yang tinggal di huntara dan notabanernya adalah korban KDRT dan buruh cuci. Saat ini mereka (perempuan di huntara) tidak lagi mendapatkan pekerjaan. Libu Perempuan menyalurkan beberapa bantuan kepada mereka.

Lalu, Fatayat Jawa Timur menyumpulkan kain perca untuk dijadikan masker. Total hingga saat ini, sudah ada 50 ribu masker yang dibagikan di wilayah itu oleh Fatayat Jawa Timur. Selanjutnya, gabungan masyarakat sipil di Jawa Timur juga mendorong adanya shelter atau rumah singgah di Provinsi untuk korban kekerasan perempuan dan anak. Diakui atau tidak, jumlah kekerasan terhadap perempuan di beberapa daerah cukup meningkat. Dan Shelter menjadi rumah aman bagi para korban.

Hal yang paling unik di Papua, jangan dibayangkan jika Papua sudah memiliki akses yang baik terhadap internet. Para pendeta perempuan memproduksi informasi tentang covid-19 dengan menggunakan pamflet agar dapat dibaca oleh masyarakat umum.

Sebab, jaringan internet dan teknologi di Papua masih belum memadai. Gerakan-gerakan ini sangat luar biasa dan menjadi gerakan solidaritas bersama dari kelompok perempuan. Lalu, apa yang suda dilakukan oleh pemerintah untuk kelompok perempuan?

Baca Juga:

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Perlu diakui jika pemerintah sudah melakukan beberapa hal yang sudah merujuk terhadap kebutuhan perempuan. Di antaranya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencoba mendorongkan pentingnya data terpilah pada korban covid 19. Kedua, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) meluncurkan gerakan BERJARAK, membangun kordinasi dengan kementerian lain, pencegahan kekerasan berbasis gender, memastikan layanan korban tersedia.

Ketiga, Kantor Staf Presiden (KSP) telah meluncurkan Layanan Sejiwa untuk akses konsultasi psikologis bagi masyarakat. Apakah hal itu sudah mencerminkan Pengarusuatamaan Gender dalam penanganan bencana?
Sebelum menjawab hal itu, kita perlu merilik jumlah kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. Sebab, di beberapa negara sudah merilis kasus kekerasan tersebut.

Menurut Data SIMFONI PPA per 2 Maret-25 April 2020 tercatat 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa dengan total korban sebanyak 277 orang dan 368 kasus kekerasan yang dialami anak, dengan korban sebanyak 407 anak. Di saat yang bersamaan, pelayanan dan tugas terhadap korban kekerasan pada perempuan dan anak harus mandeg di tengah jalan dengan alasan masa pandemic. Beberapa institusi tidak melanjutkan penanganan untuk korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keadaan ini menjadi catatan buram di tengah wabah covid-19.

Hal yang paling mendasar adalah keadaan ini pun tidak diantisipasi, baik pemerintah maupun masyarakat. Penanganan pandemic ini hanya terfokus pada kesehatan saja. Di saat yang bersamaan, pemerintah dan daerah melakukan pemotongan anggaran secara tidak beraturan. Anggaran untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak pun ikut terpotong.

Ini menandakan bahwa pemerintah belum responsip gender dalam menanganan covid-19 ini. Padahal, Indonesia memiliki Peraturan Kepala (Perka) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 13 tahun 2014 tentang PUG dalam Penaganan bencana. Dalam aturan tersebut, terdapat kewajiban memperhatikan pengalaman perempuan dan anak perempuan pada saat bencana agar intervensi penanganan sesuai dengan kebutuhan perempuan.

Belum diterapkannya PUG dalam penanganan covid-19 terbukti dengan tidak adanya representasi perempuan dalam Gugus Tugas Penanganan COVID 19 mulai dari tingkat nasional dan daerah. Misalkan saja, dalam gugus tugas nasional, KPPPA yang menjadi refresentatif pemerintah yang konsen terhadap isu perempuan dan anak tidak dimasukkan.

Padahal, dalam pasal 17 dalam dokumen PERKA juga telah mengatur perlunya perwakilan yang seimbang antara perempuan dan laki-laki untuk terlibat sejak dalam perencanaan, dan masuk dalam tim kaji cepat tanggap darurat.
Hal lainnya yang belum merujuk penerapan masalah gender adalah Program Bantuan Sosial yang disediakan dan didistribusikan mulai dari Pemerintah Pusat, Daerah, sampai dengan Desa.

Bantuan tersebut juga belum tepat sasaran dan masih netral gender. Sejumlah bantuan sosial diterimakan kepada masyarakat yang sebenarnya merupakan kategori keluarga mampu. Jenis bantuan yang diberikan juga belum memenuhi kebutuhan spesifik warga yang memiliki keragaman kebutuhan seperti lansia, disabilitas, balita, ibu hamil, orang dengan HIV AIDS, masyarakat terpencil dan kelompok marjinal lainnya. Hal ini terjadi karena respon kedaruratan belum menggunakan data pilah gender dan analisa kebutuhan berbasis gender.

Sedangkan temuan lainnya, yang perlu disoroti adalah pemberlakukan sistem kerja dari rumah (Work From Home) juga membuat perempuan mengalami multi beban. Karena tidak didukung oleh pembagian peran dan pengasuhan yang setara dalam keluarga. Sehingga, perlu disadari keterwakilan perempuan sejatinya membantu memberikan masukan berdasarkan pengalaman-pengalaman spesisik yang dialami oleh warga dalam menghadapi situasi darurat. Untuk itu, perlu didorong penerapan kebijakan yang sensitif gender dalam penanganan covid-19 ini.[]

Nurdiani Latifah

Nurdiani Latifah

Terkait Posts

Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID