• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bahasa Walikan sebagai Strategi Taktis Mengelabui Penjajah

Bahasa walikan bukan sekedar identitas, bukan pula sekedar tren kekinian, tapi benar-benar hidup dan telah eksis sebelum Indonesia merdeka

Ali Yazid Hamdani Ali Yazid Hamdani
26/08/2024
in Publik, Rekomendasi
0
Bahasa Walikan

Bahasa Walikan

706
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu ketika muncul sebuah cerita WhatsApp dari seorang teman yang menggunakan bahasa Walikan, “Tangames sam”. Kemudian di SW teman yang lain muncul caption yang agak panjang, “Lek duwe ojob ojok dipamerno konco sam, ngerti dewe saiki konco ora nakam oges tok, oyi a?”. (Kalau kamu memiliki istri jangan pamerkan ke temen, ngerti sendiri kan temen sekarang tidak hanya makan nasi, iya kan?)

Yang saya tahu teman saya bukan orang Malang, tapi jamak kita ketahui dia merupakan fans Arema. Akhirnya saya kembali terngiang-ngiang pada ingatan masa lalu yang masih tampak begitu jelas.

Banyak teman-teman sebaya saya pernah menjadikan kata “ayas”, “umak”, “nakam” dan “ewul” serta banyak kosa kata lain sebagai kalimat sehari-hari yang sering kami gunakan. Intinya pada saat itu kalau menggunakan bahasa Walikan level kekerenan dan kegaulan kami menjadi naik selevel, wkwk. Serius itu yang kami rasakan, karena begitu trend-nya.

Sebuah Tren Sosiologis

Meski secara Geografis agak berjauhan dengan Malang sebagai kota yang dinilai melahirkan bahasa itu. Akan tetapi secara trend sosiologis, kala itu memang AREMA lagi naik daun dan memiliki banyak fans di kota-kota sebelahnya. Kemudian saya dan juga teman-teman kecipratan trend Walikan secara langsung menjadi komunikasi verbal kala itu.

Bahkan tatkala ada seorang teman yang hendak nembak seorang cewek yang dia taksir, dia lebih cenderung menggunakan bahasa Walikan. Sebab menurutnya selain menambah level keren, juga meningkatkan level percaya diri, “Ayas atnic umak” begitu ucapnya.

Baca Juga:

Bisakah Penyandang Disabilitas Diganti dengan “Beda Kecakapan” dalam Penggunaan Sehari-hari?

Teladan Kemerdekaan Fatmawati Sukarno: Insiatif, Proaktif, dan Cinta dalam Pengabdian

Menarasikan Kesalehan Spiritual dan Sosial Tradisi Malam Tirakatan

Kemerdekaan Perempuan Mencapai Kebebasan Hati dan Pikiran

Awalnya pun saya mengira bahasa Walikan ini menjadi populer lantaran pengaruh dari pendukung AREMA. Apalagi ketika itu menjadi tren nasional yang tersebar di penjuru kota, dengan menggunakan gaya tren bahasa walikan sebagai media komunikasi. Terlebih lagi di daerah-daerah yang berdekatan dengan Malang seperti yang saya alami lebih terasa dampaknya.

Lambat laun, pengetahuan demi pengetahuan yang saya dapatkan kian bertambah, khususnya terkait bahasa Walikan karena kepo ingin mengetahui sedikit lebih banyak. Lately, saya kembali teringat bahwa saya pernah kongkow bareng seorang kenalan Arek Malang asli.

Di sana kami sempat berdiskusi panjang lebar mengenai Bahasa Walikan. Dan memberi kesaksian bahwa dalam wilayah tertentu penggunaan bahasa Walikan masih lestari dan masyarakat Malang gunakan. Bahkan menurut pengakuannya, salah satu neneknya menggunakan bahasa Walikan dengan begitu fasih dan cepat tanpa perlu pikir panjang kata ini kalau di balik bakal salah atau tidak. Intine loss tanpa mikir kek ngomong biasanya.

Strategi Taktis Mengelabui Penjajah

Nah ini fakta uniknya, bahasa walikan bukan sekedar identitas, bukan pula sekedar tren kekinian, tapi benar-benar hidup dan telah eksis sebelum Indonesia merdeka. Bahkan secara historis para pendahulu kita yang menjadi pahlawan kemerdekaan telah menggunakannya untuk mengelabuhi para penjajah Belanda.

Menurut beberapa sumber, yang menjadi pelopor penggunaan bahasa ini adalah seorang pejuang dari Gerilya Rakyat Kota (GKR) yang bernama Suyudi Raharno. Gerakan ini bersifat rahasia dan tersembunyi. Alhasil gerilya GKR ini tercium oleh Belanda, kemudian Belanda membentuk mata-mata yang mereka rekrut dari masyarakat pribumi. (Aji Setyanto, 2016; Nabila Nurazizah Fiaji, 2021)

Berbagai rahasia dan informasi penting dari pihak GKR bocor melalui mata-mata yang Belanda utus. Bahkan serangan yang GKR gencarkan, berhasil Belanda gagalkan dengan sangat mudah. Akhirnya, anggota GKR berunding untuk mengatur strategi semacam apa yang bakal mereka gunakan untuk mengecoh penjajah secara jitu agar semua rahasia yang mereka miliki tetap terjaga dan tidak bocor kepada para penyusup.

Kemudian mencapai mufakat bahwa Bahasa walikan menjadi pilihan dan menjadi solusi untuk mencapai tingkat keberhasilan strategi taktis warga lokal, dan akhirnya terbukti berhasil hingga menemukan penyusup yang mematai-matai mereka. Penyamaran yang mereka lakukan bermacam-macam, ada yang menjadi pekerja di warung-warung dan ada pula yang menjadi pedagang di pasar. Bahasa Walikan ini seperti halnya sandi atau simbol yang hanya diketahui oleh lingkaran (circle) mereka sendiri.

Manusia dan Simbol-simbol

Jika melihat femonena di atas, tidak berlebihan jika ada yang berpendapat bahwa manusia sebagai “Homo Symbolicum” sebuah pandangan seorang filsuf Yahudi yang memperoleh gelar profesornya di Yale University, Ernest Cassirer yang memahami manusia sebagai mahluk relasional yang membentuk, memahami, memiliki, dan hidup dengan simbol-simbol. Hal ini terbukti bahwa dari setiap kehidupan yang manusia jalani itu penuh dengan simbol-simbol.

Dari simbol-simbol yang terbentuk, kemudian menjadi komunikasi. Dalam dunia komunikasi, hal semacam ini dikenal dengan teori interaksi simbolik, bagaimana suatu komunikasi dan pertukaran simbol diberi makna.

Komunikasi simbolik juga merupakan hasil dari hubungan yang berbentuk konvensional, atau hasil konsensus dari masyarakat di daerah tertentu. Kesemua itu terbukti, bahwa bahasa walikan ini menjadi simbol yang hanya dipahami dalam ruang lingkup tertentu yang turut serta dalam konsesus.

Saya sampai ngebatin, “Asli keren banget para pahlawan kita, nggak pernah kehabisan akal untuk terus berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia”. Semoga apa yang menjadi perjuangan pendahulu kita menjadi amal ibadah yang diterima di sisiNya. Amin. []

Tags: 17 Agustus 1945Bahasa IndonesiaBahasa WalikanKemerdekaan IndonesiaPejuang Kemerdekaan
Ali Yazid Hamdani

Ali Yazid Hamdani

Ia aktif menulis esai, suka beropini, dan sesekali berpuisi.

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Kasus Argo

Kasus Argo UGM dan Sampai Kapan Nunggu Viral Dulu Baru Diusut?

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID