• Login
  • Register
Rabu, 23 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Menyusui adalah Pekerjaan Mulia

Pada sisi ini, mutlak dinilai bahwa menyusui adalah pekerjaan mulia, dan kemuliaan itu dimiliki oleh kaum perempuan. Karena secara kodrati (naturally) air susu hanya bisa keluar dari payudara seorang perempuan.

Redaksi Redaksi
10/05/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Menyusui

Menyusui

676
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Wacana menyusui yang dewasa ini dipopulerkan kembali oleh sebagian aktivis perempuan juga menjadi bagian dari agenda kontekstualisasi dan rekonstruksi tersebut.

Islam sedari awal memang memiliki ajaran dan aturan-aturan hukum yang jelas tentang “penyusuan anak”, hubungan ibu yang menyusui dengan anak yang disusui, serta akibat sosial dari persusuan.

Tetapi ajaran dan aturan hukum itu jarang dielaborasi secara mendalam. Sebagaimana ajaran lain yang menyangkut tubuh perempuan dan hubungannya dengan politik dan pasar.

KH Husein Muhammad, kiai kritis-progresif pembela perempuan asal Cirebon, dalam rekonstruksi fiqh barunya juga luput menyertakan pembahasan ini.

Walhasil, soal ini kurang memperoleh perhatian dan pengkajian yang mendasar dalam prespektif gender. Padahal paralel dengan “haid”, “nifas”, “hamil, dan “melahirkan”, wacana “menyusui” merupakan ritus-biologis kerja reproduksi kaum perempuan yang selalu dilihat sebelah mata oleh kaum lelaki. Dalam kenyataan sehari-hari, pekerjaan “menyusui” acapkali tidak dinilai dan diberi penghargaan yang manusiawi.

Oleh karena itu, dalam upaya merekonstruksi fikih perempuan (fiqh al-nisâ`), suatu kajian Islam yang memperhatikan pemberdayaan kaum perempuan, semua wacana sosial perempuan. Terutama yang menyangkut tubuhnya perlu kita bicarakan dan rumuskan kembali.

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

5 Kewajiban Suami untuk Istri yang sedang Menyusui

Peran Penting Ayah di Masa Ibu Menyusui

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

Berbicara “penyusuan anak” dalam Islam adalah membicarakan air susu yang keluar dari payudara perempuan (al-laban), yang menyangkut status pekerjaan menyusui, hak bayi untuk memperoleh susuan yang laik, hak ibu dan kewajiban ayah untuk menyusui, dan implikasi sosial dari susuan.

Pembicaraan ini harus memperoleh tempat yang penting karena air susu, sebagaimana darah, adalah suatu cairan dalam tubuh perempuan yang dapat mempengaruhi ikatan sejarah dan mata rantai sosial-kemanusiaan.

Jika darah dapat menciptakan persaudaraan, maka air susu dapat melahirkan kekerabatan keluarga. Dua hal ini memiliki hubungan sama yang bersifat implikatif dalam mata rantai pernasaban.

Air susu perempuan merupakan minuman sekaligus makanan pokok bagi setiap anak yang baru lahir. Hampir tidak ada makanan atau minuman lain yang laik yang bisa anak makan dan minum. Terutama pada permulaan bulan dari kelahirannya, kecuali air susu ibu.

Hasil analisis medis dan ahli gizi menunjukkan bahwa air susu ibu merupakan saripati yang murni. Dan menjadi makanan bayi paling tepat dan cocok.

Pertumbuhan Anak

Oleh karena itu, bisa kita benarkan bahwa kajian biologi-perkembangan bahwa air susu ibu ikut menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak yang baru lahir (bayi). Bahkan, dalam batas-batas tertentu air susu ibu mempunyai pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaannya.

Pada sisi ini, mutlak dinilai bahwa menyusui adalah pekerjaan mulia, dan kemuliaan itu dimiliki oleh kaum perempuan. Karena secara kodrati (naturally) air susu hanya bisa keluar dari payudara seorang perempuan.

Namun di sisi lain, karena kebiasaannya menyusui, untuk sekian abad lamanya tercipta suatu persepsi bahwa perempuanlah pihak yang paling bertanggungjawab dengan segala resiko atas penyusuan bayi.

Dalam konteks ini, perempuan seolah-olah menjadi satu-satunya pihak yang berkewajiban menyusui anaknya. Tanpa mempertimbangkan kondisi fisiknya dan tanpa memperhitungkan sebagai suatu pekerjaan yang produktif, perempuan serta merta harus bertanggungjawab atas pekerjaan menyusui. Ini selalu dengan doktrin berbagai dalih.

Di antaranya, atas nama kodrat, kemanusiaan, atau keluhuran tugas keibuan. Yang semua itu memposisikan laki-laki atau bapak tidak dalam kewajiban memfasilitasi tercapainya penyusuan anak. []

Tags: menyusuimuliapekerjaan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Saling Mengenal

Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Saling Mengenal, Bukan Saling Merendahkan

22 Juli 2025
sharing properti keluarga

Menguatkan Praktik Sharing Properti Keluarga di Tengah Budaya Patriarki

22 Juli 2025
properti keluarga

Ketika Properti Keluarga Menjadi Sumber Ketidakadilan

22 Juli 2025
Konflik Keluarga

Manajemen Konflik Keluarga

21 Juli 2025
Ekonomi

Mengapa Istri Paling Rentan secara Ekonomi dalam Keluarga?

21 Juli 2025
Lingkungan Sosial

Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

19 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • properti keluarga

    Ketika Properti Keluarga Menjadi Sumber Ketidakadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Praktik Sharing Properti Keluarga di Tengah Budaya Patriarki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Sibling Rivalry dalam Rumah: Saudara Kandung, Tapi Rasa Rival?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Difabel dalam Narasi Film Sore: Istri dari Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menuju Pesantren Inklusif: Sebuah Oto-kritik
  • Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Saling Mengenal, Bukan Saling Merendahkan
  • Fenomena Sibling Rivalry dalam Rumah: Saudara Kandung, Tapi Rasa Rival?
  • Menguatkan Praktik Sharing Properti Keluarga di Tengah Budaya Patriarki
  • Refleksi Difabel dalam Narasi Film Sore: Istri dari Masa Depan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID