Mubadalah.id – Semenjak genosida di Palestina yang dimulai 7 Oktober 2023 -sebenarnya sejak 1948- saya merenungi apa pun yang terjadi dalam hidup. Tentang sejarah genosida, keberlanjutan hidup, dan berbagai nikmat yang saya rasakan selama ini. Semula saya pikir genosida ini hanya akan terjadi sebentar saja, nyatanya hingga hari ini genosida belum berakhir.
Genosida mengubah cara pandang saya terhadap kehidupan. Juga termasuk bagaimana saya harus bersikap. Palestina mengajarkan saya banyak hal, dan tentu saja, mengubah saya. Berikut adalah perubahan yang terjadi pada diri saya karena Palestina:
Posting untuk Pamer
Tentu saja, pamer itu sah-sah saja. Apalagi jika terkadang kita pamer untuk berbagi kebahagiaan atau untuk mengabarkan kondisi kita yang baik-baik saja. Tapi ternyata hal ini memang menyakitkan bagi sebagian orang. Posting sesuatu yang biasa saja bisa menyakitkan bagi Palestina, karena di sana sedang tidak baik-baik saja. Apalagi posting sesuatu yang menyenangkan.
Saya kemudian berhenti posting makanan, hal sederhana yang saat ini sangat sulit mereka dapatkan di sana. Saya berhenti posting apa pun kegiatan saya, karena saya yakin orang-orang Palestina juga merindukan kegiatan sederhana.
Mungkin ini bertentangan dengan kebanyakan orang. Tentu saja saya tidak melarang orang lain untuk posting. Saya hanya memberlakukan ini untuk diri sendiri. Berusaha sebisa mungkin mengurangi luka-luka bagi mereka. Apalagi akun saya memang diikuti banyak orang Palestina.
Saya jadi berpikir, mungkin apa yang dulu pernah saya posting, bisa jadi melukai sebagian orang. Tentang berbagai hal yang sederhana bagi saya, tapi sulit untuk orang lain jangkau. Meski itu adalah hak setiap orang, tapi terkadang hal-hal sederhana bagi kita adalah hal yang tak mampu orang raih.
Menghemat Sumber Daya demi Palestina
Meski sudah berkali-kali ingat untuk menghemat sumber daya, namun terkadang saya abai akan hal-hal kecil. Sebagai pelaku zerowaste, menghemat sumber daya adalah salah satu prinsip hidup, namun ternyata saya belum menerapkan sepenuhnya, termasuk menerapkannya pada si kecil.
Saya terkadang masih sering membuang air, membiarkan keran menyala saat saya mencuci piring padahal saya tidak memakainya. Saya menjadi lebih seringa menutup keran, jika tidak dipakai meski sebentar. Mematikan lampu dan mencabut charger saat tidak saya gunakan.
Saya juga mengingatkan si kecil tentang makanan. Beberapa kali dia memaikan makanan yang akhirnya harus dibuang. Kali ini saya tidak bisa tinggal diam. Saya akhirnya mengingatkannya tentang kondisi saudara-saudara di sana. Betapa sulitnya mereka mendapatkan makanan dan bagaimana kita memperlakukan makanan di sini.
Jika dulu kesadaran ini dibangun karena inign melindungi bumi, kini kesadaran ini bertambah karena ada saudara kita yang sedang kesulitan di sana. Setiap ingin menggunakan sumber daya, saya selalu teringat Palestina. Dan ini membuat saya betul-betul berhemat dalam menggunakannya.
Al Qur’an yang Utama bagi Palestina
Beberapa kali yang melihat kegiatan orang-orang Palestina di masa genosida ini. Mereka berkumpul untuk menghafal dan membaca Al Qur’an. Kebanyakan dari mereka juga penghafal Qur’an. Seorang paramedis yang saya kenal mengirimkan videonya ketika sedang melafalkan Al Qur’an di sela-sela pekerjaannya.
Beberapa dari pasien di sana juga membaca Al Qur’an sebagai pengalih rasa sakit atau anestesi alami. Inilah penduduk dunia yang diidamkan surga. Ketika Al Qur’an menjadi sebenar-benarnya penolong dan penghibur bagi mereka. Lalu, apa kabar dengan kita?
Pembeda yang Haq dan Bathil
Tidak bisa dipungkiri, Palestina kini menjadi parameter kehidupan. Siapa yang berdiri bersama Palestina, ia adalah yang berdiri bersama kebenaran (Al Haq). Dan siapa yang berdiri berseberangan dengannya maka ia bersama kebathilan. Di hari-hari ini tidak sulit menentukan benar dan salah. Tidak sulit memilah yang benar dan salah. Tidak perlu menjadi abu-abu.
Cukup membela Palestina saja, kita pasti berada di pihak yang benar. Gelar dan profesi menjadi sia-sia bagi mereka yang berseberangan dengan Palestina. Namun dengan semua yang terjadi, sampai manakah pembelaaan kita terhadap Palestina? Sudah yakinkah hati kita dalam membela Palestina? Sudahkah kita siap berdiri bersama Palestina melawan penjajahan? []