Mubadalah.id – Beberapa bulan terakhir, ramai diperbincangkan di media sosial terkait banyaknya generasi tahun 90-an dan 2000-an awal yang memilih untuk menunda pernikahan. Istilah marriage is scary tak lagi asing bagi sebagian orang yang aktif di media sosial. Mariage is scary sendiri bermakna pernikahan yang menakutkan. Hal ini berdasarkan rasa kekhawatiran tentang kehidupan setelah pernikahan yang tidak sesuai harapan.
Alasan Menunda Pernikahan
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 angka pernikahan pada tahun 2023 di Indonesia kian menurun. Banyak alasan yang mendasari mengapa para generasi Millenial dan generasi Z ini memilih untuk menunda pernikahan. Antara lain karena trauma akan hubungan yang toxic, finansial, urusan karir hingga trigger dari kasus perselingkuhan dan KDRT yang sedang marak terjadi.
Tak luput juga dengan isu sandwich generation, menjadi salah satu alasan mereka untuk menunda atau tidak menikah sekalipun. Sandwich generation berasal dari dua kata yakni sandwich dan generation.
Sandwich sendiri memiliki arti roti isi yang menggambarkan tentang seseorang sebagai isian dan terhimpit oleh dua roti yang kita maknai sebagai orang tua atau mertua serta satu roti lagi yang kita ibaratkan sebagai anak-anak mereka. Sedangkan generation memiliki arti generasi.
Seperti halnya kisah Kaluna dalam film Home Sweet Loan yang lagi ramai menjadi pembicaraan. Dia sebagai anak bungsu perempuan yang menyandang status generasi sandwich ini harus menanggung beban lain karena menjalin hubungan dengan lelaki yang tidak bisa mengerti keadaannya. Padahal ia sedang berjuang mati-matian untuk menghidupkan mimpi dan “listrik rumahnya”. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang tidak sehat itu.
Sandwich Generation
Menjadi sandwich generation seperti Kaluna adalah hal yang tak mudah. Di satu sisi ia ingin mewujudkan segala hal yang ia impikan, tapi di sisi lain juga ada rasa tanggung jawab untuk membagi hasil jerih parahnya kepada keluarga.
Selain itu, bayangan tentang sandwich generation yang harus memikul beban ganda dengan tetap aktif pada urusan publik dan juga domestik. Jika seorang pasangan tak mampu menjadi support system terbaik, lantas kepada siapa beban tersebut akan terbagi?
Alasan lain terkait turunnya angka pernikahan adalah seperti yang tersampaikan oleh salah satu Guru Besar Universitas Airlangga; Dr Ike yang saya kutip di laman resmi kampus menyatakan bahwa turunnya angka pernikahan salah satunya disebabkan oleh semakin banyaknya kesempatan perempuan untuk meraih pendidikan dan mengembangkan karirnya.
Hal tersebut membawa dampak positif untuk pemberdayaan perempuan dan masyarakat. Perempuan memiliki kesempatan yang lebih luas untuk berkontribusi pada bidangnya masing-masing.
Memilih Pasangan
Menikah menjadi hak masing-masing orang, termasuk menentukan waktu terbaik bagi mereka dan memilih pasangan sesuai kriteria yang kita idamkan. Memilih pasangan yang sefrekuensi menjadi pertimbangan banyak orang dengan harapan pernikahan mereka akan lebih mudah dilalui dengan orang yang “tepat”.
Memiliki pasangan yang sefrekuensi seperti memiliki hobi, selera humor, musik dan film yang sama. Nyambung ketika ngobrol akan memudahkan hubungan tersebut berkembang dan membawa kebahagiaan. Apakah memiliki pasangan yang sefrekuensi dalam mencari kesenangan sudah cukup?
Melansir dari akun Instagram @wmnlyfe dalam salah satu postingannya mengatakan bahwa frekuensi tidak hanya soal hal-hal senang yang bisa kita lakukan bersama, tapi yang lebih penting adalah soal cara pandang tentang hidup dan problem solving ketika ada masalah.
Perlu kita garisbawahi bahwa menikah bukan hanya soal menemukan pasangan yang sefrekuensi, tetapi juga tentang bagaimana bisa saling bertumbuh, bertambah ilmu, saling support dan mampu menebarkan manfaat baik bagi diri sendiri, pasangan dan lingkungan sekitar.
Tak ada salahnya dalam memilih pasangan mana yang kita rasa mampu untuk diajak kerja sama, sefrekuensi atau sesuai kriteria. Jodoh memang sudah diatur, tapi berikhtiar untuk menjadi seseorang yang memantaskan diri dan memiliki pasangan yang baik adalah keharusan. []