Mubadalah.id – Tema kajian dalam Kitab Kuning yang pada hakikatnya adalah ilmu mengenai Islam dari berbagai aspeknya dapat dirunut sejak masa Nabi.
Tema kajian ini merupakan informasi yang pertama kali Rasulullah sampaikan Saw kepada para sahabat, dengan penyampaian yang Nabi lakukan secara lisan dari satu orang ke orang lain (syafawiyah). Hal itu dilakukan karena mereka belum banyak mengenal tulis menulis, kecuali beberapa sahabat.
Selain berasal dari sunnah Rasulullah, ilmu juga berkembang dari beberapa sikap dan pemikiran para sahabat Nabi terhadap sunnah Rasulullah tersebut. Pemikiran-pemikiran tersebut berbeda-beda antara satu sahabat dengan sahabat yang lain.
Suatu contoh, Umar bin Khattab adalah tokoh besar yang tidak banyak menghafalkan teks-teks hadits Nabi, tetapi ijtihadnya banyak merumuskan dasar-dasar keadilan, kebersamaan manusiawi, kemerdekaan individu, dan tema fundamental lainnya menjadi dasar maqashid al-syari’ah atau tujuan syari’at.
Cara pemikiran seperti yang Umar bin Khatab lakukan tersebut banyak yang mengikutinya. Seperti para sahabat: Ibn Mas’ud dan murid-muridnya yang mengembangkan keilmuwan di Irak. Tradisi pemikiran ini berkembang sampai masa belakangan. Sehingga memunculkan tokoh-tokoh pemikir besar seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf dan tokoh rasionalis lainnya.
Berbeda dengan tradisi Umar ibn Khatab, putranya yaitu Abdullah ibn Umar mengembangkan tradisi penukilan daripada pemikiran. Ibn Umar menghafalkan banyak hadits Nabi dan menyebarkannya kepada para murid.
Bersama dengan Aisyah (istri Nabi) dan Zaid ibn Tsabit, Ibn Umar mengikuti amalan Rasulullah secara tekstualis. Dengan demikian, tokoh ini terkenal dengan sebutan tokoh tekstualis.
Metode tekstualis pada perkembangannya diikuti oleh murid-murid ibn Umar yang berdomisili di Madinah seperti Nafi’, Urwah dan Abul Aliyah.
Salah satu muridnya, yaitu Nafi’, adalah bukan orang Arab, tetapi sangat terkesan pada pola pikir Ibn Umar. Karena itu sanad hadits Ibn Umar yang paling shahih adalah melalui tokoh ini. Pada perkembangan berikutnya, tradisi pemikiran Imam Malik mewarisi tradisi ibn Umar dari jalur sanad Nafi’ tersebut. []