• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Belajar dari Tragedi Guru Budi

Zahra Amin Zahra Amin
05/02/2018
in Aktual
0
Guru Budi
15
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kamis, 1 Februari 2018 Indonesia telah kehilangan salah satu putera terbaiknya. Ahmad Budi Cahyono, seorang guru honorer meninggal dunia di saat bertugas mengajar di salah satu SMAN di Sampang Madura. Guru Budi meregang nyawa akibat dianiaya muridnya sendiri, karena tidak terima atas perlakuan sang guru yang telah mencoret pipinya dengan cat air. Sebelumnya saat pelajaran menggambar berlangsung, siswanya HI tak peduli, dia terus mengganggu teman-temannya, bahkan kemudian tidur seenaknya di dalam kelas.

Peristiwa ini menghentak kesadaran kita bersama, bahwa pendidikan karakter yang selama ini digencarkan masih belum berjalan dengan maksimal. Kecaman datang dari berbagai pihak, terutama ditujukan pada sang pelaku yang masih anak-anak dan berstatus pelajar. Lupa bahwa sang pelaku menjadi bersikap begitu karena pola pendidikan yang telah salah dia terima. Ada juga peran lingkungan keluarga di mana dia lahir dan dibesarkan.

Peristiwa yang terjadi di Sampang itu setidaknya menjadi bahan introspeksi kita sebagai orang tua tentang bagaimana mendidik anak dengan akhlak yang baik. Sebab mungkin saja suatu hari peristiwa yang sama akan terulang kembali, di mana pelakunya adalah anak-anak kita sendiri.

 

Meski akhirnya pelaku dibebankan ancaman hukuman 7 tahun penjara, namun itu tidak memotong akar masalahnya. Stigma negatif yang melekat pada pelajar sebagai sumber masalah, atau perilaku siswa yang terjebak dalam pola kekerasan harus segera diakihiri. Harus segera dilakukan langkah-langkah preventif, agar ke depan tidak akan ada lagi kekerasan murid terhadap guru, atau sebaliknya guru kepada muridnya, hingga mengakibatkan kematian.

Baca Juga:

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

Nyai Badriyah Fayumi: Banyak Sahabat Perempuan Menjadi Periwayat Hadis, Guru dan Ulama Besar

Pemecatan Personel Sukatani: Kebebasan Berekspresi dan Ketidakadilan Gender dalam Pendidikan

Guru Tidak Boleh Membuat Soal Ujian Sekolah yang Tidak Akesesibel terhadap Penyandang Disabilitas

Tangung jawab ini tidak hanya dibebankan pada pemerintah sebagai penyelenggara negara, atau pihak sekolah dan guru. Namun juga harus ada keterlibatan orang tua dalam mengasuh serta mendidik anak.

Jika meminjam konsep “Semua Murid Semua Guru” yang digagas oleh Najeela Syihab, putri dari KH. Quraisy Syihab, kita akan menaruh harapan besar terhadap pola pendidikan di Indonesia, yang tidak hanya membangun fisik anak namun juga jiwanya. Bagaimana merangkul semua pihak agar bersama-sama melakukan pola pengasuhan anak, karena kita tidak bisa menyerahkan semua tanggung jawab pada pemerintah. Kemampuan mereka terbatas. Maka harus muncul insiatif-insiatif, di mana masyarakat harus berdaya, serta sektor swasta yang juga bisa berperan aktif dengan menyediakan layanan dan fasilitas pendidikan.

Selain itu, masih menurut Najeela, pendidikan anak itu dimulai dari rumah bagaimana orang tua memberi teladan yang baik terhadap anak-anaknya. Bukan sejak dari sekolah, sehingga salah jika perilaku anak yang kurang baik dibebankan pada gurunya. Kemudian tentang membiasakan tradisi literasi yang tidak hanya soal kemampuan membaca, tetapi melahirkan proses diskusi dan berpikir kritis pada anak. Semua harus diawali dari orang tua yang juga gemar membaca, memberi contoh dan pembelajaran langsung kepada anaknya. Merangsang stimulasi sehinga anak dapat berpikir kritis. Maka literasi harus dimulai sejak usia dini, karena membaca adalah alat untuk mengajarkan pendidikan karakter yang kuat pada anak di kemudian hari.

Melalui keluarga, Najeela menekankan 3 kurikulum utama dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Pertama, disiplin positif, yakni menumbuhkan disiplin dengan memberdayakan anak dan menggunakan pendekatan yang baik. Kedua, hubungan reflektif, setiap anggota keluarga berperan dan berkontribusi dalam menciptakan interaksi yang menyenangkan dan bermakna. Ketiga, belajar afektif yakni pemahaman akan ketrampilan dan sikap yang akan bermanfaat bagi anak dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Sedangkan terkait dengan relasi guru dan murid, dalam Maqalah Mubadalah No. 19 disebutkan “Aku memperlakukan orang lain sebagaimana aku ingin diperlakukan dia. Saling memanusiakan tentu adalah yang utama”. Maka jika melihat prinsip kesalingan, antara guru dan murid harus saling menghormati. Guru juga harus bisa memanusiakan murid, tanpa meremehkan, merendahkan, atau pada situasi tertentu guru laki-laki kerap sengaja menistakan murid perempuan yang menjadi korban kekerasan.

Pola relasi antara murid dan guru itu mempunyai ikatan yang istimewa. Tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid, namun juga belajar bagaimana menghargai orang yang telah berjasa, dari tidak tahu apa-apa menjadi tahu segala hal. Kemuliaan guru sebanding dengan orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan kita, sehingga sudah sepantasnya kita memberikan penghormatan lebih, dengan tetap memegang prinsip resiprokal dan memanusiakan manusia.

Jadi melalui tulisan ini, saya mengajak kita belajar dari tragedi guru Budi, sebagai ruang introspeksi diri bagaimana menerapkan pendidikan karakter pada anak, dan tidak melupakan kemuliaan guru sebagai orang yang telah banyak berjasa dalam kehidupan kita. Dengan prinsip Maqalah Mubadalah no. 19 itu, menjadi refleksi kita bersama untuk bisa saling memperlakukan orang lain dengan baik, Dan setiap orang juga belajar bagaimana menjadi guru dan murid yang berkesalingan, sebagaimana konsep “Semua Murid Semua Guru”.[]

Tags: gurumuridmurid pukuli gurupembunuhan gurupenganiyaan guruTragedi Guru Budi
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

19 Mei 2025
Rieke Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mendokumentasikan Peran Ulama Perempuan

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

19 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

18 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Khutbah Iduladha: Teladan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail tentang Tauhid dan Pengorbanan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID