Mubadalah.id – Tauhid adalah inti ajaran Islam yang mengajarkan bagaimana berketuhanan, dan juga menuntun manusia bagaimana berkemanusiaan dengan benar.
Dalam kehidupan sehari-hari, tauhid menjadi pegangan pokok yang membimbing dan mengarahkan manusia untuk bertindak benar, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun dengan alam semesta. Bertauhid yang benar akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang baik di dunia dan kebahagiaan hakiki di akhirat.
Pengetahuan awal mengenai tauhid adalah mengakui keesaan Allah, yang menciptakan alam semesta, mengenal asma (nama) dan sifat-Nya. Serta mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud-Nya. Tapi, pengertian tauhid lebih dari sekadar itu.
Pasalnya, kalau tauhid hanya berupa pengakuan akan keesaan dan kekuasaan Tuhan, maka makhluk serendah iblis pun bisa melakukan hal serupa. Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah.
Namun, pengakuan itu tidak diiringi dengan ketaatan kepada perintah-Nya, yakni agar bersujud kepada Adam. Sebaliknya, dengan mengakui ke Maha Besaran Allah, dia malah memohon agar diizinkan untuk menjerumuskan anak cucu Adam (QS. Shad (38): 82 dan al-Hijr (15): 36-40):
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya”. (QS. Shad (38):82)
Dalam surat lain, Allah Swt berfirman:
قَالَ رَبِّ فَاَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ (36) قَالَ فَاِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَۙ (37) اِلٰى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُوْمِ (38) قَالَ رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَلَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ (40) اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ
Artinya: Berkata iblis: “Ya Tuhanku (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan” (36). Allah berfirman: “(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh (37). sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan” (38). Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya (39). kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka” (40) (QS. al-Hijr (15): 36-40).
Allah Swt sebagai Pencipta
Masyarakat Arab jahiliyyah, tempat Rasulullah Muhammad SAW diutus, juga meyakini bahwa pencipta, pengatur, pemelihara, dan penguasa alam ini adalah Allah, seperti dalam ayat berikut:
قُلْ لِّمَنِ الْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهَآ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (84) سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ (85) قُلْ مَنْ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ (86) سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ (87) قُلْ مَنْۢ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ يُجِيْرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (88) سَيَقُوْلُوْنَ لِلّٰهِ ۗقُلْ فَاَنّٰى تُسْحَرُوْنَ (89)
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Milik siapakah bumi, dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui?” (84): Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Katakanlah, “Maka apakah kamu tidak ingat?” (85). Katakanlah, “Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang agung?” (86). Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “Maka mengapa kamu tidak bertakwa?” (87). Katakanlah, “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kamu mengetahui?” (88). Mereka akan menjawab, “(Milik) Allah.” Katakanlah, “(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu?” (89) (QS. al-Mu’minin (23): 84-89)
Dalam ayat lain menyebutkan:
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ ۗقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
Artinya: Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” Katakanlah, ”Segala puji bagi Allah,” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Luqman (31): 25)
Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka itu belum menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim dan mu’min, yang berserah diri dan beriman kepada Allah SWT.
Karena dalam kenyataan, pengakuan itu tidak menjadikan mereka sebagai “muwakhid” (orang yang bertauhid) yang sebenarnya. Baik secara vertikal, yakni dengan Sang Khalik, maupun secara horizontal, yakni dengan sesama makhluk. []