Mubadalah.id – Dalam tradisi kita, dikenal luas istilah “penyapihan anak”. Yakni, masa pemutusan atau pemberhentian penyusuan anak dari ibunya.
Oleh masyarakat, cara penyapihan anak dilakukan dengan berbagai bentuk. Di antaranya adalah dengan memisahkan (paksa) anak dari pergaulan ibunya sehari-hari, atau sang ibu memakan makanan yang membuat rasa dir susunya tidak anak sukai, sehingga sang anak tidak lagi mau menyusu.
Hal ini orang tua lakukan dengan berbagai motif. Di antaranya adalah karena memang sudah tiba Saatnya anak untuk disapih, akibat ada masalah dengan payudara ibu, atau karena tengganan ibu untuk menyusui anaknya.
Berkaitan dengan kasus ini, al-Qur’an tegas menyatakan bahwa batas waktu boleh menyapih sebaiknya adalah ketika anak telah berusia dua tahun. Batas waktu ini berkait dengan batas maksimum kesempurnaan menyusui.
Karena itu, sifat batas waktu ini tidak imperatif (ghairu mulzimun bih), tetapi lebih sebagai keutamaan dan kesempurnaan.
Apabila memang hendak disapih sebelum batas maksimum ini, maka sebaiknya dimusyawarahkan dan dipertimbangkan secara matang antara bapak dan ibunya.
Musyawarah penting mereka lakukan untuk menjamin hak-hak anak dalam memperoleh kehidupan dan kesehatan yang layak, dan jangan sampai penyusuannya membuat kesengsaraan (madlarat) bapak maupun ibu anak itu. Hal ini seperti dalam surat al-Baqarah (2) ayat 233, surat Luqman (31) ayat 14, dan surat al-Ahqaf (46) ayat 15.
Padahal boleh jadi penyapihan ini, terutama apabila kurang dari dua tahun, bisa berdampak negatif bagi anak. Oleh karena itu, ketentuan Allah di atas menjadi penting baik dalam konteks pemeliharaan hak-hak anak untuk memperoleh susuan maupun dalam konteks penghargaan hak-hak ibu untuk menikmati kesehatan dan kenyamanan dalam kehidupannya.
Atas dua pertimbangan ini, Allah memberikan keringanan (rukhshah) bisa menyapih anak kurang dari usia dua tahun, asalkan telah dimusyawarahkan di antara bapak dan ibu. Sebab diakui dalam kenyataan kehidupan anak-anak ada di antara mereka yang sudah mampu memakan makanan yang keras (taghaddi) sebelum berusia dua tahun.
Akan tetapi, dalam konteks ini yang kita perlukan adalah pertimbangan kehati-hatian yang tinggi dari orang tua. Karena merekalah yang paling menyayangi dan mengetahui rahasia anak. Orang tua tidak boleh melakukan hal-hal yang memadharat-kan anak. Demikian juga anak tidak boleh menjadi madlarat bagi kehidupan orang tuanya. []