Mubadalah.id – Luna Maya resmi menikah dengan Maxime Bouttier pada Rabu, 7 Mei 2025, di COMO Shambhala Estate, Gianyar, Bali. Mas kawin berupa 7,5 gram logam mulia dan uang tunai sebesar US$ 2.025. Pesta pernikahan yang memberikan kebahagiaan sebagian besar perempuan Indonesia.
Sayangnya, kabar ini membuat panas para netizen julid tentang kehidupan dan kisah Luna Maya. Karena hidupnya di masa lalu yang selalu dikuliti netizen. Momen indah ini juga sempat menjadi bahan komentar negatif dari para pemilik cara pandang patriarki.
Kalimat yang mengatakan, “Segel rusak-lah, janda-lah, sudah tua-lah, masa lalu kelam-lah dll”. Padahal para komentator tersebut belum tentu memiliki kepribadian yang baik dalam kesehariannya. Bahkan belum tentu bersih kehidupannya. Pun, belum tentu “masih perjaka saat menikah”. Komentar yang mencerminkan sebagai manusia sok suci, bersih tanpa noda, dengan menghakimi manusia lainnya. Merasa dirinya paling benar atas nama agama.
Cara Pandang Patriarki dari Kaum Lelaki
Para kaum laki-laki tersebut, tidak pernah berpikir, bahwa memiliki masa lalu itu ibarat spion mobil, yang sesekali saja kita perlu tengok. Selebihnya kita harus menatap masa depan supaya tidak salah arah.
Komentar buruk itu sebetulnya mencerminkan bagaimana pola pikir manusia dalam bersikap. Jika teko air berisi teh, maka akan keluar teh. Lantas jika berisi kopi akan mengeluarkan kopi, dan apabila berisi air busuk maka mengeluarkan air busuk. Tepat seperti kalimat yang terungkapkan bagaimana netizen merespons momen bahagia tersebut.
Kita patut berpikir, dalam konteks ini, siapa sebenarnya yang rusak. Perempuan yang berani hidup dan bangkit lagi dari keterpurukan? Atau laki-laki dan society yang masih mengukur nilai perempuan dari status dan masa lalu?
Pembahasan ini bukan hanya seputar kisah Luna Maya. Ini tentang tradisi dan bagaimana cara pandang masyarakat patriarki. Para komentator mayoritas kaum laki-laki yang frustasi (baca: insecure). Mereka gagal move on dari standar usang yang mereka buat sendiri, mereka masih berpijak di masa lalu. Mereka frustrasi ketika perempuan yang mereka hina justru mampu bangkit, bahagia dan menang.
Para laki-laki komentator tersebut memiliki rasa sakit hati karena perempuan yang mereka lecehkan tidak tumbang, tetap berdiri tegap. Mereka sebetulnya iri karena Luna adalah sosok perempuan yang tidak tunduk pada stigma. Mereka marah karena skenario patriarkinya gagal. Luna tidak jatuh karena masa lalunya. Dia bangkit, mandiri, berkarya dan sekarang menemukan cintanya tanpa menurunkan standarnya.
Cukup menggelikan netizen yang julid tersebut ternyata hidupnya biasa saja. Mereka terlalu fokus untuk mengomentari urusan orang lain sampai lupa mengurus dirinya. Mereka tidak sadar diri bahwa tidak memiliki legacy ataupun kontribusi.
Dengan kepercayaan diri penuh mereka merasa pantas untuk menghakimi hidup Luna yang jauh lebih sukses, independen, dan dihormati. Mereka harusnya menyadari perempuan yang mereka caci maki tidak bisa mereka miliki, apalagi tumbang karena masa lalunya.
Stigma Perempuan dalam Pernikahan
Sama dengan laki-laki, perempuan bukan properti. Nilai seorang perempuan tidak ditentukan oleh keperawanannya, jumlah pasangannya, atau catatan kelam masa lalunya. Nilainya ada pada keberanian mencintai diri, bangkit, bertobat, dan tetap berjalan meski dihujat, menjadi manusia yang bermanfaat.
Status perawan sering kali dianggap sebagai simbol kehormatan dan moralitas perempuan dalam pernikahan, sementara laki-laki tidak menghadapi standar serupa. Perempuan menghadapi berbagai tantangan dalam meraih kemerdekaan atas tubuh mereka. Norma sosial dan budaya sering kali menempatkan perempuan dalam posisi subordinat, membatasi kebebasan mereka untuk mengekspresikan diri dan membuat keputusan independen.
Dalam masyarakat tradisional, perempuan yang tidak lagi perawan sebelum menikah kerap mendapat label negatif seperti “tidak bermoral” atau “tidak layak dinikahi”. Hal ini mencerminkan bias gender yang menempatkan nilai perempuan pada kondisi fisik tertentu. Indikator keperawanan tidak hanya bisa dinilai dari lapisan tipis, bernama “selaput dara”. tidak bisa dijadikan jaminan pasti ukuran keperawanan, karena sobek juga bisa diakibatkan sebab jatuh, misalnya.
Selain itu, istilah “perawan tua” digunakan untuk merujuk pada perempuan yang belum menikah di usia tertentu. Stigma tersebut berdampak tekanan psikis dan sosial pada perempuan, bahkan keluarga perempuan tersebut. Perempuan sering kali dianggap “gagal” jika tidak menikah pada usia muda, sementara laki-laki tidak menghadapi tekanan serupa.
Upaya Advokasi dan Legislasi Kemerdekaan Perempuan
Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada April 2022 merupakan langkah penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual dan memperkuat hak-hak perempuan. Memastikan bahwa setiap perempuan dapat hidup bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan penindasan.
Stigma tentang tubuh perempuan dapat menyebabkan dampak psikologis serius bagi perempuan. Mengatasi stigma terhadap keperawanan perempuan memerlukan perubahan budaya yang mendalam. Masyarakat perlu menghargai perempuan berdasarkan integritas, prestasi, dan pilihan hidup mereka, bukan pada kondisi fisik yang tidak relevan.
Menengok Prestasi Luna
Luna Maya Sugeng, lahir pada 26 Agustus 1983 di Denpasar, Bali, adalah seorang aktris, model, presenter, penyanyi, produser, sutradara, dan pengusaha Indonesia berdarah campuran Jawa dan Austria. Masa Kecil dan Pendidikan Luna merupakan anak bungsu dari pasangan Uut Bambang Sugeng dan Desa Maya Waltraud Maiyer. Dia memiliki dua kakak laki-laki, salah satunya adalah Tipi Jabrik, seorang peselancar profesional.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Bali, Luna melanjutkan studi di Universitas Langlang Buana, mengambil jurusan hukum. Kemudian, ia juga menempuh pendidikan di STIE Mahardhika untuk meraih gelar di bidang kewirausahaan.
Awal Karier Karier Luna di dunia hiburan dimulai pada usia 15 tahun sebagai model. Pada tahun 1999, ia meraih juara 3 dalam ajang Cover Girl Aneka Yess!, yang membuka jalan bagi kariernya di dunia modeling dan iklan. Ia juga tampil dalam video klip lagu “Sahabat Sejati” milik Sheila On 7.
Luna memulai debut aktingnya pada tahun 2004 dalam film “30 Hari Mencari Cinta”. Sejak itu, ia membintangi berbagai film populer seperti “Brownies” (2005), “Jakarta Undercover” (2006), dan “Suzzanna: Bernapas dalam Kubur” (2018). Selain itu, ia juga merambah dunia tarik suara dengan merilis album dan beberapa single.
Kisah Luna Maya dan Masa Lalunya
Luna maya adalah representasi segala ketidakadilan pada tubuh perempuan. Belasan tahun komentar buruk terus mengarah padanya. Pelecehan verbal berupa hujatan dan makian mulai tentang usianya, statusnya, masa lalunya, identitas, tubuhnya, fungsi reproduksinya dan eksistensinya. Masyarakat sampai menganggap wajar hujatan tersebut. Tanpa menyadari, bahwa komentar pedas yang mereka berikan bisa menorehkan luka seseorang yang menerimanya.
Komentar yang tertuju pada Luna sesungguhnya merepresentasikan perasaan superior untuk menertawakan perempuan saat melakukan kesalahan. Mereka berusaha untuk melemahkan dan membuatnya semakin tidak berdaya. Sementara hujatan serupa tidak tertuju pada pihak laki-laki apabila melakukan kesalahan serupa. Kita anggap wajar dan termaafkan.
Luna Maya adalah representasi segala ketidakadilan yang mungkin akan menimpa perempuan lainnya. Satu kesalahan bisa membuat perempuan dilemahkan baik secara sosial dan psikisnya. Sementara kaum laki-laki tidak mendapatkan perlakuan serupa.
Kita, sebagai perempuan juga bisa bernasib sama. Bisa mendapatkan labeling karena ketidaksempurnaan diri kita. Dianggap tidak berbakti, melanggar norma, mendapatkan prasangka, melanggar agama.
Luna Maya melewati proses terjal untuk bangkit dari masa terpuruknya. Merasakan patah hati saat ditinggal kekasihnya karena tidak mendapat restu dari keluarga pasangan. Dia menanggung sendiri label kesalahan di masa lalunya. Dipojokkan saat belum siap menikah. Dihujat saat terlihat tua. Dihujat karena terlambat menikah pada usianya yang kepala empat. Bahkan di momen bahagianya, dianggap serakah saat mendapatkan pasangan yang tampan dan berusia lebih muda.
Luna, Berbahagialah!
Luna Maya tidak pernah menurunkan standarnya. Dia tidak tergesa-gesa demi menyenangkan sosial untuk menikah bukan dengan standarnya. Hingga waktu itu pun tiba, Luna mendapatkan pasangan beserta keluarga yang tidak mempersoalkan masa lalunya. Seseorang yang mampu melihatnya sebagai manusia seutuhnya yang layak untuk dicintai.
Tidak ada ayat Al-Quran yang secara spesifik melarang menilai manusia dari masa lalunya. Namun, Al-Quran dan hadis menekankan pentingnya melihat kebaikan dan potensi positif seseorang, bukan hanya fokus pada kesalahan masa lalu.
Allah SWT tidak melihat fisik atau harta, tetapi hati dan amal kebaikan. Apabila manusia memiliki kesalahan, biar Alloh SWT saja yang berhak untuk menilainya. Kita hanyalah manusia biasa yang juga memiliki dosa.
Sekali lagi, setiap manusia yang bersalah, memiliki kesempatan kedua. Maka biarkan Luna bahagia bersama pasangannya dan mendoakan kebaikannya. Mari kita rayakan bersama supaya langgeng dalam berumah tangga. Selamat menikah Luna! []