Mubadalah.id – Kemarin, saya tak sengaja mendengar percakapan anak-anak yang sedang berkumpul dengan masing-masing smartphone miring di tangannya. Mereka saling melempar ejekan dengan istilah “brain rot”. Ketika saya tanya makna brain rot versi mereka adalah “otak yang busuk”. Ternyata otak bisa membusuk, pantas saja kita sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan akal.
Syukurlah mereka mengenal istilah brain rot. Harapannya mereka senantiasa berupaya untuk menghindari itu semua. Sayangnya mereka tidak memahami makna sesungguhnya sekaligus dampak di balik frasa tersebut. Mirisnya lagi mereka menggunakan istilah brain rot untuk bullying.
Apa itu Brain rot?
Brain rot pernah menjadi “Word of the year 2024” menurut Oxford. Meskipun terminologi brain rot tidak ada dalam Psikologi Klinis. Namun brain rot merujuk pada kondisi menurunnya nalar kritis, daya ingat, dan fungsi eksekutif otak karena konsumsi video pendek dangkal secara berlebihan. Misalnya video prank, tantangan ekstrem, dan video yang hanya fokus pada sensasi bukan substansi. Parahnya lagi sekarang banyak konten yang jauh dari realitas sosial dan nilai positif.
Media sosial memiliki dua mata pisau. Satu sisi, ia memberikan kemudahan bagi manusia untuk mengakses informasi dan edukasi. Di sisi lain, penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah baru seperti brain rot.
Konsumsi hiburan instan membuat otak terbiasa dengan stimulus cepat tanpa tantangan berpikir yang mendalam. Akibatnya fungsi otak menjadi lemot, sulit fokus dan konsentrasi, menurunnya fungsi analisis kompleks, serta ketergantungan terhadap validasi sosial.
Brain rot dalam perspektif Islam
Brain rot bukan hanya masalah mental, melainkan tanggung jawab moral dalam memilih apa yang kita konsumsi secara digital. Ia bisa menyasar siapa saja, anak-anak hingga orang dewasa. Menurut Imam Asy-Syatibi salah satu maqashid syari’ah adalah menjaga keselamatan akal (hifzul aql) yang termasuk di dalamnya adalah menjaga kesehatan otak.
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تُؤْمِنَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِۗ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يَعْقِلُوْنَ
Artinya: Tidak seorang pun akan beriman, kecuali dengan izin Allah dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang yang tidak mau mengerti (Qs. Yunus ayat 100).
Yang membedakan manusia dengan mahkluk Allah Swt lainnya adalah akal. Akal dan hati nurani yang bersih akan menuntun manusia untuk mengenal sekaligus mendekatkan diri kepada Allah Swt. Maka menjaga kesehatan akal bagian dari menjalankan perintah Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw senantiasa menekankan untuk menjaga akal dan menghindarkan diri dari sesuatu yang dapat merusaknya. Karena sekali lagi, akal adalah anugerah terbesar dari Allah Swt yang harus kita jaga sebagai ungkapan rasa syukur.
Islam memandang brain rot sebagai ancaman di era digital. Umat Islam harus menyikapinya dengan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mengonsumsi konten digital yang tidak bermanfaat secara berlebihan adalah perbuatan yang boros. Yaitu boros waktu dan pikiran.
Dalam hal ini, pentingnya memanfaatkan waktu secara optimal untuk belajar, beribadah yang khusyuk, dan bersosialisasi dengan cara yang positif.
Tips meningkatkan kesehatan akal
Alih-alih menormalisasikan brain rot, agaknya brain refresh lebih penting disuarakan. Brain refresh merupakan aktivitas untuk menyegarkan otak agar fungsi kognitif meningkat. Artinya, brain refresh adalah salah satu ikhtiar untuk menjaga kesehatan akal.
Brain rot bukan hanya sebagai tren digital, melainkan sebagai fenomena nyata yang dapat mengganggu kesehatan mental dan menurunnya fungsi otak.
Kebalikannya dengan brain rot, brain refresh mampu meningkatkan fokus, produktivitas, dan kreativitas. Tentunya, dengan brain refresh seseorang dapat memahami dirinya sendiri karena berangkat dari kemampuan mengendalikan stres dan kesadaran yang tinggi.
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kesehatan akal. Misalnya dengan tidur yang cukup dan berkualitas, mengonsumsi makanan yang seimbang dan bergizi, olahraga secara teratur, bersosialiasi, dan mengurangi stres dengan teknik relaksasi. Bisa juga dengan membuat jadwal dan skala prioritas untuk meningkatkan produktivitas.
Islam sebagai agama rahmatan lil a’alamin mengajarkan kita untuk menjaga akal dan hati. Melalui prinsip keseimbangan, kita diminta untuk lebih selektif dalam berselancar di dunia digital agar tidak terpapar informasi yang negatif. Menjaga kualitas pikiran adalah tanggung jawab setiap insan yang berakhlak. Karena Allah Swt telah menitipkan akal, maka kita harus menjaganya dengan penuh kesadaran. []