Mubadalah.id – Malam perlahan turun, udara dingin mulai menyapa. Senja itu kami tiba di kaki gunung Welirang Pacet Mojokerto, daerah yang terkenal dengan pemandian air panasnya. Sayangnya kami ke sana bukan untuk berwisata, tapi mengantarkan putri sulung kami ke Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) Amanatul Ummah Pacet Mojokerto. Lembaga pendidikan ini kami percayai untuk mendidik, membimbing, membangun karakter dan memandu anak kami menggapai cita-cita tinggi.
Dengan suasana yang adem dan sejuk dataran tinggi pegunungan Welirang dan Penanggungan, kami berharap anak kami akan lebih betah selama menimba ilmu di sana. Melepas anak merantau ke negeri yang jauh, bukanlah hal yang mudah. Kami harus sama-sama ikhlas, sebagai orang tua ikhlas melepasnya pergi, sementara anak ikhlas menjalani kehidupan di luar dan meninggalkan kenyamanan rumah.
Ulama menganjurkan umat Islam untuk memiliki cita-cita tinggi dan berusaha mencapainya, karena hal itu merupakan bagian dari kesempurnaan akal. Selain itu dapat memberikan kontribusi besar bagi kemuliaan Islam. Cita-cita tinggi juga sejalan dengan ajaran Islam yang menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Belajar dari Imam al-Syafi’i
Siapa yang tak kenal Imam Syafi’i? Ulama mazhab yang terkenal gemar merantau, hingga membuatnya mampu menyusun fatwa berdasarkan pengalaman yang telah ia temui.
Selain hijrah ke Madinah pada tahun 170 H untuk belajar langsung kepada Imam Dar al-Hijrah, yakni Imam Malik bin Anas, Imam al-Syafii juga berkunjung ke Irak dan Kufah untuk belajar kepada murid-murid Imam Abu Hanifah, sebelum akhirnya kembali lagi ke Madinah menemani Imam Malik hingga wafat pada tahun 179 H.
Bahkan Imam al-Syafi’i terhitung berkunjung ke Irak sebanyak tiga kali. Selain Irak, Ia juga pernah berkunjung ke Persia, Turki dan Ramlah (Palestina), hingga akhirnya menetap dan wafat di Mesir.
Kesempatan Imam al-Syafii untuk berkunjung ke berbagai kota ini membantunya mengetahui budaya serta adat istiadat yang berlaku di kota-kota tersebut. Hal ini secara tidak langsung menjadi referensi Imam al-Syafii untuk membangun fatwa-fatwa dalam mazhabnya kelak.
Pesan Imam al-Syafi’i
Ada satu pesan Imam al-Syafi’I yang pernah orangtuaku sampaikan ketika dulu saat saya masih kecil selepas SD disuruh mondok, pergi belajar ke luar kota.
“Musafirlah! Engkau akan menemukan sahabat baru pengganti sahabat-sahabat lama yang engkau tinggalkan. Dan bekerjalah yang giat! Karena kenikmatan hidup akan tercapai dengan bekerja keras.”
Tak hanya itu, saat sedang liburan pondok lantas malas untuk segera kembali ke pesantren karena beragam alasan, kali ini kakakku yang menyampaikan pesan Imam al-Syafi’i.
“Singa jika tidak keluar dari sarangnya, ia tidak akan mendapatkan makanan. Begitu juga dengan anak panah, jika tidak meluncur dari busurnya, anak panah tersebut tidak akan mengenai sasaran.”
Pesan yang sama kini saya sampaikan juga ke putri sulung kami agar ia tegar bertahan, dan bergembira dalam perjalanan pengembaraannya menuntut ilmu. Di manapun bumi ia pijak, semoga ilmu akan senantiansa menuntun dan menjaganya dalam kebaikan.
Cita-cita Tinggi dalam Islam
Agama Islam sendiri memandang bahwa memiliki cita-cita tinggi merupakan suatu kemuliaan. Bahkan dalam kitab ta’limul muta’alim, Syekh Az-Zarnuji menyebutkan bahwa orang-orang yang menuntut ilmu harus memiliki cita-cita yang tinggi, sebab seseorang itu tinggi derajatnya karena memiliki cita-cita yang tinggi.
Selain itu seseorang yang memiliki cita-cita tinggi mempunyai kemuliaan di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, hal itu tidak memandang berhasil atau tidaknya cita-cita tersebut.
Sebagaimana dalam hadis Rasulullah shallallahu alaihi wassalam berikut:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأُمُورِ وأَشْرَافَهَا، وَيَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang mempunyai keinginan (cita-cita) yang tinggi, dan Allah SWT tidak suka pada orang yang mempunyai cita-cita yang rendah’,” (HR At-Thabrani).
Berdasarkan hadits di atas, Allah SWT menyukai orang-orang yang memilki keinginan atau cita-cita yang tinggi, karena mereka mempunyai motivasi dan ambisi dalam mencapai tujuan hidup.
Hal tersebut akan mendorong mereka lebih semangat dalam menuntut ilmu untuk mewujudkan cita-cita mereka. Selain itu, mereka juga akan lebih banyak berusaha dan berdo’a tidak peduli seberapa banyak tantangan yang akan mereka hadapi.
Berbeda halnya dengan orang yang tidak memiliki cita-cita, mereka tidak mempunyai semangat dan tujuan hidup. Hal ini biasanya akan mendorong mereka memiliki sifat malas. Malas adalah salah satu sifat yang Allah SWT tidak sukai.
Akhir kata, selamat menjadi santri MBI anakku. Nikmati masa mudamu dengan semangat belajar, menimba ilmu, dan berkreasi tanpa batas. Bismillah, semoga melalui MBI bisa mengantarkanmu mencapai cita-cita yang didamba. []