Sabtu, 6 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan Perempuan

    16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

    Muliakan Perempuan

    Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara

    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    Lautan Indonesia

    Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

    Menjaga Hutan

    Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

    Keanekaragaman Hayati yang

    Eksploitasi Alam: Penyebab Utama Hilangnya Keanekaragaman Hayati

    Keadilan Ekologis

    Keadilan Ekologis di Ambang Krisis

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan Perempuan

    16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

    Muliakan Perempuan

    Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara

    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    Lautan Indonesia

    Lautan Indonesia di Ambang Kehancuran

    Menjaga Hutan

    Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

    Keanekaragaman Hayati yang

    Eksploitasi Alam: Penyebab Utama Hilangnya Keanekaragaman Hayati

    Keadilan Ekologis

    Keadilan Ekologis di Ambang Krisis

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

Kiai kita hormati karena keilmuan dan ketakwaannya, bukan karena memiliki kekuasaan atas santri.

Achmad Kurtubi Zaelani Achmad Kurtubi Zaelani
17 Oktober 2025
in Publik
0
Sopan Santun

Sopan Santun

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa Minggu terakhir, banyak media yang menyoroti pesantren. Mulai dari bangunan hingga kehidupan di dalamnya. Berbagai isu telah berhasil terlontarkan oleh media ke pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Isu tersebut telah berhasil menuai kontroversi di kalangan masyarakat.

Salah satu berita kontroversi yang ada di masyarakat adalah ketika Trans7 dengan secara frontal menyudutkan satu pihak dengan tagline “pesantren adalah feodal” dan menayangkan kebiasaan santri di hadapan kyainya yaitu sikap tubuh merunduk.

Hal ini tentu banyak menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang membela pesantren dengan mengatakan bahwa memang itu etika sopan santun. Tapi di lain pihak justru menyudutkan pesantren dengan mengatakan bahwa perilaku tersebut merupakan feodal.

Atas dasar itu, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu etika dan bagaimana bisanya terbentuk budaya etika yang sedemikian rupa berbeda. Begitupun dengan feodal, apa sebenarnya yang dimaksud feodal. Benarkah budaya pesantren adalah feodal?

Etika sopan santun merupakan sikap atau watak yang terbentuk atas kesepakatan sosial serta memiliki nilai. Pengertian ini dapat kita perkuat melalui teori relativisme etika yang mengatakan bahwa nilai-nilai etis terbentuk oleh masyarakat melalui kesepakatan bersama.

Sedangkan feodal  dapat kita maknai dalam dua sudut pandang, yaitu sudut pandang politis dan sosiologis.  Dalam sudut pandang politis, feodal berarti tentang kekuasaan tanah yang terpusat pada raja. Pada sudut pandang sosiologis, feodal merupakan struktur masyarakat yang didominasi oleh hierarki sosial yang kaku. Di mana status seseorang ditentukan oleh keturunan (bangsawan) dan bukan oleh prestasi atau kemampuan.

Jadi sikap tubuh santri merunduk kepada kyai itu etika atau feodalisme?

Etika merunduk yang santri lakukan di hadapan kiai merupakan cerminan dari tata nilai dan adab yang hidup dalam tradisi pesantren. Sikap tersebut tumbuh dari kebiasaan sosial dan keyakinan yang menempatkan kiai sebagai sosok yang kita hormati karena kedalaman ilmunya dan keteladanan moralnya.

Dalam kehidupan pesantren, merunduk bukan sekadar gerak tubuh, melainkan simbol kerendahan hati, dan penghormatan terhadap ilmu. Selain itu pengakuan terhadap peran kiai sebagai pembimbing spiritual.

Tindakan ini telah menjadi kesepakatan sosial yang terwariskan secara turun-temurun dan kita hayati bersama sebagai wujud kebaikan moral. Oleh karena itu, nilai kesopanan yang melekat pada perilaku merunduk merupakan bagian dari etika kolektif yang terbangun melalui pengalaman dan kehidupan bersama di lingkungan pesantren.

Budaya merunduk santri di hadapan kiai tidak dapat kita pahami sebagai bentuk feodalisme. Dalam sistem feodal, penghormatan kita berikan berdasarkan hierarki sosial dan kekuasaan, di mana seseorang kita hormati karena kedudukan atau status yang lebih tinggi.

Sementara dalam tradisi pesantren, penghormatan santri terhadap kiai bersumber dari rasa cinta dan hormat kepada ilmu, bukan karena perbedaan kelas sosial. Kiai kita hormati karena keilmuan dan ketakwaannya, bukan karena memiliki kekuasaan atas santri.

Dengan demikian, etika merunduk tidak menunjukkan ketundukan struktural sebagaimana dalam sistem feodal, melainkan menegaskan hubungan spiritual antara murid dan guru. Tradisi sopan santun ini justru memperlihatkan keseimbangan antara kerendahan hati dan penghargaan terhadap pengetahuan, yang menjadi ciri khas adab Islam dalam kehidupan pesantren.

Peradaban Pesantren

Budaya etika ini layak kita pertahankan karena merupakan warisan luhur peradaban pesantren yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang santun, beradab, dan menjunjung tinggi nilai penghormatan terhadap ilmu. Dalam konteks modernisasi yang sering menekankan kesetaraan tanpa batas, tradisi semacam ini menjadi pengingat bahwa kesopanan dan adab tidak boleh hilang dari pergaulan manusia.

Etika merunduk tidak hanya memiliki makna simbolik dalam hubungan guru dan murid, tetapi juga mengandung nilai pendidikan moral yang membentuk kepribadian. Yakni rendah hati, berempati, dan berjiwa hormat terhadap sesama. Jika budaya ini ditinggalkan, maka yang hilang bukan hanya tata cara sopan santun, melainkan akar moralitas dan spiritualitas yang selama ini menjadi ruh kehidupan pesantren dan bagian penting dari identitas keislaman Indonesia.

Mempertahankan tradisi etika merunduk berarti menjaga kesinambungan nilai-nilai luhur yang telah menjadi fondasi moral masyarakat Nusantara. Dalam arus globalisasi yang cenderung meniadakan batas-batas budaya, pesantren berperan penting sebagai penjaga peradaban adab.

Tradisi ini perlu terus kita ajarkan, tidak sekadar sebagai ritual penghormatan, tetapi sebagai bentuk pendidikan karakter yang menghidupkan rasa takzim dan kebersahajaan. Warisan ini menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus menghapus nilai-nilai lama, tetapi justru menumbuhkannya dalam bentuk yang kontekstual dengan zaman.

Dengan demikian, etika merunduk santri di hadapan kiai bukan sekadar simbol masa lalu, melainkan cermin peradaban Islam Nusantara yang perlu kita lestarikan. Tujuannya agar generasi mendatang tidak kehilangan akar moral dan budi pekerti yang menjadi ciri khas bangsa. []

Tags: EtikaFeodalismekiaiMoralitasPeradaban PesantrenPondok PesantrenSantriSopan Santun
Achmad Kurtubi Zaelani

Achmad Kurtubi Zaelani

Terkait Posts

Penyusuan Anak dalam al-Qur'an
Keluarga

Penyusuan Anak dalam Al-Qur’an: Antara Hukum, Etika, dan Kasih Sayang

12 November 2025
Lembaga Pendidikan
Publik

Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

27 Oktober 2025
Santri Penjaga Peradaban
Publik

Santri Penjaga Peradaban: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Dunia yang Damai

25 Oktober 2025
Krisis Iklim
Publik

Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum

24 Oktober 2025
Hijroatul Maghfiroh Abdullah
Figur

Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia

23 Oktober 2025
Perempuan Disabilitas
Publik

Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

22 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • 16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Guru Diminta Mengajarkan Kesadaran Menjaga Hutan. Hutan yang Mana, Pak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik
  • Keadilan Tuhan bagi Disabilitas
  • Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan
  • Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara
  • 16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID