Mubadalah.id – Dalam Islam, surga kerapkali digambarkan sebagai tempat penuh kenikmatan seperti taman hijau, sungai mengalir, buah-buahan lezat, dan tempat yang indah. Namun, sebagian para penceramah justru menyempitkan gambaran itu dengan menonjolkan surga sebagai ruang pemuasan syahwat laki-laki.
Kita masih ingat bagaimana di berbagai pemberitaan, sejumlah pelaku bom bunuh diri diyakini berkeyakinan bahwa kematian mereka akan segera “menjemput bidadari surga”.
Di media sosial, narasi ini terus mereka pelihara. Seorang penceramah pernah dengan ringan menggambarkan kenikmatan “pesta seks surgawi” bagi laki-laki.
Sementara itu, seorang ulama dari Yordania membuat heboh dunia maya ketika menjawab pertanyaan seorang perempuan tentang kenikmatan apa yang ia peroleh di surga jawabannya: laki-laki dengan penis besar, keras, dan bisa ereksi selamanya.
Pernyataan yang vulgar dan merendahkan ini bukan hanya menunjukkan obsesi terhadap seksualitas laki-laki. Tetapi juga memperlihatkan ketimpangan dalam cara umat memahami relasi gender di akhirat. Seolah-olah perempuan hanya ada untuk melayani hasrat laki-laki —di dunia maupun di surga.
Sumber Rujukan
Salah satu sumber yang sering menjadi rujukan dalam menggambarkan surga secara erotis adalah Kitab Shifat al-Jannah karya Imam Abu Bakr Abdullah bin Muhammad al-Baghdadi (Ibn Abi ad-Dunya), seorang ulama abad ke-9 M. Kitab ini berisi 124 teks hadis Nabi tentang surga, serta lebih dari 200 atsar dari sahabat dan tabi’in.
Menariknya, dalam kitab tersebut terdapat satu bab khusus berjudul Jimā‘ Ahl al-Jannah (Hubungan Seks Para Penduduk Surga), yang berisi 22 teks hadis (halaman 191–200) tentang aktivitas seksual di surga.
Di antaranya menggambarkan laki-laki dengan penis yang tidak pernah lunglai. Bahkan perempuan dengan vagina yang tidak pernah kendur, dan kenikmatan yang tiada henti.
Namun, sebagaimana tercatat oleh editor kitab, Abdurrahim al-‘Asaslah, sanad hadis-hadis tersebut tergolong lemah. Lebih penting lagi, tidak satu pun di antara hadis tersebut terdapat dalam kitab-kitab hadis mu‘tabar. Seperti Sahih Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Majah, atau Nasa’i.
Dengan kata lain, seperti pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Perempuan Bukan Makhluk Domestik bahwa kisah-kisah seksual surgawi ini bukan bagian dari ajaran pokok Islam. Melainkan konstruksi sosial-religius yang berkembang di masa-masa berikutnya. []