Jumat, 28 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Seni Brai

    Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan

    Perkawinan Beda Agama

    Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama

    Ritual Perempuan Adat

    Kearifan Perempuan Adat: Melestarikan Alam Lewat Ritual dan Kosmologi

    Madrasah Creator KUPI

    Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller

    Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an

    Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

    Hukuman Mati

    Hukuman Mati dalam Pandangan Gereja Katolik

    Kekerasan Terhadap Perempuan masih

    Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

    soft life

    Soft Life : Gaya Hidup Anti Stres Gen Z untuk Kesejahteraan Mental

    Penguatan Komunitas

    Penguatan Komunitas Ala Fahmina

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Seni Brai

    Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan

    Perkawinan Beda Agama

    Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama

    Ritual Perempuan Adat

    Kearifan Perempuan Adat: Melestarikan Alam Lewat Ritual dan Kosmologi

    Madrasah Creator KUPI

    Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller

    Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an

    Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

    Hukuman Mati

    Hukuman Mati dalam Pandangan Gereja Katolik

    Kekerasan Terhadap Perempuan masih

    Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

    soft life

    Soft Life : Gaya Hidup Anti Stres Gen Z untuk Kesejahteraan Mental

    Penguatan Komunitas

    Penguatan Komunitas Ala Fahmina

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Budaya Rape Culture Sesama Perempuan, Salah Siapa?

Di samping itu, yang memprihatinkan dari kasus seperti ini juga adalah fakta mengenai budaya rape culture sesama perempuan itu tadi. Alih-alih saling support dan peduli, sesama perempuan kini malah cenderung saling menjatuhkan. Lebih banyak menghakimi, daripada memahami.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
11 Desember 2020
in Kolom, Personal
0
Budaya Rape Culture Sesama Perempuan, Salah Siapa?
220
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa waktu lalu saya sempat membuka akun twitter. Karena sudah lama, saya periksa tagar untuk mengetahui berita apa yang sedang trending. Ada tagar yang menampilkan nama seorang perempuan. Penasaran, saya pun membukanya. Ternyata ini adalah kasus pelecehan seksual, dan ia, yang namanya muncul di tagar, sebut saja miska, mengaku menjadi korban oleh seseorang yang tak ia kenal. Berdasarkan pengakuan korban, ia sampai diminta untuk pergi bersama dengan seseorang tersebut, dan dipaksa untuk ikut bersamanya. Tentu dengan diancam dan sebagainya.

Melihat thread tersebut, saya langsung beralih ke kolom komentar. Ingin tahu bagaimana respon netizen yang budiman. Dan, ternyata yang memberi komentar banyaknya perempuan. Tapi, you know what? Yap, begini rata-rata komenannya:

“suruh siapa mau, mbak..”

“ya itu mah resiko. Lu nya aja yang buka-buka pakaian”

“istighfar mbak, makanya punya tubuh dijaga, kucing dimana-mana dikasih ikan ya nyamber”

Saya gak begitu kaget sih sebetulnya, lagian kita udah sering banget kan denger victim blaming kayak gini. Tapi yang bikin miris, karena yang melakukan rape culture seperti itu, ternyata, kebanyakan malah sesama perempuan sendiri. Rasanya pengen tak omongin satu-satu, ini perempuan lagi minta dukungan, eh kok malah dihakimin toh mbak.. (entahlah)

Orang-orang mengatakan bahwa kejahatan terjadi karena adanya kesempatan. Gak bisa kita nafikan kalo pendapat itu emang ada benarnya. Tapi akhir-akhir ini, kata-kata modelan begitu sepertinya udah bikin saya agak eneg. Karena berawal dari ide tersebut-lah, sepertinya benih-benih rape culture pada akhirnya mulai mencuat. Alih-alih menekankan aturan untuk tidak melakukan kejahatan, akhirnya orang-orang kini bergeser untuk lebih memilih sikap menyalahkan mereka yang menimpa kejahatan tersebut. Sadar gak sih?

Di Indonesia terlebih lagi. Budaya rape culture sudah menjadi hal yang umum, bahkan hampir selalu terjadi. Eits, tapi sebelumnya udah tahu kan makna dari rape culture? Soalnya dulu sewaktu saya mencari tahu arti dari rape culture melalui kamus dan juga google translate, arti yang ditampilkan malahan “budaya pemerkosaan”.

Tapi ternyata, bukan itu makna dari rape culture yang sebenarnya. Istilah rape culture ini kemudian digunakan untuk menjelaskan makna dari orang-orang yang suka menyepelekan tindak pelecehan seksual yang dialami oleh seseorang. Bahkan, mereka pun memiliki kecenderungan untuk melakukan penyalahan terhadap korbannya. Jelas yaa.

Kita tahu bahwa pelecehan seksual semakin marak terjadi. Aksi dan juga jenis yang dilakukan pun bisa bermacam-macam modelnya. Dari mulai hal yang terkesan sepele seperti siulan, celetukan iseng, bahkan sampai tindakan kejam pun sudah seringkali kita dengar.

Yang pasti, faktanya, tindakan semacam itu, mau dibilang yang sepele kek, atau yang besar sekalipun, masalahnya akan mengakibatkan hal-hal yang gak remeh juga. Banyak perempuan yang pada akhirnya merasa terancam, tidak aman, hingga mengalami gangguan psikis lainnya. Hal ini juga-lah yang menjadi sebab mengapa perempuan kini banyak yang ‘dikurung’ di rumahnya.

Padahal, hukum yang patut ditegakkan. Aturan dan norma yang seharusnya lebih ditekankan. Sama halnya seseorang tidak boleh mengambil barang orang lain meskipun ada di hadapannya, mereka yang melakukan tindak pelecehan seksual dengan alasan pakaian perempuan yang terbuka pun juga tidak bisa dibenarkan.

Namun, fakta yang sangat menyedihkan di sini yaitu mengenai para pelaku pelecehan seksual, yang jarang sekali terlibat oleh hukum. Sekalipun terlibat, jarang mendapatkan sanksi. Sekalipun mendapatkan sanksi, tak hanya pelaku, tapi korban juga ikut disalahkan. Ada sebuah survei di Lentera Sintas Indonesia, yang meneliti dan menemukan bahwa dari data 25.213 responden, sekitar 6,5% mengaku bahwa mereka pernah mengalami pemerkosaan. Tapi mereka memilih untuk bungkam dan tidak melaporkannya. Why? Ya karena budaya rape culture itu tadi.

Saya cuman bisa geleng-geleng kepala sambil ngelus dada. Saya pun nyesek sebetulnya saat menuliskan artikel ini. Gimana engga? Saya juga perempuan. Artinya, saya pun berpotensi mengalami hal-hal serupa dengan mereka, bukan? Begitu juga dengan kalian, ya, siapapun kalian yang membaca tulisan ini. Naudzubillah deh, jangan sampe yaa. Tapi, maksudnya, kita semua gak terlepas loh dari potensi untuk mendapatkan perilaku tak senonoh seperti mereka, para korban. Lalu bayangkan saja jika kita, atau orang terdekat kita yang tiba-tiba mendapatkan perilaku serupa. Tetap mau menyalahkan korbannya?

Sungguh miris mengetahui bahwa kita hidup dalam budaya dimana segala aturan dan kekangan yang mengatur gerak dan ruang perempuan dibatasi. Segala urusan mengenai perempuan, hingga masalah pakaian pun dipermasalahkan. Sementara itu, tindakan laki-laki, seburuk apapun, selalu bisa diberi pemakluman. Intinya, para lelaki yang gak bisa mengontrol nafsunya, tapi malah perempuan yang dibikin ribet. Hahaha.. lucu.

Di samping itu, yang memprihatinkan dari kasus seperti ini juga adalah fakta mengenai budaya rape culture sesama perempuan itu tadi. Alih-alih saling support dan peduli, sesama perempuan kini malah cenderung saling menjatuhkan. Lebih banyak menghakimi, daripada memahami. Sadar gak sadar, kini, sesama perempuan lah yang justru melanggengkan budaya rape culture seperti itu. Hadeuh.. Supaya apa sih?

Korban pelecehan seksual sangat jarang bersuara. Dan ketika mereka berani meminta keadilan untuk dirinya, tapi perempuan lain malah.. (ah sudahlah). Padahal, perempuan yang menjadi korban, dengan menyuarakan suaranya, tentu sedang membela hak-hak yang ada pada diri perempuan juga kan? Seharusnya sesama perempuan-lah yang bisa saling memahami.

Hmm.. Tapi tentu saja gak semua perempuan begitu. Walaupun ada banyak sesama perempuan yang melanggengkan budaya rape culture ini, tapi banyak juga kok perempuan-perempuan yang justru sebaliknya, mendukung dan saling melindungi satu sama lain. Ini lah yang harus kita rawat.

Hal ini tentu saja karena kita mengetahui bahwa segala sesuatu yang diperjuangkan oleh satu perempuan, artinya sesuatu tersebut adalah hal yang dirasakan bahkan ‘dimiliki’ oleh kita semua. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita akhiri kebiasaan dan tradisi lama seperti rape culture, atau victim blaming, dan berubah menuju sikap yang lebih memedulikan mereka yang membutuhkan perlindungan. Bukannya sebaliknya, melindungi mereka yang melakukan ketidakadilan. []

 

 

 

 

 

 

Tags: Kampanye 16 HAKTPKekerasan seksualKesehatan MentalperempuanRape Culturestop kekerasan terhadap perempuan
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Gender Equality Enthusiast. Menyimak, menulis, menyuarakan perempuan.

Terkait Posts

Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an
Publik

Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

27 November 2025
Kekerasan Terhadap Perempuan masih
Publik

Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

27 November 2025
soft life
Personal

Soft Life : Gaya Hidup Anti Stres Gen Z untuk Kesejahteraan Mental

27 November 2025
Kekerasan Seksual
Aktual

Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

26 November 2025
Kekerasan Terhadap Perempuan yang
Keluarga

Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

21 November 2025
Industri ekstraktif
Publik

Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif

21 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Al-Qur'an

    Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Soft Life : Gaya Hidup Anti Stres Gen Z untuk Kesejahteraan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penguatan Komunitas Ala Fahmina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Seni Brai: Merawat Warisan Dakwah Sunan Gunung Djati untuk Masa Depan
  • Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama
  • Kearifan Perempuan Adat: Melestarikan Alam Lewat Ritual dan Kosmologi
  • Madrasah Creator KUPI, Menulis Biografi Ulama Perempuan dengan Gaya Storyteller
  • Al-Qur’an dan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID