Mubadalah.id – Sejak zaman awal Islam, aborsi atau pengguguran kandungan sudah menjadi problem yang mendapat perhatian dari semua ahli hukum Islam. Kitab-kitab hukum Islam, menyebutnya al Ijhadh atau Isqath al Haml).
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa para ahli hukum Islam (fuqaha) sepakat bahwa pengguguran kandungan setelah lewat bulan keempat kehamilan adalah haram. Mereka berpendapat bahwa sesudah usia 120 hari kehamilan janin dalam kandungan ibu adalah seorang anak manusia dengan seluruh kelengkapannya, karena ruh telah ditiupkan kepadanya.
Nabi SAW mengatakan : “penciptaan kamu dalam perut ibu selama 40 hari berupa nuthfah, lalu ‘alaqah’ (gumpalan darah) dalam waktu yang sama, kemudian ‘mudghah’ (gumpalan daging) juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu Malaikat diutus untuk meniupkan ruh ke dalamnya …”(HR. Bukhari-Muslim). Maka menggugurkannya sama dengan membunuh manusia.
Akan tetapi pada kandungan berusia kurang dari 120 hari, para ulama Islam mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Kontroversi tidak hanya terjadi antar mazhab, tetapi juga pada internal mazhab.
Pendirian paling longgar adalah pandangan al-Hashkafi dari Mazhab Hanafi. Ia berpendapat bahwa pengguguran kandungan yang perempuan lakukan sebelum janin genap berusia empat bulan (120 hari) adalah boleh.
Ketika Haskafi ditanya : “Apakah pengguguran kandungan dibolehkan ?”, ia menjawab : “ya, sepanjang belum terjadinya penciptaan, dan itu (penciptaan) hanya terjadi sesudah 120 hari kehamilan”. (Al Radd al Mukhtar, II/411).
Sementara penulis buku al Khaniyah tidak membenarkannya, kecuali dengan suatu alasan. Ia menganalogikan kasus itu dengan larangan memecahkan telur burung oleh orang yang sedang ihram. Satu alasan yang sering ia sampaikan adalah ketiadaan air susu bagi bayi yang masih menyusui ibunya yang sedang hamil itu. Dia dan suaminya juga tidak mampu membayar orang lain guna menyusuinya.
Pandangan Ulama
Berbeda dengan pandangan di atas, Abu Bakar bin Abi Sa’id al Furati, menurut al-Karabisi dari mazhab al-Syafi’i berpendapat bahwa aborsi adalah boleh sepanjang kandungan masih berupa nuthfah (air mani yang bercampur telur/ovum) atau berupa alaqah (gumpalan darah).
Demikian al Ramli dalam Nihayah al Muhtaj,VIII/416. Sementara Ibnu Hajar al Haitami memberikan keputusan bahwa aborsi dibolehkan sebelum usia kandungan 42 hari. Lebih dari itu dilarang.
Ibnu Hajar mendasarkan pendapatnya pada hadits Nabi SAW : “Jika nuthfah melewati 42 malam, maka Tuhan mengutus Malaikat untuk membentuk rupa, pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulangnya…”.(H.R. Muslim). Penciptaan menurut pendapat ini terjadi sesudah 40 hari.
Sayed Sabiq seorang ulama kontemporer sepakat dengan pandangan ini. Dalam bukunya Fiqh al Sunnah dia menyatakan :
بعد استقرار النطفة فى الرحم لا يحل إسقاط الجنين بعد مضي مائة وعشرين يوما. فإنه حينئذ يكون إعتداء على نفس يستوجب العقوبة فى الدنيا والاخرة. أما إسقاط الجنين أو إفساد اللقاح قبل مضي هذه المدة فإنه يباح إذا وجد ما يستدعى ذلك. فإن لم يكن ثمة سبب حقيقي فأنه يكره.
“Sesudah nuthfah menetap di rahim dan melewati usia seratus dua puluh hari, pengguguran kandungan adalah haram. Menggugurkannya sama dengan membunuh jiwa manusia dan ini harus dikenaik sanki di dunia dan akhirat. Tetapi menggugurkannya sebelum usia kandugan 120 hari, maka dibolehkan sepanjang ada alasan. Dan jika tidak ada alasan apapun, maka tindakan tersebut makruh”. (Fiqh al Sunnah, Juz II/177-178). []