Mubadalah.id – Abu Syuqqah, salah satu ulama pembaharu isu kesetaraan gender telah menetapkan, bahwa semua pengalaman sahabat perempuan pada masa Nabi Muhammad Saw sebagai rujukan dan contoh dari praktik kenabian.
Pengalaman para sahabat perempuan itu di antaranya, Khadijah Ra, Aisyah Ra, Ummu Haram Ra, Nusaibah binti Ka’ab Ra, Ummu Salamah Ra, Asma’ binti Abu Bakar Ra, dan yang lain.
Penetapan pengalaman sahabat perempuan itu, menurut Abu Syuqqah, hanya merujuk kepada teks hadis shahih (Bukhari dan Muslim) yang menjadi gagasan dasar Islam mengenai kesetaraan dan keadilan (musawah).
Jadi jika ada teks-teks yang terkesan problematis, seperti lemah dari sisi sanad, maka, kata Abu Syuqqah, harus ditolak.
Tetapi, jika shahih, seperti yang dikutip dari buku Qiraah Mubadalah karya Faqihuddin Abdul Kodir, ia harus digali secara mendalam makna yang terkandung.
“Untuk pemaknaan ulang teks-teks yang secara literal problematis ini, dalam isu relasi dan hak-hak perempuan dalam Islam, Abu Syuqqah hanya menerima hadis shahih dan menolak hadis yang tidak shahih,” tulis Kang Faqih.
Menurut Kang Faqih, ada banyak teks yang tersebar luas di kalangan masyarakat Arab, yang dianggap hadis, padahal sama sekali bukan hadis shahih, sehingga harus ditolak.
Kang Faqih mencotohkan beberapa teks yang ditolak oleh Abu Syuqqah karena bukan hadis shahih, seperti teks :
“Sebaik-baik perempuan adalah yang tidak melihat laki-laki dan tidak terlihat oleh laki-laki.”
“Tutuplah aurat perempuan dengan menempatkan mereka di dalam rumah saja.”
“Jika tidak karena perempuan, maka manusia akan bisa beribadah secara sempurna kepada Allah Swt.”
“Perempuan adalah sumber kesialan.”
Dari teks yang tidak jelas itu, Kang Faqih menyampaikan, Abu Syuqqah menolak itu semua sebagai dasar praktik kenabian.
Oleh karena itu, Abu Syuqqah lebih memilih menyusun kembali tema-tema yang mendeskripsikan ragam kehidupan dan aktivitas perempuan pada masa kenabian.
“Ada banyak tema tentang karakter, kondisi, dan aktivitas perempuan pada masa itu, di dalam rumah tangga dan di ruang-ruang publik,” ungkap Kang Faqih.
“Ada tema tentang kepintaran perempuan, keikhlasan, ketekunan, keikutsertaan dalam hijrah dan jihad, belajar, bekerja, mengelola rumah tangga, dan bahkan menafkahi keluarga,” tambahnya. (Rul)