Mubadalah.id – Advokasi Nabi Muhammad Saw terhadap hak-hak perempuan, sebagaimana yang diajarkan al-Qur’an tampak mengambil pola gradualistik dan negosiatif.
Saat mengomentari proses advokasi gradual dan negosiatif tersebut Asghar Ali Engineer mengatakan:
“Dalam masyarakat transisi manapun, apapun perspektif ideologi yang dipakai untuk merancang bangunan sosial di masa depan, seseorang tidak bisa memutuskan sama sekali hubungannya dengan masa lalu. Kita harus memahami ini sebagai interaksi dialektis antara yang empitis dan ideologis.”
Para pembaca al-Qur’an yang cermat dan kritis akan segera menemukan, reformasi sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik yang digunakan al-Qur’an selalu memperlihatkan pola-pola gradual, dialektis, dan negosiatif tersebut.
Dalam literatur Islam klasik hal tersebut biasanya kita kenal dengan tadraji atau taqlili, dan ‘adam al-haraj.
Makna yang dapat kita pahami dari strategi advokasi dialektis dan negosiatif adalah bahwa advokasi tersebut masih dalam proses menjadi masih berjalan, dan belum final.
Bahkan masih dituntut untuk diarahkan lebih lanjut untuk sampai pada tujuan finalnya ketika saatnya tiba.
Yakni, ketika konstruksi sosial telah cukup memberikan ruang bagi tindakan dan peran setara laki-laki dan perempuan.
Di saat itulah, Nabi mengamati realitas ini dengan seluruh nurani dan pikiran beserta keprihatinan yang mendalam. Perendahan martabat manusia atas dasar status sosial, asal-usul. Ataupun jenis kelamin tidak boleh berlangsung terus, begitu kira-kira yang ada di benak Nabi.
Gagasan
Gagasan bahwa hanya Allah yang wajib kita agungkan dan, karenanya, manusia adalah setara di hadapan-Nya menjadi titik awal dan akhir bagi Nabi untuk mengadvokasi mereka yang terendahkan.
Artinya, relasi subordinasi ini harus kita hentikan. Namun, langkah advokasi menuju kesetaraan laki-laki dan perempuan secara penuh bukanlah langkah yang tepat dan bijak. Karena hanya akan menimbulkan revolusi sosial yang tidak terorganisir secara rapi dan boleh jadi. Justru dapat menggagalkan misi profetik Nabi Muhammad Saw.
Strategi yang al-Qur’an anjurkan adalah mereduksi hak-hak otoritatif laki-laki di satu sisi. Dan mengangkat atau mengembalikan hakhak perempuan di sisi yang lain. []