Mubadalah.id – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional RI (BRIN RI) Ahmad Nuril Huda menilai komunitas digital Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) telah membuka ruang alternatif bagi wacana kesetaraan gender di Indonesia. Namun, ia menegaskan jangkauan gerakan tersebut masih terbatas dan belum mampu menyaingi kelompok Islam konservatif di ruang digital.
Hal itu disampaikan Nuril dalam Dialog Publik di Halaqah Kubra KUPI yang membahas penguatan komunitas digital KUPI dan dampaknya terhadap wacana keagamaan di Indonesia. Menurutnya, sejak awal KUPI telah memanfaatkan media digital sebagai arena strategis untuk menyebarkan gagasan keadilan gender.
“KUPI tidak hanya mengelola situs web dan akun media sosial resmi, tetapi juga didukung oleh partisipasi sukarela para tokoh dan relawan yang menyebarkan gagasan kesetaraan gender melalui akun pribadi mereka,” kata Nuril.
Meski demikian, Nuril menilai ruang digital di Indonesia hingga kini masih didominasi pandangan konservatif dan patriarkal. Kondisi tersebut, kata dia, membuat gagasan keadilan gender sulit menjangkau kelompok masyarakat yang lebih luas, termasuk komunitas di daerah yang aktif menggunakan media sosial.
Ia menekankan perlunya perluasan strategi kampanye digital KUPI agar tidak terfokus pada satu platform. Perbedaan karakter pengguna media sosial, menurutnya, menuntut pendekatan yang lebih beragam. Karena itu, ia mendorong KUPI untuk memperluas kehadiran di berbagai platform digital populer.
Strategi Komunikasi
Selain perluasan platform, Nuril juga menyoroti pentingnya strategi komunikasi yang lebih inklusif dengan melibatkan kelompok Muslim kelas bawah. Selama ini, kelompok tersebut kerap terpinggirkan dalam dialog keagamaan digital, padahal mereka merupakan mayoritas dan kelompok paling rentan terhadap diskriminasi.
Nuril juga mengingatkan bahwa penguatan komunitas digital tidak cukup hanya mengandalkan media sosial. Menurutnya, keterlibatan medium lain seperti fotografi, film, dan televisi penting untuk memperluas jangkauan pesan. Sekaligus meredam polarisasi yang kerap muncul di ruang digital.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam komunitas digital KUPI. Pelatihan dan penguatan jejaring ini lebih penting agar kampanye kesetaraan gender dapat berlangsung secara berkelanjutan dan lebih efektif.
Sebagai penutup, Ahmad mendorong KUPI untuk melakukan pemetaan terhadap resistensi yang muncul di ruang digital. Menurutnya, pemahaman terhadap kelompok penolak dan pola narasi yang mereka gunakan akan menjadi modal penting dalam menyusun strategi komunikasi ke depan. []







































