Mubadalah.id – Aisyah bint Abi Bakr ra adalah sosok yang telah mencontohkan bagaimana beliau mengkritik hadis tentang kesialan perempuan, yang diriwayatkan sahabat Abi Hurairah ra dan dicatat Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Teks yang dimaksud adalah pernyataan Nabi SAW riwayat Abu Hurairah ra: “Sumber kesialan itu ada tiga hal, kuda, perempuan, dan rumah”.
Aisyah ra. tidak mau menerima teks hadis tersebut, karena maknanya bertentangan dengan ayat al-Qur’an :
“Tiada bencanapun yang menimpa di muka bumi ini dan (tidak pula) padamu sendiri. Melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid, 57: 22).
Katanya, tidak mungkin teks hadis yang menyatakan bahwa perempuan adalah sumber kesialan keluar dari mulut Rasul, suaminya. (Lihat: al-Asqallani, Fath al-Bari, VI/150-152). Dari sini, Aisyah ra mengajarkan bahwa Islam dalam memberikan pemaknaan pada hadis harus kita kaitkan dengan ayat-ayat al-Qur’an.
Ijtihad Aisyah ra ini mengajarkan bagaimana pemaknaan teks-teks hadis harus dipandu dengan ayat-ayat al-Qur’an.
Dalam relasi laki-laki dan perempuan misalnya, bisa dirujuk pada prinsip-prinsip yang digariskan al-Qur’an, terutama hal-hal berikut:
Pertama, bahwa perempuan dan laki-laki, Allah ciptakan dari entitas (nafs) yang sama (QS. an-Nisa, 4: 1).
Kedua, bahwa kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) hanya bisa dibangun dengan kebersamaan laki-laki dan perempuan dalam kerja-kerja positif (‘amalan shalihan). (QS. an-Nahl, 16:97).
Ketiga, perlu kerelaan kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan dalam kontrak perkawinan (taradlin). (QS. al-Baqarah, 2: 232-233).
Keempat, tanggung jawab bersama (al-amanah) (QS. an-Nisa, 4: 48),
Kelima, independensi ekonomi dan politik masing-masing (QS. al-Baqarah, 2: 229 dan an-Nisa, 4: 20).
Keenam, kebersamaan dalam membangun kehidupan yang tenteram (as-sakinah) dan penuh cinta kasih (al-mawaddah wa ar-rahmah). (QS. ar-Rum, 30:21). []