Mubadalah.id – Dalam perspektif mubadalah, aktivitas seksual harus dilakukan secara timbal-balik oleh dan untuk kebaikan suami istri.
Persis seperti ilustrasi al-Qur’an, aktivitas seksual pasangan suami istri itu laksana pakaian. Suami pakaian istri dan istri pakaian suami (hunn libas lakum wa antum libas lahunn) (QS. al-Baqarah (2): 187).
Aktivitas seksual yang memaksa dan menyakitkan tidak akan mendatangkan pahala, malah bisa berdosa, karena paksaan dan kekerasan yang dilakukan.
Nabi Saw. telah menggambarkan aktivitas ini sebagai “sedekah”. Dan sedekah, kata al-Qur’an, harus melakukannya dengan cara yang baik dan menenteramkan. Perkataan baik (qaul ma’ruf), dalam ajaran al-Qur’an, jauh lebih baik dibanding sedekah yang menyakitkan (QS. al-Baqarah (2): 262-263).
Oleh karenanya, ia bisa kita catat sebagai perbuatan yang pahalanya terus beruntun dan menggunung. Dalam sebuah Hadis menyebutkan, seseorang yang berbuat kebaikan. Lalu orang lain mengikuti, maka orang tersebut dapat dua pahala.
Pertama, pahala kebaikannya dan kedua pahala karena orang lain mengikuti, tanpa mengurangi pahala yang orang lain terima. Dan begitu seterusnya, pahala itu bisa berlipat dan bertambah.
Barang siapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka akan memperoleh pahalanya (perbuatan baik tersebut). Dan pahala orang yang ikut melakukannya (perbuatan baik tersebut), tanpa mengurangi pahala (orang-orang yang mengikutinya itu) sedikit pun. (Shahih Muslim, no. 2398).
Dalam Shahih Muslim, teks Hadis ini Nabi Saw. ungkapkan pada saat ada seseorang yang bersedekah, lalu beberapa orang lain juga mengikutinya untuk bersedekah.
Relasi Suami Istri
Untuk relasi pasangan suami istri di atas, kita bisa mengilustrasikan seperti misalnya, ketika suami senyum kepada istrinya, dia dapat pahala senyum tersebut.
Ketika sang istri tersenyum balik dan berkata baik, maka sang istri dapat pahala senyumnya dan perkataan baik darinya. Sementara suami dapat tambahan pahala senyum dan perkataan baik yang istri lakukan, di samping pahala senyum ia sendiri.
Begitu pun ketika, misalnya, suami membuat teh karena terdorong perkataan baik sang istri, maka pahala membuat teh itu tidak hanya sang suami terima. Tetapi juga sang istri yang menyebabkan suami berbuat membikin teh tersebut.
Demikianlah pahala antara suami dan istri akan terus beruntun dan menggunung. Dan dalam aktivitas seksual. []