Mubadalah.id – Jika merujuk dalam beberapa Shahih Muslim, ada salah satu Hadis Nabi Muhammad Saw yang menegaskan bahwa saat ada seseorang yang bersedekah, lalu beberapa orang lain juga mengikutinya untuk bersedekah.
Dalam hal ini, misalnya dalam relasi pasangan suami istri. Kita bisa mengilustrasikan: ketika suami senyum kepada istrinya, dia dapat pahala senyum tersebut.
Ketika sang istri tersenyum balik dan berkata baik, maka sang istri dapat pahala senyum dirinya dan perkataan baik dari dirinya, sementara suami dapat tambahan pahala senyum dan perkataan baik yang dilakukan istri, di samping pahala senyum dia sendiri.
Begitu pun ketika, misalnya, suami membuat teh karena terdorong dari perkataan baik sang istri. Maka pahala membuat teh itu tidak hanya sang suami terima. Tetapi juga sang istri yang menyebabkan suami berbuat membikin teh tersebut.
Pahala Menggunung
Demikianlah pahala antara suami dan istri akan terus berungun dan menggunung. Dan dalam aktivitas seksual, jika mereka dahului dengan senyuman. Maka pahala senyuman ini terus akan tercatat bersamaan dengan pahala aktivitas-aktivitas berikutnya. Seperti pujian, rayuan, perkataan baik, saling mencium, saling mengelus, atau memijat, dan seterusnya untuk saling memuaskan.
Setiap momen aktivitas ini, ada pahala-pahala kebaikan yang terus beruntun dan menggunung tanpa menghapus pahala sebelumnya. Karena kebaikan yang satu mendorong kebaikan berikutnya, dan begitu seterusnya.
Dalam perspektif mubadalah, aktivitas seksual harus mereka lakukan secara timbal-balik oleh dan untuk kebaikan suami istri. Persis seperti ilustrasi al-Qur’an, aktivitas seksual pasangan suami istri itu laksana pakaian. Suami pakaian istri dan istri pakaian suami (hunn libas lakum wa antum libas lahunn) (QS. al-Baqarah (2): 187).
Aktivitas seksual yang memaksa dan menyakitkan tidak akan mendatangkan pahala, malah bisa berdosa, karena paksaan dan kekerasan yang dilakukan. Nabi Saw. telah menggambarkan aktivitas ini sebagai “sedekah”.
Dan sedekah, kata al-Qur’an, harus dilakukan dengan cara yang baik dan menenteramkan. Perkataan baik “qaul ma’ruf), dalam ajaran al-Qur’an, jauh lebih baik dibanding sedekah yang menyakitkan (QS. al-Baqarah (2): 262-263).
Jadi, kalau malam Jumat bisa jadi momentum ibadah seks pasangan suami istri yang pahalanya bisa beruntun dan menggunung, mengapa tidak. Syaratnya, harus saling menyenangkan, dan sama sekali tidak boleh dengan paksaan dan kekerasan. []