Mubadalah.id – Jika merujuk ayat al-Qur’an tentang trafiking, maka sesungguhnya al-Qur’an mengecam dengan keras soal perdagangan manusia ini.
Ayat al-Qur’an menyatakan:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗوَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْكِتٰبَ مِمَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ ۗوَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka. Jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.
Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa. (QS. an-Nur ayat 33)
Pelajaran yang bisa diambil dari ayat al-Qur’an tentang trafiking di atas adalah:
Pertama, kewajiban melakukan perlindungan terhadap mereka yang lemah. Hal ini lebih kepada perempuan, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang lemah dan rentan, atau lebih tepatnya dilemahkan (al Mustadh’afin) dalam konteks masyarakat Arab ketika itu.
Membebaskan
Kedua, kewajiban membebaskan orang-orang yang terperangkap dalam perbudakan. Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa kewajiban perlindungan dan pembebasan ini dibebankan ke pundak kaum muslimin.
Sebagian lagi mewajibkan pembebasan tersebut kepada tuan atau pemiliknya (al-Sayyid).
Dalam konteks perbudakan lama pembebasan tersebut melakukannya dengan cara membelinya untuk kemudian memerdekakannya. Sebagaimana yang Abu Bakar lakukan terhadap Bilal bin Rabah.
Ketiga, kewajiban untuk menyerahkan hak-hak ekonomi budak. Hak-hak mereka yang bekerja untuk majikannya harus majikan berikan. Dan keempat, keharaman mengeksploitasi tubuh perempuan untuk kepentingan duniawi.
Paragraf terakhir dari ayat tersebut turun untuk membatalkan praktik-praktik perbudakan perempuan (trafficking in women) yang umum masyarakat Arab ketika itu lakukan.
Ayat ini Allah Swt turunkan untuk merespon kasus Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh utama kaum Munafik. Abdullah memaksa para budak perempuannya untuk melacur sebagai cara meraih kepentingan ekonomi pribadi.
Menurut para ahli tafsir perempuan budak itu adalah Masikah dan Muw’adzah. Mereka menyebut, Abdullah melacurkan budaknya dengan paksa bahkan dengan cara memukul.
Perbudakan dan pelacuran itu bertujuan antara lain:
Pertama, untuk memperoleh keuntungan materi (thalaban li kharajihinna). Kedua, mendapat keturunan orang terhormat berdarah Quraisy akan menjadi pemimpin masyarakat (raghbah fi awladihinna wa riyasah). Ketiga, demi mendapat pahala dan kehormatan (iradah a-tsawab wa al-karamah). []