Mubadalah.id – Forum Konferensi Internasional dan AMAN Assembly akan menyediakan ruang khusus bagi anak muda bersuara dalam sesi Plenary Open Mic dengan tema “Reinventing Nonviolent Civil Resistance: Youth Peace Movement and Technology”.
Dalam tema tersebut, menjadi ruang untuk mendengar tanggapan anak muda di negara-negara di Asia tentang sejumlah isu. Termasuk isu yang berkaitan dengan budaya beragama yang inklusif, demokrasi dalam konteks pluralisme.
Di sesi paralel walk the talk, terdapat perbincangan khusus mengenai bagaimana anak muda menggunakan media sosial dalam gerakan sosial dan memerangi ujaran kebencian.
Sementara itu, Anak-anak muda di Aceh sendiri memiliki segudang cerita dan pengalaman memperjuangkan keadilan bagi korban terdampak.
Bahkan kelompok rentan seperti perempuan dan anak menghadapi kekerasan berbasis gender, agama, ras. Hingga persoalan krisis iklim.
Direktur The Asian Muslim Action (AMAN) Indonesia, Ruby Kholifah mengatakan bahwa konferensi yang kami gelar nanti membincangkan berbagai perspektif yang komprehensif.
“Penting untuk melihat inklusi keagamaan kita potret dari berbagai sudut pandang. Sehingga memungkinkan menemukan banyak solusi di masa depan,” tegasnya.
“Hasil diskusi dua hari mendatang akan kita rumuskan dalam rekomendasi untuk membangun gerakan bersama dalam mempromosikan inklusi keagamaan. Termasuk secara internal menjadi masukan bagi AMAN dalam menjawab berbagai wacana dan memproyeksikan program lima tahun mendatang,” paparnya.
Sejumlah Aktor Perdamaian Dunia Hadir
Selain itu, dalam agenda yang berlangsung di UIN Ar-Raniry mendatang, akan turut hadir sejumlah aktivis perdamaian Qutub Jahan Kidwai perwakilan dari India. Beliau merupakan pimpinan dari Network for Education, Empowerment, Development and Awareness (NEEDA).
Pada 2020, Qutub juga mendapatkan perhargaan Penghargaan Aghaz-e-Dosti (Gandhian Muda dan Inisiatif Indo-Pak) dan Penghargaan Nirmala Deshpandey.
Hadir pula Rehana Majid berasal dari Markaz Al Hareem berbasis di Pakistan yang memulai inisiatif bagi para ulama agama dan mendirikan platform untuk mengumpulkan perempuan dari seluruh dunia. Dari Indonesia, hadir pula Direktur PUSAD PARAMADINA, Ihsan Ali Fauzi.
Dari benua Afrika, tepatnya Nigeria turut hadir secara virtual, Hamsatu Allamin yang menerima sejumlah penghargaan perdamaian dunia sejak 2016.
Penghargaan tersebut mereka berhasil menciptakan jaringan masyarakat sipil untuk perdamaian dan jaringan WPS “Voice of the Voiceless”. Serta jaringan sosial korban penghilangan dan korban penculikan oleh Boko Haram.
Sejumlah aktivis interfaith juga turut memeriahkan gelaran konferensi mendatang, seperti Venerable Napan yang merupakan biksu asal Thailand dari The Institute of Buddhist Management for Happiness and Peace Foundation (IBHAP Foundation). Venerable telah bekerja sejak 2001 yang mendirikan For Beautiful Life Group (FBLG), sebuah kelompok biksu akademis dengan misi menerapkan ajaran Buddha untuk pengembangan diri dan sosial. (rilis)