Pekan kemarin, pada Sidang Senat Terbuka penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (DR. HC) Bidang Tafsir Gender di Aula Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Selasa 26 Maret 2019, hadir Prof. DR. Amina Wadud, Guru Besar dari Universitas Virginia Comminwealth Amerika Serikat.
Penulis merasa beruntung karena mendapat kehormatan bisa mewawancarai beliau yang dikenal sebagai feminis dan intelektual perempuan Islam. Amina melakukan kajian tafisr al-Qur’an dan membawa masuk ide kesetaraan serta keadilan gender dalam tafsir.
Melalui buku Qur’an and Women, Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspective (1992), Amina membongkar tafsir bias gender dan menggagas hermeneutika feminisme bagi penafsiran al-Qur’an yang tujuannya untuk memproduksi tafsir al-Qur’an yang berkeadilan gender.
Hasil rekaman wawancara kami dan proses mentranskripkan lalu menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Penulis mengucap banyak terima kasih kepada Herlinda Putri yang turut membantu hingga menjadi narasi yang mudah dipahami.
Dalam obrolan singkat kami, ketika dimintai pendapat tentang sosok Buya Husein, Amina Wadud mengatakan, ia telah mengenal Kyai Husein Muhammad lebih dari 20 tahun.
Amina Wadud menyaksikan pertumbuhan dan perkembangan spiritual serta intelektual yang mendalam. Kiai Husein memiliki kesempatan untuk belajar tentang perspektif gender yang inklusif.
Sehingga dengan begitu, memberi kesempatan pada Kiai Husein untuk melakukan lebih banyak refleksi dan lebih banyak melakukan penelitian, dan untuk bertransformasi. Setelah itu menerima dengan antusias manfaat dari transformasi tersebut.
Menurut pengakuan Amina Wadud, Kiai Husein merupakan orang pertama yang pernah ia dengar diidentikkan dengan feminis. Padahal ketika itu, Amina sendiri tidak identik dengan istilah feminis.
“Pada waktu itu saya masih segan untuk memakai istilah feminis. Jadi, beliau menginspirasi saya agar saya katakan saja bahwa saya adalah seorang feminis Islam.”
Amina menambahkan, ia merasa senang dan bangga bisa bekerjasama dengan Kiai Husein. Menyukai setiap gagasan yang dibawa pada saat diskusi berlangsung, untuk membantu memilah relasi ia dengan peninggalan pemikiran intelektual Islam, yang masih hidup hingga kini.
“Jadi, kami tidak hanya mengambil (tafsir) dari turats, tidak hanya mewarisi tetapi juga harus menemukan untuk menyambungkan dengan masa kini. Sehingga kami harus belajar dari itu semua, agar mendapat manfaatnya.”, Ujar Amina.
Selain itu Amina juga mendorong agar apa yang sudah ia dan Kyai Husein lakukan itu, terus berkembang, dan berkesinambungan dari apa yang telah dipelajari. Dan Amina berpikir jika Kiai Husein Muhammad merupakan contoh yang sangat bagus dari jalan hidup Islam, yakni sebagai tradisi, pemikiran kritis, refleksi spiritual dan juga tindakan.[]