• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Perspektif Gender dalam Penafsiran al-Qur’an dan Hadits

Proses transformasi munculnya ulama sekaligus penafsir perempuan memberikan warna baru pada proses penafsiran yang mana dengan hadirnya perempuan dengan pengalaman yang dialami, kehidupan, beban, dan apa yang dirasakan perempuan dapat menjadi alat untuk menafsirkan kembali ayat-ayat yang bias gender.

Firda Ainun Firda Ainun
30/03/2021
in Publik
0
Gender

Gender

594
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam sepuluh tahun belakangan ini, isu gender mulai banyak dibicarakan di kalangan akademisi Indonesia, baik dalam tinjauan yang bersifat umum terutama menyangkut hak-hak dan pemberdayaan perempuan maupun yang dikaitkan dengan pemikiran Islam terutama tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur`an dan pemahaman hadits-hadits Nabi yang berhubungan dengan masalah perempuan.

Secara bahasa, gender sama saja artinya dengan seks yaitu jenis kelamin. Tapi dalam perspektif gender, konsep seks dibedakan dengan gender. Perbedaan-perbedaan secara biologis dan fisiologis adalah perbedaan seks, sedangkan yang menyangkut fungsi, peran, hak dan kewajiban adalah konsep gender. Yang bersifat kodrati, dibawa dari lahir dan tidak bisa diubah, hanyalah jenis kelamin dan fungsi-fungsi biologis dari perbedaan jenis kelamin itu saja.

Sedangkan konsep gender merupakan hasil kontruksi sosial dan kultural sepanjang sejarah kehidupan manusia, dan dengan demikian tidak bersifat kodrati atau alami. Gender adalah hasil kontruksi sosialkultural sepanjang sejarah kehidupan manusia. Bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa dan lain-lain adalah konsep gender hasil konstruksi sosial dan kultural, bukan kodrati atau alami.

Dapat diasumsikan bahwa perbedaan seks antara laki-laki dan perempuan tentu akan berpengaruh kepada fungsi dan peran keduanya dalam kehidupan baik yang domestik maupun yang publik. Pengaruh tersebutlah yang menyebabkan secara gender keduanya memiliki perbedaan-perbedaan yang sifatnya fungsional bukan statusional.

Artinya perbedaan-perbedaan tersebut tidak berpengaruh apapun terhadap nilai kesetaraan antara keduanya. Dalam hubungannya dengan doktrin Al-Qur`an tentang perbedaan gender tersebut, ada yang bersifat normatif dan ada yang kontekstual. Antara keduanya harus dapat dipisahkan secara tepat, supaya kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur`an dapat dijelaskan secara rasional dan sekaligus menghindari tafsir yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam
  • Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

Baca Juga:

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

Jadi yang paling penting dan substantif dari perspektif gender memandang teks-teks baik Al-Qur`an dan Hadits adalah ide tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, walaupun dalam pemaknaan apalagi dalam dataran praktis hukum, bisa saja terjadi perbedaan pendapat tentang arti kesetaraan itu sendiri. Misalnya perbedaan bagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan apakah bertentangan dengan ide kesetaraan atau tidak. Hal itu sangat bersifat  interprestatif.

Dalam beberapa ayat Al-Qur`an masalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ini mendapat penegasan. Secara umum dinyatakan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit dan perbedaan-perbedaan yang bersifat given lainnya, mempunyai status yang sama di sisi Allah. Mulia dan tidak mulianya mereka di sisi Allah ditentukan oleh ketaqwaannya, yaitu sebuah prestasi yang dapat diusahakan.

Di kalangan Islam secara umum diyakni bahwa Nabi Muhammad SAW telah membawa perubahan sosial yang cukup signifikan dalam kehidupan perempuan. Walaupun demikian, kini tidak sedikit pandangan-pandangan tentang perempuan baik yang dianggap memihak terhadap perempuan maupun yang sebaliknya menyudutkan perempuan.

Hal ini tidak lepas dari menyebarnya paham feminisme ke berbagai negara, termasuk Indonesia, yang pada gilirannya, tidak sedikit kalangan yang berupaya untuk memahami agama dengan menggunakan perspektif gender, karena dirasa penting dalam rangka menciptakan relasi yang lebih humanis dan lebih adil antara laki-laki dan perempuan, serta kehidupan kaum perempuan.

Tetapi terdapat juga pandangan yang menganggap bahwa agama, tak terkecuali Islam, berkontribusi terhadap pelanggengan ketidakadilan gender. Karena itu, perlu diurai dari mana asal ketidakadilan tersebut, dari karakter agama atau dari penafsiran, dan atau dari pemikiran keagamaan? Kalau berasal dari penafsiran dan pemikiran keagamaan tentunya tidak berdiri sendiri, tetapi dapat dipengaruhi oleh tradisi, kultur patriarki, dan ideologi-ideologi yang berkembang dan eksis pada masa mufasir menginterpretasi teks-teks agama.

Dalam literatur Islam tidak sedikit interpretasi dan pandangan yang bias laki-laki dan atau bias perempuan, sehingga tidak sedikit kalangan yang mengkritisi pandangan-pandangan tersebut, seperti Fazlur Rahman, Asghar Ali Engineer, Amina Wadud, Fatima Mernissi, dan termasuk M. Quraish Shihab.

Proses transformasi munculnya ulama sekaligus penafsir perempuan memberikan warna baru pada proses penafsiran yang mana dengan hadirnya perempuan dengan pengalaman yang dialami, kehidupan, beban, dan apa yang dirasakan perempuan dapat menjadi alat untuk menafsirkan kembali ayat-ayat yang bias gender.

Dalam Hermenutika Islam yang ditulis oleh Amina Wadud dalam bukunya Perempuan dan Tafsir Qur’an mengulas mengenai Segitiga hermeneutik yang membahas proses penafsiran Al-Qur’an yakni melalui, teks, konteks, dan ijtima ulama. Salah satu penyebab bias-bias terhadap perempuan, di antaranya adalah aneka ragam riwayat (baik yang dinisbatkan kepada Nabi maupun kepada sahabatnya) yang beragam kualitasnya (sahih, hasan, dan da‘if), keragaman motif para perawi baik yang positif maupun yang negatif, bermacam-macam kualitas dan daya ingat perawi, dan, sikap yang tidak kritis dari sebagian ulama terhadap riwayat yang dihimpunnya.

Selain itu, terdapat dalil zanni (zanni al-dalalah) dalam al-Qur’an yang potensial untuk ditafsirkan secara beragam. Bahkan, dalil qat‘i (qat‘i al-dalalah)-pun, tidaklah selalu qat‘i tafsirnya. Tidak heran kalau kemudian al-Razi, menganggap tidak terdapat ayat yang bersifat qat‘i penafsirannya, karena teks dapat ditentukan sebagai qat’i membutuhkan ijtima (kesepakatn Ulama) yang dalam praktiknya tidak mudah bagi ulama untuk berijma’ terhadap suatu masalah.

Munculnya tafsir-tafsir yang bias gender mulai dari Tafsir al-Qur’an dan hadist yang misoginis salah satu penyebabnya adalah kurangnya peran perempuan dalam proses penafsiran atau ijtima ulama. Hal ini sangat berkaitan erat dengan kondisi perempuan pada masa itu yang mana perempuan tidak diberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan yang tinggi dan menjadi korban dari konstruk sosial, sehingga dalam penafsiran jarang adanya keterlibatan ulama perempuan sehingga tafsir-tafsir yang dihasilkan menjadi bias.

Oleh karena itu di era yang sudah mengalami transformasi sedikit demi sedikit perempuan diberikan kesempatan dan ruang untuk belajar dan bersekolah dengan tinggi, maka lahirlah penafsir-penafsir perempuan yang ikut serta dalam menganalisis kembali tafsir-tafsir yang bias gender contohnya seperti Amina Wadud yang telah menulis beberapa buku dan ikut serta dalam penafsiran kembali.

Selain itu ada Ibu SInta Nuriyah yang aktif di FK-3 Forum kajan kirab kuning dan telah menghasilkan buku yang transformatif mengenai analisis kembali mengenai tafsir-tafsir yang bias gender yang dikemas degan detail. Dengan adanya keterlibatan perempuan dalam proses penafsiran baik ayat Al-Qur’an maupun Hadist memberikan transformasi pemikiran yang berperspektif gender.

Pada akhirnya esensi dari perspektif gender adalah ide tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ide kesetaraan itu, sekalipun tidak dengan terminologi gender sudah menjadi pertimbangan para ulama dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an dan dalam melakukan kritik terhadap hadist Nabi, baik sanad maupun matan.

Begitu juga memahaminya. Namun demikian, peran perempuan dalam proses penafsiran ayat Al-Qur’an dan Hadist memiliki peran dalam mempertegas perspektif gender, seperti bagaimana proses penafsirannya sehingga tafsir-tafsir yang bias bisa di analisis kembali dan melahirkan transformasi pemikiran yang adil gender. []

 

Tags: al-quranGenderHaditsislamkeadilanKesetaraanTafsir Adil Gender
Firda Ainun

Firda Ainun

#SetaradimulaidarikitaPart of @zonasetara 

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist