• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Apa Saja Batasan Tugas Suami Istri yang Perlu Kita Tahu?

Sebagian perempuan yang “geli” ingin bergerak mengembangkan potensi diri, yang tentunya ingin menyejahterakan rumah tangga, mereka bertanya-tanya, sampai mana batasan hak kewajiban dan tugas suami istri?

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
12/09/2022
in Keluarga
0
Tugas Suami Istri

Tugas Suami Istri

459
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya heran pada suami yang melarang istrinya bekerja membantu meringankan beban nafkah keluarga. Niat mulia ingin menguatkan sendi-sendi ekonomi yang secara sosial adalah tugas suami, malah dikerangkeng. Tidak boleh bergerak dengan dalih “saya masih mampu bekerja.” Keheranan saya makin menjadi karena faktanya si suami belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebagian perempuan yang “geli” ingin bergerak mengembangkan potensi diri, yang tentunya ingin menyejahterakan rumah tangga, mereka bertanya-tanya, sampai mana batasan hak kewajiban dan tugas suami istri? Apakah semua hal yang berkenaan dengan ekonomi keluarga adalah kewajiban istri? Tidak boleh ada intervensi istri sama sekali?

Rumah tangga merupakan sebuah intitusi terkecil dalam ruang lingkup sosial. Layaknya sebuah institusi, ada kepala dan anggota untuk membuat kesepakatan-kesepakatan guna mencapai kesejahteraan bersama. Namun demikian, sejatinya dalam keluarga tidak ada tugas-tugas rigid bagi kepala ataupun anggota keluarga.

Sebagaimana kepala yang bertugas mengontrol dan menyetujui (baca: tanda tangan) tanpa turun tangan ikut bekerja, sedangkan anggota yang bekerja keras, lembur dan memeras keringat. Faktanya, institusi rumah tangga sejahtera adalah mereka yang berasaskan ta’āwun (saling membantu dalam kebaikan) sehingga siapa yang mampu dialah yang berperan.

Indikator Keluarga Sejahtera

Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) ada banyak indikator keluarga sejahtera (sakinah), secara umum adalah terpenuhinya sandang (pakaian layak), pangan (makanan sehat), dan papan (tempat tinggal). Untuk memenuhi ini semua tidak ada tugas khusus untuk anggota keluarga, misalnya, bapak yang bertugas memenuhi ketiganya dan ibu yang mengurus serta merawatnya.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Namun dalam rumah tangga ada hak dan kewajiban yang mesti kita terima dan kita lakukan demi terwujudnya kesejahteraan (sakinah). Sebagaimana tujuan menikah dalam Alquran (QS. Ar-Rum: 21). dalam sekian literature fikih yang penulis baca, hak dan kewajiban itu diklasifikasikan menjadi 3; 1) Hak bersama, 2) hak istri, dan 3) hak suami.

Hak Bersama

Hak mendasar dari terjadinya akad pernikahan adalah legalitas berhubungan suami istri utamanya hubungan biologis yang sebelumnya diharamkan (QS. Al-Ma’arij: 29) selanjutnya hak lainnya mengikuti secara otomatis, seperti hak mendapat perlakuan baik, hak waris, hubungan kemertuaan, dan dua keluarga menjadi satu.

Hak Suami dan Hak Istri

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيم

“Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Baqarah: 228)

Ayat ini menurut Al-Qurthubi menegaskan 3 hal; pertama, hak-kewajiban istri seimbang dengan hak dan kewajiban suami. Karenanya, Ibn ‘Abbās –sahabat yang didoakan langsung oleh Nabi Allahumma faqqihhu fiddīn wa ‘allimhu at-ta’wīl– berkata “Aku berhias untuk istriku sebagaima yang ia lakukan untukku”. Istri punya hak untuk menerima perlakuan baik, tidak disakiti, sebagaimana suami juga punya hak demikian dari istri.

Kedua, dawuh Ibn ‘Abbas “aku berhias” adalah permorma/penampilan yang layak dan bijaksana, sesuai dengan kepribadian dan lingkungannya. Terutama yang membuat istrinya senang. Ketiga, ayat وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ mengindikasikan bahwa lelaki memiliki status, posisi, kedudukan sosial di atas perempuannya (istrinya) karena memiliki akal dan power untuk memberi menguatkan sendi-sendi ekonomi.

Tafsiran ini yang seringkali kita salahpahami sebagai tameng mendiskriminasi perempuan. Akibatnya lelaki –sebagian atau kebanyakan- dengan congkak memperbudak perempuan. Padahal Ibn ‘Abbas menafsiri ayat ini

الدَّرَجَةُ إِشَارَةٌ إِلَى حَضِّ الرِّجَالِ عَلَى حُسْنِ الْعِشْرَةِ، وَالتَّوَسُّعِ لِلنِّسَاءِ فِي الْمَالِ وَالْخُلُقِ، أَيْ أَنَّ الْأَفْضَلَ يَنْبَغِي أَنْ يَتَحَامَلَ عَلَى نَفْسِهِ

Alih-alih diskirminasi terhadap perempuan, ayat ini sebagai desakan pada lelaki untuk bersikap baik/ma’ruf, bermurah-murah pada perempuan dalam hal rejeki dan sikap baik. Artinya ayat ini justru warning/peringatan keras pada lelaki. Bukan sebaliknya. Sebab jika bicara tentang kewajiban rumah, sejatinya istri tidak wajib memasak, menggiling, mencuci dan semacamnya. justru suami yang wajib menyediakan pelayan untuk melakukan itu.

Kesalingan dalam Tugas Suami Istri

Namun rumah tangga bukan tempat saling melempar tugas. Maka ulama-ulama fikih menyimpulkan beberapa kewajiban untuk istri untuk memenuhi hak suami. Seperti sikap taat, istri tinggal di rumah, istri melayani shahwat suami, merawat rumah dan menjaga anak. Dan kewajiban suami untuk memenuhi hak istri, seperti memberi makan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak. Dan kewajiban lainnya yang mungkin anda temukan di kitab-kitab fikih salaf.

Ini sekedar gambaran formalitas tugas suami istri,  bahwa sebagai timbal balik kebaikan suami yang telah memenuhi hak istri, maka istri juga harus melakukan kebaikan yang sepadan. Sebagaimana istri punya hak material (sandang, pangan, papan) dan immaterial (sikap baik dan pemenuhan seksual)  dari suami, maka istri juga berlomba-lomba melakukan kebaikan dengan memenuhi hak-hak suami secara utuh.

Bukankah laki-laki dan perempuan adalah khalifah Allah yang sama menerima perintah berlomba-lomba dalam kebaikan?

Mayoritas ulama, imam Abu Hanifah, imam Malik dan imam asy-Syafii mengatakan bahwa pernikahan adalah akad legalias relasi suami istri. Bukan perbudakan ataupun jual beli manfaat. (al-Ahwal asy-Syakhshiyah Abu Zahrah: 166)

Syekh Wahbah az-Zuhaili, ulama kontemporer asal Syuria mengatakan, asas dalam pembagian hak dan kewajiban adalah ‘urf dan fitrah kemanusiaan. Sedangkan prinsipnya adalah hak yang berbanding lurus dengan kewajiban. Wallahu A’lam bisshawāb. []

 

Tags: Hak istriHak Saumikeluargaperkawinanrumah tangga
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version