• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Apa Saja Sunnah Nabi dalam Kehidupan Sehari-hari?

Yulianti Muthmainnah Yulianti Muthmainnah
09/10/2022
in Featured, Figur, Kolom
0
Apa Saja Sunnah Nabi dalam Kehidupan Sehari-hari?

Apa Saja Sunnah Nabi dalam Kehidupan Sehari-hari?

226
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id- Apa saja sunnah nabi dalam kehidupan sehari-hari? Nabi Muhammad SAW, Rasul akhir zaman, kehadirannya menjadi petanda dan pembeda perlakuan masyarakat pada masa itu terhadap perempuan. Sebelum Islam datang, bayi perempuan tidak ada nilainya.

Bila anak perempuan lahir, masamlah muka orang tua mereka. Lalu, anak perempuan itu dibunuh dengan tiga cara; dilemparkan ke bukit/gunung, ditenggelamkan ke dalam laut/sungai, atau dikubur hidup-hidup.

Islam yang dibawa Muhammad mengubah tradisi keji itu. Islam merayakan kehadiran anak perempuan dengan akikah satu ekor kambing. Tidak hanya itu, perempuan yang dahulu tidak bernilai, bahkan layaknya barang, diangkat derajatnya dengan tinggi. Perempuan bukanlah barang warisan tetapi ia adalah seseorang yang berhak mendapatkan warisan dan bisa memberikan warisan pula.

Perempuan bukanlah mesin reproduksi. Perempuan yang sebelumnya dianggap sebagai pihak yang hanya berfungi untuk hamil, melahirkan, menyusui anak. Ketika Islam datang, perempuan diangkat derajatnya dengan kepatuhan anak pada ibunya tiga kali lebih tinggi hormat ketimbang ayahnya. Hak-hak reproduksi perempuan dihargai dan diapresiasi.

Perempuan yang dalam keadaan haid, bukanlah perempuan kotor atau perempuan najis. Sehingga ia harus dijauhkan dari rumah. Tidak. Ia tetap boleh bercengkrama, berkumpul dengan suami dan keluarga. Semua boleh dilakukan perempuan bersama suami dan keluarganya, kecuali hal-hal tertentu. Inilah perubahan besar dalam tradisi masyarakat dunia masa itu, di mana biasanya mereka memperlakukan perempuan layaknya barang najis.

Baca Juga:

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Ya, Nabi Muhammad SAW adalah orang yang pertama melakukan perubahan signifikan itu. Nabi pulalah yang memerintahkan kita agar berbuat baik pada perempuan. Sepanjang hidupnya, Nabi senantiasa berbuat baik pada sesama.

Setiap hari memberikan makan pada seorang nenek tua dari golongan Nasrani di ujung pasar Madinah. Beliau mengunyah makanan itu sampai lembut setelah lembut baru ia suapi pada sang nenek.

Sepanjang memberikan makanan, nenek miskin yang buta itu terus-menerus mengungkapkan kejengkelan dan mengata-ngatai Muhammad sebagai pendusta, penyebar fitnah dan sebagainya. Tapi Nabi tak menggubrisnya. Beliau terus menerus memberi makan nenek itu tanpa pula menyebutkan identitasnya.

Dalam sebuah perjalanan, Nabi pernah menghentikan rombongan untuk memberikan jalan dan melakukan penghormatan kepada jenazah yang lewat. Nabi melakukannya meski jenazah itu dari golongan non-muslim yang terkenal memusuhi nabi. Nabi justru bersikap santun dan sopan pada orang tersebut.

Nabi pernah mempersilakan Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi keluarganya dengan makmum laki-laki dewasa yakni muazinnya, anak laki-laki dan budak laki-laki. Nabi mengatakan bahwa perempuan juga berhak menjadi tokoh agama, menjadi imam shalat. Padahal di masa itu, perempuan dianggap tidak layak menjadi tokoh agama.

Nabi, melalui kesaksian Aisyah, adalah orang yang terbiasa membantu istri menumbuk gandum, menjahit terompahnya sendiri, dan mengasuh anak-anaknya termasuk mengasuh Hasan dan Husein, cucu-cucunya. Nabi menyuruh para suami memberikan keleluasaan dan membiarkan, mengizinkan, membolehkan para perempuan, istri atau anak perempuan untuk keluar di malam hari demi belajar di masjid.

Nabi meminta laki-laki dan para suami untuk tidak menghalangi istri mereka bila hendak shalat subuh di masjid.

Nabi juga adalah orang setia pada pasangannya. Nabi tidak pernah memiliki istri lain selama menikah dengan Khadijah. Nabi juga sangat marah ketika Ali, menantunya ingin menikah lagi. Kala itu Nabi berkata “siapa yang menyakiti Fatimah, maka ia menyakiti aku.”

Bukankah itu semua adalah sunah Nabi? Bukankah semua percakapan, tindakan, diamnya Nabi, bahkan ketidaksetujuan Nabi akan suatu perkara adalah sunah Nabi? Lantas mengapa hanya poligami yang dianggap sebagai sunah?

Apakah perbuatan Nabi yang berupaya membatasi perkawinan yang awalnya tak terhingga menuju monogami sebagai prinsip dasar perkawinan tidak disebut sunah?

Sudahkah anda memberikan makan nenek tua non muslim yang tua renta miskin setiap hari? Sudahkan anda menjahit terompah sendiri, membantu istri, mendampingi istri, dan tidak membiarkan istri terluka? Ini adalah sunah paling nyata. Mengapa ini tidak kau pilih?

Lantas apa saja sunnah nabi dalam kehidupan sehari-hari? Semoga bermanfaat. [Baca juga: Amalan-amalan yang Disunahkan Pada 10 Muharram 1444 H]
Tags: Monogaminabiperempuanpoligamisunah
Yulianti Muthmainnah

Yulianti Muthmainnah

Kepala Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID