Mubadalah.id – Pada praktiknya, aurat perempuan dalam diskursus fikih dibagi menjadi dua kelompok, perempuan merdeka (al-hurrah) dan perempuan hamba (al-amah). Batas aurat perempuan merdeka berbeda dari perempuan hamba. Mengenai aurat perempuan merdeka, ada beberapa pendapat yang ulama fikih jelaskan.
Dalam madzhab asy-Syafi’i, seperti dikatakan an-Nawawi dan al-Khathib asy-Syribini aurat perempuan merdeka adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan (bagian atas/ luar dan bawah/dalam) sampai pergelangan tangan.
Al-Muzani menambahkan kedua telapak kaki juga tidak termasuk aurat yang wajib ia tutup (An-Nawawi, al-Majmu’, juz III, hlm. 17). Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz I, hlm. 185). Pandangan ulama dari madzhab-madzhab lain juga tidak jauh berbeda.
Asy-Syawkani dalam Nayl al-Awthar menyimpulkan beberapa pandangan ulama mengenai batas aurat perempuan merdeka:
“(Ulama) berbeda (pendapat) mengenai batas aurat perempuan merdeka, ada yang mengatakan seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan. Ini seperti al-Hadi, al-Qasim katakan dalam satu dari dua pendapatnya, asy-Syafi’i dalam salah satu dari beberapa pendapatnya, Abi Hanifah dalam satu dari dua riwayat darinya dan Malik.”
“Ada yang mengatakan (auratnya adalah seluruh tubuhnya kecuali muka, kedua telapak tangan) dan kedua telapak kaki sampai tempat gelang kaki. Ini dikatakan al-Qasim dalam satu perkataannya, Abi Hanifah dalam satu riwayatnya, al-Tsawri dan Abu al-Abbas. Ada yang mengatakan bahwa auratnya adalah seluruh tubuhnya kecuali muka. Ini dikatakan Ahmad bin Hanbal dan Dawud. Ada yang mengatakan bahwa seluruh anggota tubuhnya adalah aurat tanpa kecuali. Ini dikatakan sebagian murid al-Syafi’i dan diriwayatkan juga dari Ahmad”. (Asy-Syawkani, Nayl al-Awthar, juz II, hlm. 55).
3 Pendapat
Sedangkan mengenai batas aurat perempuan hamba, juga ada beberapa pendapat. An-Nawawi menyebutkan ada tiga pendapat:
Pertama, sebagian besar murid Imam asy-Syafi’i menyatakan bahwa auratnya seperti lelaki (anggota tubuh antara pusat dan kedua lutut kaki saja).
Kedua, Imam al-Thabari menyuarakan bahwa auratnya adalah sama seperti perempuan merdeka kecuali kepala tidak termasuk aurat.
Ketiga bahwa auratnya adalah selain anggota tubuh yang boleh terbuka ketika bekerja (khidmah), yaitu selain seluruh kepala, leher dan kedua lengan tangan (An-Nawawi, al-Majmu’, juz III, hlm. 171).
Seperti yang juga al-Marghinani, salah seorang ulama dari madzhab Hanafi mengatakan batasan aurat yang lebih longgar bagi perempuan hamba. Hal ini agar tidak menyulitkan kerja mereka dan tidak memberatkan tugas mereka (al-Marghinani, al-Hidayah Syarh al-Bidayah, juz 1, hlm. 44). []