Mubadalah.id – INFID berkolaborasi dengan KUPI, dan Fahmina Institute memfasilitasi pertemuan antara 11 Ulama perempuan dari 4 negara Asia melalui kegiatan “Penguatan Perspektif dan Peran Ulama Perempuan dalam Pemajuan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial di Afghanistan, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Pakistan” di Cirebon, pada 14-16 Oktober 2024.
Kegiatan penguatan perspektif dan peran ulama perempuan ini dirancang sebagai ruang pertukaran pengalaman dan pengetahuan. Serta perluasan jaringan dalam rangka pemajuan kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam konteks keagamaan.
Ketua Majelis Musyawarah KUPI Nyai Hj. Badriyah Fayumi mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu bukti bahwa gerakan KUPI selama ini semakin kuat. Bahkan hingga ke berbagai negara.
“Kegiatan ini semakin menguatkan gerakan yang selama ini dilakukan KUPI,” kata Nyai Badriyah.
Lebih lanjut, menurut Nyai Badriyah, salah satu metodologi Fatwa KUPI seperti makruf juga harus disampaikan kepada mereka. Hal ini agar ulama perempuan di negara-negara tersebut bisa mempraktikkan dalam perjuangannya.
“Di samping itu, kegiatan ini juga memperkaya KUPI dengan menangkap inside dari para peserta. Terkait metodologi Fatwa KUPI seperti makruf itu sangat penting untuk kita sampaikan secara luas dengan contoh praktis di lapangan,” imbuhnya.
“Kita juga penting mendapatkan contoh praktis dari berbagai negara, bagaimana mempraktikkan dalam perjuangannya dan rekognisi ulama perempuan,” tambahnya.
Nyai Badriyah juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, ulama perempuan KUPI terus melakukan konsolidasi dan kaderisasi di ruang lima ruang khidmah masing-masing. Termasuk kepada seluruh anggota keluarga dan gerakannya.
“Berikutnya adalah bagaimana kita melakukan konsolidasi dan kaderisasi ulama perempuan dengan lima ranah khidmat dan lima ranah juang yaitu; perguruan tinggi, pesantren, majelis taklim, komunitas dan anak muda. Sementar ranah juangnya adalah keluarga, negara, komunitas, gerakan dan alam semesta,” jelasnya.
Saling Belajar
Sementara itu, Anggota Majelis Musyawarah KUPI Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kodir mengungkapkan dalam kegiatan penguatan perspektif dan peran ulama perempuan ini, KUPI tidak hanya memberikan pembelajaran kepada mereka. Namun, KUPI juga belajar terkait apa yang mungkin bisa dihadapi dari tantangan kultural, organisasi dan politik di negaranya masing-masing.
“Di Forum ini tidak hanya KUPI yang memberikan pembelajaran kepada mereka. Namun kami juga belajar terkait apa yang mungkin bisa mereka hadapi dari tantangan kultural, organisasi dan politik,” ujar Kiai Faqih.
Meski banyak belajar kepada negara-negara tersebut, Kiai Faqih mengingatkan dalam gerakan KUPI, KUPI selalu berpegang teguh dengan sumber-sumber keislaman seperti al-Qur’an dan Hadis. Lalu KUPI juga berpegang pada konstitusi negara.
Salah satu fondasi KUPI yang selalu ia pegang teguh adalah konsep makruf. Dengan konsep ini, kata Kiai Faqih akan membawa kehidupan menuju keadilan.
“Pengalaman teman teman KUPI mendekati sumber keislaman dan konstitusi bisa kita alihkan, di-share dari berbagai pihak. Di antaranya konsep makruf sesuatu yang baik yang memperkuat modal masing-masing, mulai kita kerjakan pada perubahan sosial yang adil,” tegasnya.
“Kita mengenalkan hal yang baik ini kita ajak laki-laki dan perempuan sebagai subjek reformasi dan menerima dampak keadilan itu. Kemudian bagaimana kita mendasarkan makruf dan mubadalah pada keadilan hakiki perempuan,” tukasnya.
Diakhir kegiatan, peserta mengunjungi dan berdialog dengan akademisi serta mahasiswa dari ISIF Cirebon, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, dan para santri di Pesantren Kebon Jambu Al Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon yang menjadi tempat digelarnya KUPI pertama. []