Mubadalah.id – Hidup di daerah pesisir Jawa Tengah membuat saya mau tidak mau harus bersinggungan dengan banjir, dan menjadi korban banjir. Banjir seperti sudah menjadi tradisi di tempat saya tinggal. Hampir di kala musim hujan tiba, banjir akan menemani hari-hari kami.
Tiada hari tanpa melihat air di jalanan. Banjir yang menyerbu perkampungan sudah kami anggap seperti hal biasa. Saya pun menanggapi kondisi semacam ini sebagai ujian dari Allah swt, sebuah peringatan keras dari sang khalik, agar manusia selalu bersyukur dalam kondisi apa pun. Meski demikian, saya dan warga lainnya tentu meminta Pemerintah untuk serius menangani banjir yang setiap tahun, kian memprihatinkan.
Dalam tulisan ini, saya tak akan membahas secara detail seputar penyebab terjadinya banjir. Saya yakin teman-teman pasti sedikit banyak sudah tahu faktor-faktor terjadinya banjir. Salah satu penyebabnya adalah faktor ulah manusia. Manusia yang nakal, yang merusak ekosistem alam, membuang sampah di aliran air, menggunduli hutan, berlebihan dalam menggunakan air tanah, adalah beberapa hal yang menyebabkan lingkungan tergenang banjir, ketika hujan turun.
Bencana banjir yang terjadi di daerah saya semacam siklus tahunan. Airnya bukan saja sekadar mertamu atau berkunjung, tapi menginap berhari-hari. Banjir ini yang kemudian membuat banyak orang mengungsi ke tempat yang lebih aman, sebab rumah mereka terendam air. Di posko pengungsian lah, korban banjir itu tinggal. Baik orang tua, laki-laki perempuan, hingga anak-anak, tinggal bersama, dalam satu ruangan.
Apresiasi Untuk Relawan Tanggap Bencana
Banyaknya posko-posko pengungsian, membuat orang-orang akhirnya tergerak untuk membantu sesama. Baik mereka yang tergabung dalam komunitas relawan peduli bencana atau tidak, sama-sama mengulurkan tangannya untuk menolong para korban banjir.
Saya sangat mengapresiasi kepedulian mereka terhadap para korban bencana, wabil khusus banjir. Para relawan peduli bencana, yang memang sudah terlatih dan terdidik, menurut saya, telah menjalankan tugasnya dengan serius. Mereka rela menerebos banjir yang tinggi, untuk menyelamatkan lansia yang terjebak di dalam rumah, misalnya. Dan masih banyak lagi, aksi-aksi penyelamatan heroik dari para relawan peduli bencana ini.
Para relawan atau orang-orang yang peduli terhadap para korban banjir, akan mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu mereka yang membutuhkan. Memasak nasi beserta lauk pauknya, membungkus, hingga membagi-bagikan nasi bungkus itu kepada korban banjir, adalah beberapa momen yang saya lihat belakangan ini.
Dan saya kira, ini memang sudah menjadi keharusan antar manusia untuk saling bahu membahu. Bukan kah manusia diciptakan oleh Tuhan agar memberi manfaat kepada manusia lainnya? “Khairunnas anfauhum linnas yakni sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”
Apresiasi atau penghargaan, dari pemerintah atau pihak-pihak terkait setempat, saya kira layak kita berikan kepada mereka yang sudah rela berjuang di tengah derasnya arus banjir.
Konsep Hablumminnas di Saat Banjir
Selain aksi para relawan tanggap bencana yang hadir meringankan beban para korban banjir, diluar itu, ternyata banyak pihak-pihak lain yang juga turut membantu dalam bentuk lainnya. Di masa-masa banjir yang melanda daerah saya, saya sering melihat, baik di lampu bangjo, perempatan, maupun di tempat-tempat umum yang lain, ada orang-orang yang melakukan penggalangan dana untuk membantu korban banjir.
Mereka biasanya berasal dari sebuah lembaga, organisasi atau komunitas. Di kardus yang mereka bawa biasanya tertera tulisan “Bantu Korban Banjir”, lengkap dengan logo komunitas atau organisasi mereka. Setelah dana terkumpul, ketua dari organisasi atau komunitas tersebut akan memberikannya kepada korban banjir melalui posko posko yang tersedia.
Selain dalam bentuk penggalangan dana langsung, ada pula bentuk penggalangan dana lewat media sosial. Sebuah organisasi atau komunitas tersebut membuat pamflet Bantuan Korban Banjir lalu disebarkan lewat jejaring media sosial.
Peduli Korban Banjir
Tulisan yang ada di pamflet tersebut yang terpenting adalah nomor rekening, dan nomor HP. Tujuannya supaya donatur dapat menyalurkan bantuannya lewat rekening tersebut, dan setelah itu bisa mengkonfirmasi ke nomor HP yang tertera setelah transfer.
Tapi apa pun bentuk dan cara membantunya, peduli terhadap korban bencana, wabil khusus dalam konteks tulisan ini adalah korban banjir, merupakan wujud hablumminannas. Hablumminannas sendiri kita maknai sebagai tindakan menjaga hubungan kepada sesama manusia dengan senantiasa menjaga hubungan baik, menjaga tali silaturahmi, mempunyai kepedulian sosial, tepa selira, tenggang rasa dan saling menghormati.
Dalam hal ini, kita sebagai umat manusia harus memberikan manfaat bagi orang lain. Paling tidak, jika kita tidak bisa menyumbang tenaga, waktu atau pikiran, kita dapat menyisihkan harta kita untuk beramal membantu korban banjir. Agama Islam sendiri tidak melarang kita menjadi orang yang kaya, tetapi setidaknya harta yang kita dapat itu bisa meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan.
Kodrat Manusia Adalah Makhluk Sosial
Kodrat manusia adalah makhluk sosial. Filosof Yunani Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Sementara para filosof Muslim dahulu menyebutnya al-insan madaniyy bith-thab’i. Kedua istilah itu memiliki arti yang sama, yaitu: manusia adalah makhluk sosial. Istilah ini, menurut Ibnu Khaldun, mengandung makna bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian dan keberadaannya tidak akan terwujud kecuali dengan kehidupan bersama.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, akan memberikan rasa tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”.
Dalam kehidupan sosial sudah seharusnya seseorang menunjukkan kebaikan terhadap yang lainnya. Hal ini memang sudah menjadi hukum alam bahwa jika seseorang melakukan kebaikan maka orang lainpun akan berbuat baik terhadap diri. Namun sebaliknya jika seseorang menunjukkan keburukan maka orang lain pun akan menunjukkan keburukan terhadap dirinya.
Sudah sepatutnya sebagai seorang muslim selalu menjaga ikatan ukhuwah islamiyah melalui beberapa kegiatan kepedulian sosial. Di antaranya yakni membantu meringankan kesulitan yang orang lain hadapi, dan memberikan kemudahan kepadanya.
Bantu Korban Banjir Wujud Kesalehan Sosial
Membantu kaum yang kesulitan (red: korban banjir) juga merupakan bentuk kesalehan sosial. Sebab, di antara wujud kesalehan sosial adalah lahirnya sikap cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Dianggap sia-sia ibadah ritual seseorang, jika tidak disertai dengan ibadah sosial.
Maksudnya begini: rajin shalat jamaah di Masjid, harus kita imbangi dengan rajin sedekah, peduli dengan nasib kaum mustadh’afin. Istiqomah mengaji harus kita sertai dengan rutin berbagi kepada saudara dan tetangga yang membutuhkan.
Tekun bermunajat memohon pertolongan Allah swt harus kita barengi dengan tekun memberi pertolongan kepada orang lain. Aktif mencari ilmu harus diikuti dengan aktif menyebarkan serta menyampaikannya kepada orang lain.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang saleh yang suka membantu orang lain, dan saya doakan semoga panjang umur dan sehat wal afiyat bagi orang-orang yang senantiasa memberikan bantuan. Baik dalam bentuk tenaga, pikiran atau uang kepada para korban banjir. []