Mubadalah.id – Imam al-Ghazali, ulama besar abad ke-5 Hijriyah, dalam karya-karyanya menekankan keutamaan bekerja (al-kasb) sebagai bagian dari ibadah.
Ia merujuk lima ayat al-Qur’an Surat an-Naba’ ayat 11, al-A’raf ayat 10, al-Baqarah ayat 198, al-Muzammil ayat 20, dan al-Jumu’ah ayat 10 untuk menegaskan bahwa bekerja bukan sekadar urusan perut, tetapi bagian dari ibadah.
Al-Ghazali juga mengutip hadits tentang keutamaan bekerja. Suatu ketika, para sahabat duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba, lewatlah seorang pemuda yang gagah dan kuat. Sahabat berbisik, “Andai saja tenaganya digunakan untuk berjihad di jalan Allah.”
Nabi langsung menegur, “Jangan bilang begitu. Jika ia bekerja untuk menafkahi diri agar tidak meminta-minta, atau membantu orang tuanya yang renta, atau mencukupi kebutuhan keluarganya yang miskin, maka dia berada di jalan Allah. Namun jika ia bekerja demi kesombongan dan menumpuk harta, maka dia berada di jalan setan.”
Kita juga bisa belajar dari percakapan sederhana antara Abu Dzar al-Ghiffari dan Nabi SAW. Abu Dzar bertanya, “Jika seseorang tidak mampu berjihad, apa yang harus dilakukan?” Rasul menjawab lugas, “Bantu orang yang sedang bekerja, atau bekerjalah untuk mereka yang tak bisa bekerja.” (HR Ahmad)
Umar bin al-Khattab pun punya standar tegas. Konon, jika Umar terpikat oleh seseorang, ia akan bertanya, “Apa pekerjaannya?” Jika dijawab, “Dia tidak bekerja,” maka hilanglah rasa kagumnya. Pernah pula Umar menegur seorang yang terlalu lama berdoa di masjid memohon rezeki. “Kamu kira Tuhan akan menurunkan hujan emas dan perak? Pergilah bekerja jika ingin memperoleh rezeki!”
Bekerja Bagian dari Jihad
Semua kisah ini, seperti dalam pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, menegaskan satu hal bahwa bekerja adalah bagian dari jihad, bahkan bentuk tertinggi dari kemandirian dan tanggung jawab sosial.
Hari ini, banyak yang gemar mengutip ayat dan hadits soal jihad perang, tapi lupa bahwa kerja keras untuk keluarga dan membantu orang lemah juga jalan menuju Tuhan. Jangan sampai niat bekerja kita justru terseret ke jalan setan karena hanya ingin pamer, menumpuk harta, atau menindas orang lain.
Maka, bekerja bukan cuma soal mencari makan. Ini soal merawat harga diri, menebar manfaat, sekaligus meraih ridha Allah SWT. []