• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Bekerja untuk Ibadah

Saya sering menjumpai tentang superioritas laki-laki yang acap kali pupus, jiwa dan tubuh mereka meredup, tatkala pasangan hidupnya meninggal dunia

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
08/07/2024
in Film, Rekomendasi
0
Bekerja untuk Ibadah

Bekerja untuk Ibadah

833
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

”Cinta dan pekerjaan adalah landasan kemanusiaan kita” – Sigmund Freud

Mubadalah.id – Penggalan kalimat Sigmund Freud itu selalu membisiki telinga Ben Whittaker (Robert DeNiro), pria pensiunan berusia 70 tahun yang sedang berada pada puncak kesepian. Rasa itu terus mengusiknya setelah Molly, istri tercintanya meninggal dunia 3,5 tahun lalu. Ben dan Molly telah hidup bersama selama kurang lebih 42 tahun. Pernikahan yang terrajut di usia muda, 19 dan 20 itu terasa berlalu begitu cepat setelah Molly wafat.

”Tidak ada yang berubah dari Molly sejak usia 19 tahun hingga tutup usia. Dia selalu membuat segalanya menjadi mudah, meski kami melaluinya dengan penuh kesulitan”. Kenang Ben saat mengisahkan sosok Molly  kepada Jules Ostin (Anna Hathaway), seorang bos di perusahaan tempat Ben bekerja.

Sepeninggalan Molly, Ben berusaha keras mengusir kesepian batinnya, semua begitu terasa hampa. Ia pergi keliling kota di berbagai Negara, hingga rutin mengunjungi anak dan cucunya yang hidup terpisah di kota lain. Namun usaha itu tetap tidak mampu menggantikan sosok Molly dalam hidupnya.

Sebagai laki-laki, Ben membiasakan diri hidup dengan disiplin dan mandiri. Ia terbiasa menyiapkan sarapan dan kopi untuk istri. Mengatur letak dasi, celana, baju, kaos, jam tangan di tempatnya. Tata letak semua barang-barang di rumah tertata dengan rapi adalah Ben sendiri. Namun kehilangan Molly berarti hilangnya separuh jiwa, batinnya terasa begitu hampa.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

Lowongan Program Magang

Usai berbelanja rutin, ia menemukan iklan tertempel di tembok. Isinya tentang lowongan program magang untuk warga senior di sebuah perusahaan online shop bernama ”About the Fit”. Dia bergegas melamar dan diterima. Perusahaan di bidang Majalah Fashion itu pengelolanya adalah Jules Ostin. Ia seorang perempuan muda, modis, cantik.

Jules pekerja keras, ulet dan sedikit tidur karena kesibukannya. Ia pun memutuskkan untuk tidak banyak bergaul dengan bayak orang. Jujur mengakui dirinnya sebagai pribadi yang selfish, tidak berbasa basi, dan sulit menerima pendapat orang lain.

Jules mengemukakan semua sifat pribadinya itu kepada Ben. Ia mengabaikan kehadiran sosok Ben yang dianggap terlalu tua, seumuran ibunya. Sebagai pegawai magang, pasti tidak akan banyak berguna.

Layaknya karakter sebuah prasangka yang selalu mendahului fakta, kehadiran Ben awalnya ia abaikan. Tapi kehidupan bisa berubah kapan saja. Ben akhirnya menjadi orang yang sangat berguna bagi perjalanan hidup Jules. Ia tidak hanya menjadi sopir pribadi, mengantar putrinnya sekolah, ikut pesta ulang tahun.

Pengalaman hidup Ben bisa menjadi sosok ”ayah”, sekaligus teman dekat yang mampu menjadi pemandu hidup bagi karir dan rumah tangga Jules. Experience Never Gets Old, itu telah menemukan pembuktiannya.

Film The Intern

Di balik sukses besar, karir cemerlang, perusahaan yang berkembang pesat, keuntungan berlipat ganda, Jules terbentur tembok keras di depannya. Tiba-tiba suami Matt (Anders Holms) yang sangat ia cintai berselingkuh dengan ibu teman putrinya di sekolah.

Jules merasa hidupnya gagal total, hatinya hancur penuh luka, semua menjadi sia-sia. Ia menangis keras karena kelak tidak mau mati sendirian, terkubur tanpa kehadiran anak dan suami yang sedih menangisinya. Dalam puncak keputus-asaan itulah Ben hadir sebagai ayah, sebagai teman diskusi yang sangat bijaksana. Ben hanya mendengar, sesekali bergurau;  ”tenang Jules, kamu bisa berbaring di samping kuburanku dan Molly kelak”. Keduanya bisa tertawa lega.

Kisah di atas adalah penggalan cerita dalam The Intern. Film drama komedi Amerika yang rilis tahun 2015. Film keren ini diborong penggarapanya oleh Nancy Meyers. Perempuan kelahiran 1949 ini sukses menulis, memproduksi, dan menyutradarai The Intern dan banyak film komersial lainnya.

Film yang dibintangi oleh Robert De Niro, Anne Hathaway, dan Rene Russo ini sudah tiga kali saya tonton. Selalu ada kesan inspiratif baru setiap menontonnya. Soal kualitas keaktoran, saya tidak pernah ragu dengan gaya akting Mbah Rober De Niro dan Neng Anne Hathaway. Keduanya selalu tampil segar, penuh pesona dan totalitas prima.

Kerja untuk Ibadah

Saya sering menjumpai fakta tentang superioritas dan heroisme laki-laki yang acap kali pupus, jiwa dan tubuh mereka mendadak lunglai tak berdaya, tatkala pasangan hidupnya meninggal dunia. Persis seperti yang Ben alami. Namun ia bisa kembali bangkit untuk menemukan aktivitas agar hidupnya tetap bisa bermanfaat untuk orang lain. Pilihan yang keren dan mewakili aspirasi banyak laki-laki lain.

Salah satu nilai luhur agama adalah mengajarkan kepada para penganutnya, bahwa bekerja adalah ibadah. Pada irisan tertentu, Ben telah mempraktikkannya. Ia telah memberi tauladan baik kepada puluhan karyawan lain di perusahaan itu. Yakni tentang sebuah nilai dan prinsip kerja yang tidak akan pernah lapuk termakan oleh waktu.

Sebuah tatanan nilai yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi canggih yang terus berkembang saat ini. Apa itu? Disiplin kerja, tepat waktu, jujur, amanah, penuh tanggung jawab dengan semua tugas yang diberikan kepadanya.

Suatu ketika, Jules meminta Ben untuk menemaninya pergi ke luar kota. Di sebuah hotel mewah tempat mereka menginap, Jules mengajak Ben masuk ke kamarnya untuk berbincang. Awalnya Ben hendak duduk di kursi, tapi Jules memintanya untuk di kasur yang sama. Ben memilih berbaring di sudut ranjangnya sambil menikmati cemilan. Jules yang berpiyama putih duduk di sebelahnya, ia terus menangis sedih menceritakan kisah suaminya yang sedang selingkuh sejak 18 hari lalu.

Ben hanya menatap Jules dengan iba, membuka telinga lebar-lebar, mendengarkan keluh kesah dengan penuh takzim. Dia tidak membuka mulut, kecuali saat diminta menjawab pertanyaan. Usai lega bercerita, Jules membaringkan tubuhnya di atas bantal empuk sambil menonton babak drama tentang cinta di layar televisi.

Kantuk menyerangnya hingga tertidur dengan pulas. Ben perlahan dan hati-hati meninggalkannya menuju kamarnya. Ben telah berhasil memerankan sosok laki-laki gentle yang berpegang teguh pada nilai kesantunan yang ia anut. []

Tags: Bekerja untuk IbadahFilm The InternintegritasnilaiRelasi
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version