Mubadalah.id – Dalam persoalan mencari pasangan hidup, tidak sedikit para orang tua mencarikan jodoh untuk anak laki-laki adalah agar memiliki calon istri untuk dinikahi karena empat hal: harta, keturunan, kecantikan dan agamanya.
Empat ketentuan ini biasanya merujuk pada Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw, bersabda: “Seorang perempuan biasanya dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agama (din)-nya. Maka pilihlah perempuan yang memiliki din agar kamu terbebas dari persoalan.” (HR. Bukhari).
Walaupun redaksi hadis ini berbicara tentang daya tarik perempuan yang hendak dinikahi, akan tetapi karakteristik dan daya tarik tersebut juga dapat diterapkan kepada laki-laki.
Dengan demikian, muara dari teks hadis ini adalah soal empat faktor yang menjadi motivasi pernikahan yaitu: harta, status sosial, keinginan biologis, dan din atau agama.
Dalam konteks hadis ini, kata din adalah keimanan kepada Allah Swt yang dapat membentuk kepribadian yang stabil dalam segala keadaan. Jiwa yang tangguh, percaya diri, rendah hati, dan sabar.
Dalam konteks din sebagai ibadah ritual sehari-hari mulai dari ibadah wajib semisal salat, zakat, puasa, haji, hingga zikir harian. Maka din tersebut menjadi media penguatan kepribadiannya.
Kata din ini juga bisa kita artikan sebagai komitmen moral akan nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan dalam berkeluarga. Komitmen ini yang akan menjadi pondasi dalam mengarungi kehidupan keluarga yang mungkin akan menghadapi berbagai gejolak dan masalah di kemudian hari.
Komitmen Kedua Calon
Jika dikaitkan dengan QS. ar-Rum/30:21, maka din adalah komitmen dua calon mempelai untuk selalu menghadirkan ketentraman (sakinah) dan menghidupkan cinta kasih dalam berumah tangga (mawaddah wa rahmah). Visi mawaddah wa rahmah (ketentraman batin dan cinta kasih) ini harus menjadi niat yang paling fundamental.
Oleh karena itu, pasangan yang hendak menikah seharusnya kembali memeriksa niat masing-masing, membetulkan dan meluruskan niat. Hal ini bertujuan agar pernikahan yang keduanya lakukan tidak hanya bersifat pelampiasan kebutuhan biologis semata. Tapi juga merupakan ibadah karena Allah SWT.
Pasangan yang meluruskan niatnya untuk menikah karena Allah semata akan memahami bahwa visi pernikahan yang memberikan ketentraman pada diri dan keluarga serta penuh cinta kasih tersebut, tidak akan dapat keduanya capai tanpa komitmen bersama menjaga diri dan pasangan untuk berbuat aniaya.
Tanpa pemahaman yang benar akan esensi pernikahan dan berlandaskan pada niat yang tulus karena Allah SWT. Maka potensi tindakan aniaya kepada pasangan menjadi semakin besar. []