• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Benarkah Perempuan Kurang Agama? Begini Penjelasan Abu Syuqqah

Abu Syuqqah menegaskan bahwa “naqishat din” bukan berarti secara esensi perempuan adalah kurang agama. Ini hanya pernyataan simbolik dari kurangnya aktivitas perempuan terkait shalat dan puasa, yang sering ditinggalkan pada saat menstruasi.

Redaksi Redaksi
18/04/2022
in Hikmah
0
tata cara shalat idulfitri

tata cara shalat idulfitri

185
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Benarkah perempuan kurang agama dan akalnya? Mungkin kita pernah mendengar dalam beberapa ceramah keagamaan yang menyebutkan, ada salah satu hadis shahih yang mengatakan bahwa perempuan itu merupakan makhluk yang kurang akal dan kurang agama. Redaksinya adalah sebagai berikut,

النساء ناقصات عقل و دين

Perempuan itu kurang akal dan agamanya. 

Dengan kurang akal dan kurang agama yang ada pada diri perempuan, maka tidak sedikit bagi sebagian para penceramah menggunakan hadis tersebut sebagai alat untuk mendiskreditkan perempuan.

Misalnya, para perempuan sebaiknya di rumah, mengurus sumur, dapur dan kasur, jangan sekolah tinggi-tinggi, jangan shalat di masjid dan jangan aktif di ruang publik.

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Akan tetapi, betulkah bahwa hadis yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw bahwa perempuan kurang akal dan kurang agama? Bukankah Nabi Saw sangat memuliakan dan menghormati perempuan? Lalu kenapa perempuan dipandang sebagai makhluk yang kurang akal dan kurang agama?

Teks hadis di atas, menurut Abu Syuqqah, adalah penggalan dari teks yang sangat panjang yang mengisahkan suasana akrab antara Nabi Muhammad Saw dengan para perempuan pada suatu hari raya.

Berikut teks hadits lengkap mengenai perempuan kurang akal dan kurang agama.

Abu Said al-Khudri Ra. berkata, “Rasulullah Saw keluar pada suatu hari raya, Idul Adha atau Idul Fitri, masuk ke masjid, lalu bertemu dengan para perempuan.

Beliau berkata kepada mereka, “Wahai para perempuan, ayo sedekah (agar kalian tidak masuk neraka), karena aku pernah diperlihatkan kalian banyak yang masuk neraka”.

Para perempuan bertanya, “Mengapa demikian (banyak dari kami yang masuk neraka)?”.

Rasulullah Saw menjawab, “Karena kalian sering melaknat dan tidak berterima kasih atas kebaikan (dari suami, keluarga, atau saudara). Aku juga tidak melihat perempuan-perempuan (yang dianggap) kurang akal dan kurang agama, dari kalian, tetapi sanggup mengalahkan seorang laki-laki tangguh dan kokoh pendirian”.

Para perempuan bertanya, “Apa (yang membuat kami dianggap) kurang akal dan kurang agama, wahai Rasulullah?”

Rasulullah Saw. menjawab, “Bukankah kesaksian kamu separuh dari laki-laki? “Ya,” jawab mereka.

“Itulah (yang dimaksud) kurang akal. Bukankah ketika haid tidak shalat dan tidak puasa? Ya, jawab mereka. Itulah (yang dimaksud) kurang agama.” (Shahih Bukhari, no. 305).

Melalui hadis tersebut, seperti dikutip dari buku Qiraah Mubadalah karya Faqihuddin Abdul Kodir bahwa Abu Syuqqah menegaskan bahwa “naqishat din” bukan berarti secara esensial kalau perempuan kurang agama. Ini hanya pernyataan simbolik dari kurangnya aktivitas perempuan terkait shalat dan puasa, yang sering ditinggalkan pada saat menstruasi.

“Seperti persis dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw meninggalkan shalat dan puasa juga diperintahkan Islam. Adalah aneh, seseorang yang diperintah Islam untuk meninggalkan shalat dan puasa, pada saat yang sama dianggap kurang agama karena melaksanakan sesuatu yang diperintahkannya,” tulis Kang Faqih.

Menurut Kang Faqih, jika persoalannya pada pahala dari aktivitas ibadah, seperti ditegaskan juga oleh Abu Syuqqah, maka perempuan bisa melakukan banyak aktivitas lain untuk mengumpulkan pahala saat menstruasi. Baik aktivitas ibadah ritual, seperti dzikir dan baca doa, maupun ibadah sosial, seperti menolong orang lain.

“Jadi, teks hadits yang dikutip tersebut, sesungguhnya sama sekali tidak sedang menetapkan “akal dan agama perempuan yang bernilai separuh dari laki-laki”, apalagi menetapkan superioritas laki-laki atas perempuan dalam segala hal, hanya karena seseorang itu laki-laki atau perempuan. Sebab, Islam, seperti yang sudah ditegaskan, tidak mendasarkan pada jenis kelamin dan segala rupa tubuh untuk menilai dan memuliakan seseorang,” tegasnya. (Rul)

Tags: Abu SyuqqahKurang Agamakurang akalperempuanQira'ah Mubadalah
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID