Mubadalah.id – Jangan hanya karena ada teks yang mengatakan perempuan yang ke luar rumah itu disambut setan, maka semua perempuan yang keluar rumah menjadi buruk karena berteman dengan setan.
Bukankah banyak ungkapan ayat yang menyatakan manusia, laki-laki maupun perempuan, selalu disambut dan ditemani setan?. Misalnya tafsir dari QS. Qaf (50): 27.
Setan tentu saja bermaksud buruk, tetapi tidak ada satu pun dari kita lalu bilang, manusia itu buruk, sebagaimana kesimpulan tentang perempuan dari teks Hadis aurat.
Bahwa setan selalu menggoda setiap orang untuk berbuat buruk dan mengajaknya menjauh dari kebaikan.
Sahabat yang sama, Abdullah bin Mas’ud r.a., yang meriwayatkan Hadis perempuan adalah aurat. Juga meriwayatkan Hadis tentang setan yang ada pada setiap manusia (Shahih Muslim, Kitab Shifat al-Qiyamah wa al-Jannah wa al-Nar, no. 7286).
Sahabat Aisyah r.a. juga meriwayatkan Hadis lain yang serups (Shahih Muslim, Kitab Shifat al-Qiyamah wa al-Jannah wa al-Nar, no. 7288). Begitu pun Sahabat Ibn ‘Abbas r.a. (Musnad Ahmad, no. 7360).
Sekalipun demikian, tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa manusia, terutama laki-laki. Karena itu semuanya buruk dan tidak boleh keluar rumah.
Makna Mubadalah
Seharusnya kita memahami teks Hadis perempuan adalah aurat secara mubadalah dengan menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai subjek setara.
Jika merujuk pada QS. al-Ahzab (33): 13, misalnya, aurat adalah sesuatu yang mudah terserang musuh suatu kaum atau bangsa. Dan menjadi alat untuk menghancurkan keseluruhan kaum atau bangsa tersebut.
Dengan makna ini, agar tidak lagi menjadi aurat, sesuatu harus kita perkuat, dan lindungi. Atau bahkan kita ubah menjadi alat pertahanan yang meningkatkan harga diri dan wibawa suatu kaum dan alat perlawanan untuk musuh-musuh mereka.
Rumah dan keluarga yang berada di daerah pinggir perbatasan suatu kaum, pada masyarakat yang masih menggunakan sistem kabilah, ketika sedang terjadi perang, dianggap sebagai aurat.
Yaitu sesuatu yang mudah terancam untuk dikuasai musuh, dihancurkan, atau digunakan sebagai jalan untuk menghancurkan seluruh kaum. Rumah yang menjadi aurat diperlukan perlindungan dan penguatan.
Tetapi ketika rumah dan keluarga tersebut menjadi kuat atau terlindungi secara baik, atau taktik perang sudah tidak lagi menyerang perbatasan. Tetapi langsung ke jantung kota-kota utama, maka rumah dan keluarga di pinggiran perbatasan tidak lagi sebagai aurat.
Sebaliknya, rumah yang tidak terlindungi berada di tengah kota bisa berubah menjadi aurat. Atau sasaran empuk pelemahan dan penghancuran oleh pihak musuh. []