Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa saatnya aturan nikah sirri dan pencatatan pernikahan lebih diperkuat.
Salah satunya adalah dengan adanya sanksi bagi para pelaku nikah sirri yang menjadikan perkawinan sebagai mainan dan menjadikan perempuan sebagai objek seks dan dagangan. (Baca juga: Nikah Sirri Adalah Bentuk Lain Dari Praktik Perdagangan Manusia)
Untuk pencatatan perkawinan, kata Bu Nyai Badriyah, UU Perkawinan sudah mewajibkan. Yang belum adalah sanksi bagi pelanggarnya yang mendesakralisasikan pernikahan, melecehkan perempuan, dan menzalimi istri dan anak yang sah.
Bu Nya Badriyah memberikan solusi yaitu dengan mengupayakan perlindungan hukum. Kalaulah UU Perkawinan belum masuk dalam amandemen, pintu yudisial review bisa dipergunakan.
Fiqh, kata Bu Nyai Badriyah, adalah produk ijtihad. Undang-Undang adalah juga produk kesepakatan politik.
Baik fiqh maupun undang-undang bisa berubah untuk menjadi instrumen agama dan negara dalam rangka menegakkan keadilan dan mencapai kemaslahatan umum.
Kemudian, melindungi yang lemah dan rentan, serta menutup celah pemanfaatan hukum untuk hal-hal yang melawan tujuan hukum itu sendiri.
Oleh sebab itu, Bu Nyai Badriyah mengingatkan perlu fiqh dan fatwa serta aturan dan perundang-undangan yang betul-betul bisa menangkap substansi keadilan dan memberikan efek jera kepada pelaku nikah sirri. Mari berupaya! (Rul)